Kita masih berada dalasm bahasan komparasi yangan akan nampak bahwa ibadah yang dilakukan oleh hati itu lebih utama daripada ibadah yang dilakukan oleh anggota tubuh. pada tulisan sebelumnya telah kita bahas bahwa Kerusakan ibadah hati akan menghancurkan ibadah anggota tubuh. sekarang kita lanjutkan pada bahasan berikut ini
2. Ibadah-ibadah hati merupakan landasan yang menyebabkan kita selamat dari neraka dan beruntung dengan mendapatkan surga.
Contoh dalam hal ini adalah:
a. Tauhid merupakan ibadah hati semata.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ اِنَّ عِيْسَى عَبْدُاللهِ وَ رَسُوْلُُهُ وَ كَلِمَتُهُ اَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَ رُوْحٌ مِنْهُ وَ الجََنَّةُ حَقٌّ وَ النَّارُ حَقٌّ أََدْخَلَهُ اللهُ الجَنَّةَ عَلَى مَا كََانَ مِنَ العَمَلِ
Barangsiapa bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Juga bersaksi bahwa Isa adalah hamba dan utusan-Nya, tercipta dari kalimat yang Allah berikan kepada Maryam dan ruh istimewa yang Allah ciptakan. Serta bersaksi bahwa surga itu suatu yang nyata dan neraka itu suatu yang nyata maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga sesuai dengan amal yang dia lakukan. (HR Bukhari).
Dari Abu Said al Khudri, beliau mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:
إِنَّ أَهْلَ الجَنَّةِ لََيَتَرَاءََوْنَ أَهْلَ الغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ كَمَا تَتَرَاءَوْنَ الكَوْكَبَ الدُّرِّى الغَابِرَ مِنَ الأُفُقِ مِنَ المَشْرِقِ أَوِ المَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ
Sesungguhnya penduduk surga melihat orang yang derajatnya lebih tinggi dari mereka yang berada pada kamar-kamar sebagaimana kalian melihat bintang kejora yang meninggalkan ufuk dari arah timur atau barat. Hal itu disebabkan adanya perbedaan derajat antar amereka.
Para sahabat bertanya, Ya Rasulullah itu merupakan kedudukan para nabi yang tidak bisa didapatkan oleh selain mereka? Nabi bersabda: Bahkan demi dzat yang jiwaku ada di tanganNya, mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul (HR Muslim).
b. Tidak memiliki kedengkian terhadap sesama muslim.
Ini merupakan ibadah hati yang sangat sulit untuk dilakukan. Dari Anas bin Malik beliau mengatakan, “Kami duduk di dekat Rasulullah. Rasulullah tiba-tiba bersabda: Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang calon penghuni surga”. Benarlah muncul seorang sahabat anshar yang dari jenggotnya bertetesan air bekas wudhu… Esok harinya Nabi mengucapkan ucapan yang sama dan orang tersebut muncul dengan keadaan sama persis sebagaimana kemarin. Pada hari yang ketiga, beliau mengucapkan ucapan yang serupa dan orang tersebut juga muncul sebagaimana kemarin.
Setelah Nabi pergi, Abdullah bin Umar mengikuti orang tersebut dan berkata kepadanya: Aku bertengkar dengan ayahku lalu aku bersumpah untuk tidak menemuinya selama tiga hari. Aku berharap anda bias memberi tempat untukku hingga batas waktu tersebut berakhir. Dia menjawab: ya silahkan.
Anas mengatakan bahwa Abdullah bercerita bahwa beliau menginap di rumah orang tersebut selama tiga hari namun beliau sama sekali tidak melihat orang tersebut melaksanakan sholat malam namun bila dia terbangun pada saat tidur beliau mengingat Allah dan bertakbir. Demikianlah yang dia lakukan hingga waktu sholat subuh tiba. Abdullah bin Umar berkata Namun aku tidak pernah mendengarnya mengucapkan kata-kata yang tidak baik.
Setelah tiga malam hampir berakhir dan aku hampir saja meremehkan amalnya. Aku berkata kepadanya, Wahai hamba Allah sebenarnya tidak ada rasa marah dan boikot antara diriku dan ayahku. Namun aku mendengar Rasulullah bersabda di hadapan kami sebanyak tiga kali: Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang calon penghuni surga, engkau lalu muncul sebanyak tiga kali. Oleh karena itu aku ingin tinggal di rumahmu agar aku mengetahui amal yang kau lakukan sehingga aku bisa mengikutimu. Namun aku tidak melihatmu melakukan suatu amal yang berarti. Lalu apa sebenarnya yang menyebabkanmu bisa mencapai derajat sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah? Dia berkata: Tidak ada amal yang kulakukan kecuali sebagaimana yang kau saksikan.
Setelah aku hendak pergi, dia memanggilku seraya berkata: Tidaklah amal yang kulakukan selain yang kau lihat, namun aku tidak pernah memiliki rasa dengki dan iri terhadap seorangpun kaum muslimin karena kenikmatan yang Allah karuniakan kepadanya (Kata Imam Haitsami, hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bazzar…Para rawi yang terdapat dalam riwayat ImamAhmad merupakan para perawi yang terdapat dalam kitab Shahih. Lihat Majmu’ Zawaid 8/81-82).
c. Derajat tinggi di surga hanya didapat dengan ibadah-ibadah hati.
Berbagai dalil syar’i menunjukkan bahwa ibadah hati memiliki pahala yang besar dan orang yang melakukannya memiliki kedudukan yang tinggi di dalam surga. Hal ini tidak terdapat dalam ibadah badaniah meskipun ibadah badaniah tetap merupakan ibadah yang urgen dan sangat berfaedah. Diantara ibadah hati adalah cinta dan rindu kepada Allah, tawakal, inabah (kembali kepada-Nya) dan isti’anah (meminta bantuan kepada-Nya). Itu semua termasuk perkara efektif yang akan mengantarkan kita untuk mendapatkan derajat dalam surga yang paling tinggi.
Misal rasa cinta karena Allah. Ini merupakan murni ibadah hati. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda:
إِنَّ ِللهِ جُلَسَاءُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى يَمِيْنِِِِ العَرْشِ – وَ كِلْتَا يَدَيْ اللهِ يَمِيْنٌ – عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ وُجُوْهُهُمْ مِنْ نُوْرٍ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ وَلاَ صِدِّيْقِيْنَ قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ: مَنْ هُمْ؟ قَالَ: هُمُ المُتَحاََبُّوْنَ بِجَلاَلِ اللهِ تَبَارَكَ وَ تَعَالَ
Sungguh Allah memiliki teman-teman duduk yang berada di sebelah kanan Arsy pada hari kiamat. Kedua belah tangan Allah adalah kanan. Mereka berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya. Wajah-wajah mereka itu dari cahaya. Mereka bukanlah nabi, syuhada’ dan tidak bula shiddiqin. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah mereka? Rasulullah bersabda: Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan Allah”.(Diriwayatkan oleh Thabrani dan para perawinya adalah orang-orang yang bisa dipercaya. Lihat Majmu’ Zawaid 10/280)
Contoh yang lain adalah akhlak yang bagus. Akhlak kita kategorikan ibadah hati karena akhlak mengandung beragam ibadah hati semisal tawadhu’ (rendah hati), hati yang terbebas dari dengki, berbaik sangka, kasih sayang dengan sesama dan lain-lain.
Dari Abu Darda’, Nabi bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيْزَانِ المُُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
Tidak ada sesuatu yang lebih berat pada timbang amal seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang baik. (HR Tirmidzi. Beliau berkata: hadits hasan shahih).
Sabda Nabi:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلََيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلاَقًا
Sesungguhnya diantara kalian yang paling kucintai dan memiliki kedudukan yang paling dekat denganku pada hari kiamat adalah yang terbagus budi pekertinya. (HR. Tirmidzi dan beliau berkata hadits hasan ghorib).
Para nabi pun berhasil memperoleh derajat yang tinggi disebabkan kelebihan yang mereka miliki dalam hal ibadah hati. Ibrahim adalah orang yang sangat bertawakal. Ayub adalah orang yang sangat penyabar. Adam juga sangat menyesali kesalahan yang telah dia lakukan. Isa juga merupakan nabi yang sangat zuhud. Zuhud merupakan murni ibadah hati. Sedangkan nabi kita Muhammad telah menghimpun seluruh ibadah di atas dan berbagai ibadah hati lainnya dalam diri beliau dalam bentuk yang paling bagus dan paling sempurna. Oleh karena itu para nabi mendapatkan kedudukan dan derajat yang tinggi.
d. Ibadah hati lebih berat daripada ibadah badaniah.
Karena lebih berat, ibadah hati lebih utama dan lebih mulia daripada ibadah badaniah. Demikian juga, dosa besar yang berkaitan dengan hati semisal syirik dan nifak itu jauh lebih besar dosanya daripada dosa besar yang berkaitan dengan anggota tubuh.
Untuk menjelaskan betapa berat ibadah hati, berikut ini kami bawakan pernyataan Yunus bin ‘Ubaid al Bashri, seorang imam, teladan, seorang yang ucapannya merupakan hujah, termasuk ke dalam golongan tabi’in kecil dan tabi’in yang istimewa. Ada seorang yang mengirim surat kepada beliau untuk menanyakan beberapa masalah. Surat balasan Yunus bin’Ubaid adalah sebagai berikut:
Suratmu telah kuterima. Kau bertanya mengenai keadaan diriku. Perlu kuberitahukan kepadamu bahwa telah kutawarkan kepada jiwaku agar menyukai untuk orang lain hal-hal yang dia sukai dan tidak mengharapkan orang lain mendapatkan keburukan sebagaimana hal tersebut tidak dia harapkan untuk dirinya, namun ternyata jiwaku masih sangat jauh dari sifat tersebut. Pernah suatu kali kuminta jiwaku agar hanya menyebutkan hal-hal yang baik yang terdapat dalam diri orang lain, ternyata berpuasa saat cuaca sangat terik itu lebih ringan daripada hal tersebut. Inilah keadaan diriku yang sebenarnya wahai saudaraku, wassalam. (Nuzhatul Fudhola’ 1/539)
e. Ibadah hati lebih nikmat daripada ibadah badaniah. Bahkan ibadah hatilah yang menyebabkan ibadah badaniah terasa nikmat.
Sebagaimana telah dipaparkan di muka, ibadah badaniah itu sangatlah penting namun hal tersebut tidaklah menghalangi kita untuk menyatakan bahwa ibadah hati terasa lebih nikmat dan lebih manis untuk dilakukan dan dirasakan buahnya daripada ibadah badaniah. Inilah yang dirasakan oleh seseorang dalam jiwanya jika dia memiliki hati yang shahih dan berhubungan dengan tuhannya.
Seorang ulama’ salaf pernah berkata: Penghuni dunia yang miskin adalah orang-orang yang meninggalkan dunia dan belum merasakan kenikmatan dunia yang paling nikmat. Orang-orang pun lantas bertanya: Kanikmatan dunia yang paling nikmat itu apa? Belia menjawab: rasa senang dan cinta kepada Allah, rindu untuk bersua dengan-Nya, memberikan perhatian kepada-Nya dan berpaling dari selain-Nya.
Ibadah hati menyebabkan ibadah badaniah terasa nikmat. Terdapat perbedaan besar antara sholat yang dikerjakan dengan penuh perhatian hati dengan sholat yang dilakukan dengan hati yang lalai dan main-main, antara puasa yang dilandasi keikhlasan, perhatian dan mengharap pahala dengan puasa yang tidak diiringi hal-hal tersebut, antara haji yang dikerjakan dengan penuh merendahkan diri dengan haji yang dikerjakan dengan penuh kesombongan dan seterusnya.
Referensi: Al ‘Ibadaat Al Qolbiyyah wa Atsaruha fi Hayatil Mu’minin ditulis oleh Dr. Muhammad bin Hasan bin ‘Uqail Musa Al-Syarif