Home Artikel Persoalan yang Berkaitan Dengan Bulan Ramadhan Bag.2

Persoalan yang Berkaitan Dengan Bulan Ramadhan Bag.2

278
0

Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan aktivitas di bulan Ramadan amatlah banyak. Hal-hal yang langsung berdampak pada aktivitas kita sehari-hari sepatutnya kita mengetahui kebolehannya agar hati tentram dalam menjalannyakannya karena sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

Tulisan ini adalah lanjutan dari pembahasan seputar masalah di bulan Ramadan yang sering ditanyakan oleh sebagian orang.

 

WAKTU BERBUKA

Parameter atau indikator waktu berbuka puas adalah tenggelamnya matahari. Bukan terdengarnya suara azan Maghrib. Berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala

donatur-tetap

 ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ

“Sempurnakanlah puasa hingga tiba waktu malam.”

Waktu malam dimulai dengan tenggelamnya matahari. Maka jika telah tenggelam bulatan matahari, boleh berbuka meskipun muazin belum mengumandangkan azan. Tenggelamnya matahari bisa diketahui dengan berbagai sarana; dengan jam, radio, televisi atau media informasi lainnya.

Perkara yang sesuai dengan tuntunan adalah menyegerakan berbuka jika telah yakin tenggelamnya matahari, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Sahl bin Sa’ad, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يَزَالُ النَّاسُ بخَيْرٍ ما عَجَّلُوا الفِطْرَ

“Orang yang berpuasa senantiasa dalam kebaikan yang besar selama mereka menyegerakan berbuka.”

Dituntunkan dalam berbuka mengawali dengan memakan ruthob (kurma basah), jika tidak dijumpai maka dengan tamr (kurma kering), jika tidak dijumpai maka dengan air putih. Hal ini didasari oleh kabar yang disampaikan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu

“Nabi berbuka sebelum salat Maghrib dengan mengkonsumsi sejumlah ruthob. Jika tidak ada beliau memakan tamr, jika tidak ada beliau meneguk beberapa teguk air putih.”

Jika telah masuk waktu berbuka dan tidak dijumpai adanya ruthob, tamr atau air putih, maka seorang bisa berbuka dengan makanan atau minumam yang halal lainnya. Jika tidak menjumpai apapun untuk berbuka, maka niat berbuka puasa dengan hati meskipun pada kenyataannya tidak makan apapun.

 

MASUKNYA AIR KETIKA BERKUMUR

Seorang yang sedang berpuasa ketika berwudu melakukan istinsyaq lalu tanpa sengaja air masuk ke dalam perut, maka tidak membatalkan puasa. Hal ini karena air yang masuk dengan sebab salah dan tidak sengaja. Allah ta’ala berfirman,

وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيْمَآ اَخْطَأْتُمْ بِهٖ وَلٰكِنْ مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُمْۗ

“Tidak ada atas kalian dosa dalam perkara yang kalian lakukan secara tidak sengaja. Namun, yang berdosa adalah apa yang disengaja oleh hati kalian.”

 

MENGGOSOK GIGI

Penggunaan odol ketika menggosok gigi bagi orang yang berpuasa tidak membatalkan puasa. Dengan catatan, bekas pasta gigi dalam mulutnya dikeluarkan dan tidak ditelan. Namun yang terbaik jika membersihkan gigi dengan odol hendaknya dikerjakan pada malam hari. Menimbang sebagian pasta gigi memiliki rasa dan daya serap yang kuat.

 

JUNUB KETIKA SUBUH

Puasa orang yang menjumpai waktu subuh dalam keadaan junub adalah sah. Hal tersebut karena orang yang berpuasa diizinkan pada waktu malam untuk makan, minum dan berhubungan biologis dengan pasangannya sampai yakin terbit fajar.

Jika diizinkan baginya untuk jima’ sampai yakin terbit fajar, maka hal ini berkonsekuensi saat fajar terbit orang tersebut masih dalam keadaan junub. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar dalam keadaan junub karena jima’ dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa.

Hal semisal berlaku pula pada kasus wanita hald jika telah suci sebelum waktu fajar dan tidak mandi kecuali setelah selesai azan Subuh, puasanya sah dan tidak masalah.

 

MENGKONSUMSI PIL PENCEGAH HAID

Seorang wanita yang mengkonsumsi pil pencegah haid dalam rangka puasa di bulan Ramadan diperbolehkan dengan syarat dokter spesialis menetapkan bahwa tidak ada bahaya yang akan menimpa wanita ini karena mengkonsumsi pil pencegah haid. Tentunya konsumsi pil ini di waktu malam, jika dikonsumsi di waktu siang membatalkan puasa.

MEMBACA AL-QUR’AN TANPA MENGGERAKKAN LIDAH

Membaca Al-Qur’an tanpa menggerakkan lidan maka tidak teranggap membaca Al-Qur’an. Kondisi seperti ini hanya dinilai sebagai orang yang merenungkan Al-Qur’an. Karena seorang dianggap membaca apabila ada gerakan lidah. Olehkarenanya apabila seorang salat dan ketika membaca surat Al-Fatihah tidak menggerakkan lidah, maka salatnya tidak sah.

 

MEMBACA DOA DENGAN NADA

Tuntunan dalam berdoa adalah membaca dengan merendahkan diri dan khusyu’ tanpa harus berirama, tartil atau bernada. Orang yang berdoa apabila dia sendirian, realitanya tidak menjadikan doanya berirama dan bernada. Maka demikian pula ketika seorang berdoa saat menjadi imam atau memimpin doa untuk orang lain tidak perlu dinadakan.

 

SALAT JAMAAH KETIKA ADA JAMAAH TARAWIH

Adanya jamaah lain dibagian belakang masjid yang mengerjakan salat fardu sedang imam sedang mengerjakan salat tarawih adalah sebuah kesalahan. Karena hal ini bertolak belakang dengan maksud diadakannya salat jama’ah. Siapa yang datang terlambat, maka wajib baginya masuk bersama imam meskipun imam salat tarawih. Hendaklah dia ikut dengan niat salat fardu Isya’. Jika imam salam seleteh dua rakaat, hendaklah dia berdiri dan menyelesaikan dua rakaat yang belum dia selesaikan.

Dalam kasus ini, kita jumpai orang yang niat salat wajib bermakmum dengan orang yang berniat salat sunah, ini suatu hal yang boleh menurut pendapat yang paling kuat.

 

HADIS SALAT SEMALAM SUNTUK

Terdapat dalam hadis sahih, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

من قام مع الإمامِ حتى ينصرفَ كتب اللهُ له قيامَ ليلةٍ

“Siapa yang salat bersama imam sampai selesai, tercatat untuknya pahala salat semalam suntuk.”

Hadis ini memotivasi orang untuk menyempurnakan/menyelesaikan salat bersama imam dan tidak pergi sebelum imam menyelesaikan salatnya, yaitu mengucap salam pada akhir rakaat.

Sepatutnya bagi seorang muslim yang mengerjakan salat Tarawih untuk menyempurnakan salat bersama imam dan tidak pergi sebelum imam selesai salam di rakaat terakhirnya supaya tercatat baginya pahala salah semalam suntuk.

 

BERJAMAAH DARI KAMAR HOTEL

Tidak mengapa salat berjamaah dengan imam suatu masjid sedang ia berada di kamar atau mushola terpisah. Hal tersebut dibolehkan dengan syarat orang tersebut melihat sebagian makmum, boleh jadi di halaman masjid atau tempat lainnya.

Sah pula bermakmum dengan imam masjidilharam dari kamar hotel selama tidak sendirian bagi laki-laki. Karena jika laki-laki sendirian maka berlaku hadis nabi shallallahu ‘alaihi wa wallam,

فلا صلاةَ لفردٍ خلف الصفِّ

“Tidak ada salat bagi orang yang sendirian di belakang saf.”[1]

Namun, jika perempuan maka boleh baginya salat sendirian di kamar yang nampak di depannya masjidilharam. Hal tersebut didasarkan oleh Ummu Sulaim salat sendirian di belakang Anas bin Malik dan seorang anak yatim yang keduanya bermakmum kepada nabi.[2]

Referensi: Uqud al-Jumal fii Durus Syahri Ramadhan karya Syaikh Sa’ad bin Turki al-Khotslan

 

[1] Hr. Ibn Khuzaimah no. 1569 dan Ibn Hibban no. 2202

[2] Hr. Bukhori no. 727

Ditulis Oleh: Fahmi Izuddin, S.Ag

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here