Bismillah…
Pada dasarnya tidaklah mengapa seorang meludah di tanah manapun, terlebih ketika meludah dibutuhkan. Kami tidak menemukan satupun dalil yang melarang perbuatan tersebut.
Al-Buhuti rahimahullah dalam kitab Syarh Muntahal Irodat (1/231) menjelaskan,
“ويباح أن يبصق ، ونحوه ، بغير مسجد ، عن يساره ، وتحت قدمه “
“Dibolehkan berludah dan yang semisalnya, asal tidak berludah di masjid. Hendaklah berludah ke arah kirinya dan ke arah bawah.”
Namun, perlu kita perhatikan bahwa tak sedikit orang yang merasa jorok dan terganggu, ketika ada orang yang meludah di hadapannya, atau di jalan yang biasa mereka lewati. Maka sepantasnya kita sebagai seorang muslim yang beradab, tidak berludah sembarangan, semampu kita.
Contoh Adab Meludah
Siapa yang ingin berludah, sementara sedang berada di jalan umum atau sedang bersama rekannya, hendaknya dia menepi dan meludah pada tisu -kalau seandainya ada-. Bila tidak ada maka dia boleh berludah di tanah, lalu ditimbun atau digosok dengan sandalnya, sehingga tidak adalagi bekas, yang dapat menganggu orang lain.
Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Nabi shalallahu alaihi wa sallam pernah melihat dahak di arah kiblat masjid, kemudian beliau bersabda :
مَا بَالُ أَحَدِكُمْ يَقُومُ مُسْتَقْبِلَ رَبِّهِ فَيَتَنَخَّعُ أَمَامَهُ ؟ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يُسْتَقْبَلَ فَيُتَنَخَّعَ فِي وَجْهِهِ ؟! فَإِذَا تَنَخَّعَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَنَخَّعْ عَنْ يَسَارِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيَقُلْ هَكَذَا ، فَتَفَلَ فِي ثَوْبِهِ ثُمَّ مَسَحَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ
“Bagaimana ada seorang di antara kalian menghadap Rabbnya, lalu membuang dahak di hadapan-Nya? Apakah ia mau ada orang membuang dahak di wajahnya?
Apabila harus buang dahak, maka ke kirinya, di bawah kakinya. Kalau tidak memungkinkan juga maka seperti ini. Dengan meludah ke bajunya kemudian mengusapkan dengan bagian baju yang lain).”
(HR. Bukhori dari shahabat Abu Hurairah)
Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan hadits tersebut didalam kitab beliau Fathul bari(1/606),
“قَوْله : ( أَوْ تَحْت قَدَمه ) أَيْ الْيُسْرَى ، كَمَا فِي حَدِيث أَبِي هُرَيْرَة فِي الْبَاب الَّذِي بَعْده , وَزَادَ أَيْضًا مِنْ طَرِيق هَمَّام عَنْ أَبِي هُرَيْرَة : ( فَيَدْفِنهَا )
وَظَاهِر قَوْله : ( أَوْ يَفْعَل هَكَذَا ) أَنَّهُ مُخَيَّرٌ بَيْن مَا ذُكِرَ
Kalimat “di bawah kakinya” maksudnya adalah sebelah kirinya, sebagaimna hadits yang diriwayatkan Abu Huroirih di bab yang selanjutnya. Dan ada tambahan riwayat dari jalur Hammam dari Abu Huroiroh “menimbunnya”.
Dzahir sabda Nabi “ atau dia melakukan seperti ini” bahwasanya dia bisa memilih antara meludah kekiri kearah bawah atau meludah pada kain( tisu atau yan lainya).”
Seorang muslim hendaklah selalu mejaga perkara-perkara yang dinilai sebagai etika di mata masyarakat, selagi itu tidak menyelisihi syariat. Maka jangan melakukan perbuatan yang dapat membuat jijik orang lain atau dianggap tidak beradab.
Demikian, wallahu ‘ala bis showab.
________
Sumber : https://islamqa.info/ar/229198
***
Ditulis oleh : Muhamad Reza Nurudin, Lc
(Alumni Pondok Pesantren Hamalatulquran Yogjakarta, S1 Universitas Al- Azhar, Cairo, Mesir, Fakultas Syariah Islamiyyah)
Hamalatulquran.com