Adakalanya seorang muslim yang rajin beribadah, namun dia memandang remeh dan kurang peduli dengan masalah harta haram. Bisa jadi amal ibadahnya tertolak, doanya tidak diijabah, dan usahanya tidak diberkahi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah ta’ala baik dan Dia tidak akan menerima kecuali yang baik…
Di akhir hadis, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada seorang lelaki yang sedang melakukan safar, rambutnya kusut, kusam, dan berdebu. Dia mengangkat tangannya ke langit lalu berdoa, “Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!… Sementara makanannya haram, minumannya haram,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ ، وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang tanpa berwudhu (bersuci), dan tidak akan menerima sedekah dengan harta ghulul (khianat).” (HR. Muslim no.557)
Pembagian Harta Haram
Harta haram terbagi menjadi 2:
[1] Harta haram karena dzatnya
Harta haram karena dzatnya ada 4 macam:
(a) Benda haram yang sama sekali tidak memiliki manfaat yang mubah, seperti khamr, patung berhala, alat musik, dst.
Harta semacam ini harus dibuang dan sama sekali tidak boleh disimpan. Harta haram jenis ini tidak bisa diperjualbelikan dan tidak bisa dimanfaatkan.
Ketika khamr diharamkan, Abu Thalhah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang anak yatim yang memiliki warisan berupa khamr. Beliau bersabda, “Tumpahkan!” (HR. Ahmad no.12189)
(b) Benda haram yang memiliki manfaat mubah, namun tidak boleh diperjual belikan.
Seperti anjing, atau bangkai yang bisa disamak kulitnya, atau lemak bangkai yang bisa dimanfaatkan untuk minyak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
“Apabila Allah mengharamkan suatu kaum untuk makan sesuatu maka Allah haramkan hasil penjualannya.” (HR. Ahmad no.2221)
(c) Benda yang haram dimakan namun halal dimanfaatkan dan diperjualbelikan.
Contoh keledai, bighal, kucing (menurut jumhur ulama).
Ibnul Qayyim menjelaskan,
وكالحمر الأهلية، والبغال ونحوها مما يحرم أكلُه دونَ الانتفاع به
“Seperti keledai jinak, bighal atau semacamnya, yang haram dimakan, namun tidak haram untuk dimanfaatkan.” (Zadul Ma’aad, 5/762)
(d) Benda yang asalnya halal namun dia berpotensi digunakan untuk yang haram.
Benda semacam ini tidak boleh diberikan kepada orang yang akan menggunakannya untuk tujuan yang haram, baik dengan cara cuma-cuma atau berbayar (jual beli).
Disebutkan dalam shahih Bukhari,
كَرِهَ عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ بَيْعَ السِّلاَحِ فِى الْفِتْنَةِ
Sahabat Imran bin Hushain membenci jual beli senjata ketika suasana konflik. (HR. Bukhari secara muallaq)
[2] Harta haram karena cara mendapatkannya
Harta ini dzatnya halal, seperti uang, bahan makanan atau properti lainnya. Namun menjadi haram, karena diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Cara mendapatkan harta haram, ada 2:
Pertama, didapatkan melalui transaksi haram yang saling ridha.
Itulah semua harta haram yang diperoleh dari transaksi saling setuju, tidak ada paksaan, dan atas dasar suka sama suka.
Misalnya harta haram dari hasil judi, atau transaksi riba atau transaksi gharar (tidak jelas). Termasuk hasil dari jual beli barang haram. Seperti hasil jual beli khamr, narkoba, rokok, atau senjata yang akan digunakan untuk membunuh kaum muslimin.
Kedua, Diperoleh melalui cara yang tidak saling ridha (kedzaliman).
Seperti harta haram hasil pemaksaan, atau hasil menipu, korupsi, atau melalui tindak kriminal lainnya. Harta haram jenis ini tidak akan berubah statusnya menjadi halal. Karena harta ini tetap menjadi milik pihak yang dizhalimi.
Cara Bertaubat Dari Kedua Jenis Harta Haram
Adapun cara bertaubat dari dosa memiliki atau mendapatkan kedua jenis harta haram tersebut di atas maka dengan cara:
1. Menyesal, karena telah memakan atau menggunakan barang yang haram untuk dimakan atau digunakan.
2. Bertekad untuk tidak mengulanginya.
3. Memohon ampun kepada Allah atas dosa memakan atau menggunakan harta yang haram untuk digunakan.
4. Bila harta haram tersebut diharamkan karena alasan cara mendapatkannya yang terlarang, maka wajib untuk mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau meminta untuk dimaafkan. Baik pemiliknya adalah perorangan atau instansi pemerintah atau perusahaan atau lainnya.
Allah Azza wa Jalla menjelaskan tentang tata cara bertaubat dari harta riba:
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. al-Baqarah: 279)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَأْ خُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ صَاحِبِهِ لَعِبًاجَادًّا وَإِذَا أَخَذَأَحَدُكُمْ عَصَاأَخِيهِ فَلْيَرْدُدْهَا عَلَيْهِ
“Janganlah engkau mengambil barang milik temanmu, baik hanya sekedar bermain-main atau sungguh-sungguh. Dan bila engkau mengambil barang milik saudaramu, maka segera kembalikanlah kepadanya.” (HR. Abu Dawud no.5003)
Namun, bila anda tidak dapat mengembalikannya kepada pemiliknya karena suatu alasan yang dibenarkan secara syariat, maka sedekahkanlah harta tersebut atas nama pemiliknya. Dengan cara ini, berarti Anda menyiapkan diri dengan menabungkan pahala sebesar hartanya yang anda ambil. Dengan demikian, bila kelak ia menuntut haknya di hari Kiamat, maka Anda telah menyiapkan pahala sedekah sebesar hartanya yang Anda ambil dengan cara-cara yang tidak benar, sebagaimana ditegaskan pada hadis di atas.
wallahu ta’ala a’lam
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan, B.A
Artikel: HamalatulQuran.Com