Di antara jalan untuk mentadabburi Al-Quran adalah faham korelasi antara awal ayat dan penutupnya, berikut contohnya:
- Allah berfirman
يَسْأَلُهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (QS. Ar-Rahman: 29)
Makhluk yang meminta kepada Allah tidak hanya bangsa manusia saja, akan tetapi semua yang ada di alam semesta ini dari jin, manusia, malaikat, dsb meminta kepada Allah di setiap waktunya. Allah menutup ayat di atas dengan menyatakan “setiap waktu Dia dalam kesibukan” ini memberikan arti bahwa Allah menghargai hambanya yang meminta dan memohon, juga adanya harapan untuk cepatnya pergantian dan perubahan.
Jika para hamba Allah memohon dan merengek dalam permohonannya kepadaNya, maka pasti Allah akan mengabulkan apa yang di mohon, dan akan merubah situasi dan keadaannya dari kepurukan, kebodohan dan dari sakit menjadi kemulyaan, keilmuan, dan kesehatan.
- Diceritakan bahwa ada seorang baduwi mendengar seseorang yang sedang membaca suatu ayat yaitu فَإِن زَلَلْتُم مِّن بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ “tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran” orang yang membaca ayat tadi menutup ayat ini dengan فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” orang baduwi tadi spontan berkata ” kalau ini firman Allah, tidak mungkin Dia berfirman seperti ini” padahal dia bukan ahli qiroah, maka lewatlah seseorang depan mereka berdua (baduwi dan pembaca) lantas baduwi bertanya kepadanya “bagaimana kamu membaca ayat ini (ayat di atas)? Maka orang itu membacanya:
فَإِن زَلَلْتُم مِّن بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah: 209)
Lantas orang baduwi mengomentari “seperti inilah bacaan yang seharusnya, karena Al-Hakim (maha bijaksana) tidak akan menyebutkan pengampunan di saat penyimpangan, karena hal itu bisa menjadikan sebab untuk berbuat penyimpangan lainnya”.
- Nabi Isa ‘alaihis salam bersabda yang diabadikan dalam al-quran, Allah berfirman:
إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Maidah: 118)
Mengapa dalam ayat ini Allah menutup bukan dengan الغفور الرحيم (maha pengampun maha penyayang) ? Maka jawabannya adalah: karena posisi keadaannya adalah keadaan marah dan membalas orang-orang yang menjadikan sekutu bagi Allah (berbuat syirik), maka sangat sesuai jika menyebutkan keperkasaan Allah dan kebijaksanaanNya dari pada rohmatNya.
- Firman Allah ta’ala setelah menyebutkan hukuman bagi orang yang berbuat qodzf (menuduh seseorang berbuat zina tanpa bukti) Dia berfirman
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ
“Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 10)
Mungkin seseorang jika membaca ayat ini akan menebak akhir ayat dengan تواب رحيم(maha penerima taubat dan penyayang) karena rohmah sesuai dengan taubah, tapi ternyata tidak seperti itu, Allah menutup ayat ini dengan kebijaksanaanNya, ini menjadi isyarat suatu faidah dari hukuman orang yang berbuat qodzf yaitu Allah menutupi perbuatan kejinya itu.
Senantiasa memohon kepada Allah sang pencipta alam agar selalu di beri hidayah-Nya.
Sumber : kitab tsalaatsuuna majlisan fit tadabbur
Ditulis Oleh: Muhammad Fathoni, B.A