Pernahkah anda melihat seseorang mencaci maki saudara sesama muslim? Atau pernahkah anda mendengar berita seseorang yang menipu rekan bisnisnya hingga rugi jutaan rupiah padahal mereka sama-sama beragama Islam? Tidakkah kita mengetahui bahwa semua perbuatan itu dan perbuatan-perbuatan semisalnya melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya?
Karena pada hakekatnya seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Persaudaraan ini adalah persaudaraan karena iman atau agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المُسْلِمُ أَخُو المًسْلِم
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.” (HR Bukhari)
Jangan cela saudaramu, jangan tipu dan dustai saudaramu, ukhuwwah yang benar itu bukan saling mencela, bukan saling menghina. Tapi saling merasa nyeri jika saudaranya tertusuk duri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
“Gambaran orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari no. 6011)
Allah Ta’ala telah sebutkan di berbagai tempat dalam Al-Quran tentang persaudaraan dan berbagai macamnya, maka pada tulisan kali ini penulis ingin menyajikan kepada para pembaca terkait macam-macam persaudaraan yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an.
Macam-macam Persaudaraan dalam Al-Quran
1. Persaudaraan dalam Akidah
Persaudaraan dalam akidah merupakan salah satu tingkatan persaudaraan yang amat agung, hanya saja hal ini terbagi menjadi dua jenis:
A. Persaudaraan antar sesama pemeluk akidah Islam yang benar dan lurus.
Allah Ta’ala berfriman,
وَٱلَّذِينَ جَآءُو مِنۢ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hasyr: 10)
Persaudaraan sejati di atas keimanan itu senantiasa identik dengan adanya doa-doa indah untuk saudaranya, bahkan walau belum pernah bersua dengan pendahulu mereka dalam keimanan, mereka senantiasa mendoakan kebaikan.
Abu Darda radhiallahu ‘anhu berkata,
إني لأستغفر لسبعين من إخواني في سجودي، أسميهم بأسمائهم
“Sungguh aku mendoakan 70 orang saudaraku dalam sujudku. Kusebut namanya satu persatu.” (Tarikh Baghdad 13/132)
Hal di atas selayaknya menjadi bahan introspeksi bagi diri kita. Tak usah dalam sujud, pernahkah kita menyebut nama teman dan saudara-saudara kita dalam do’a yang kita panjatkan? inilah persaudaraan, inilah perasaan cinta karena Allah. Dan inilah yang akan mendatangkan rasa manisnya keimanan.
B. Persaudaraan antara orang-orang munafik dan orang yang berakidah yang menyimpang.
Pada hakekatnya golongan ini telah sama-sama dipalingkan oleh setan dan dipermainkan olehnya. Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَقَالُوا۟ لِإِخْوَٰنِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ أَوْ كَانُوا۟ غُزًّى لَّوْ كَانُوا۟ عِندَنَا مَا مَاتُوا۟ وَمَا قُتِلُوا۟ لِيَجْعَلَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ حَسْرَةً فِى قُلُوبِهِمْ ۗ وَٱللَّهُ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: “Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh”. Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 156)
2. Persaudaraan dalam Nasab
Asal persaudaraan yang nyata adalam adanya ikatan nasab, dan persaudaraan karena nasab ini semisal saudara kandung, baik kakak atau adik. Terkait persaudaraan ini Allah telah menerangkan sedikit dalam firman-Nya,
يَوْمَ يَفِرُّ ٱلْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya” (QS. Abasa: 34)
3. Persaudaraan Karena Persusuan
Adanya persusuan kepada bayi yang belum berumur lebih dari 2 tahun dengan minimal 5 kali persusuan sampai kenyang. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
كَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ مِنَ الْقُرْآنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُوْمَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُوْمَاتٍ فَتُوُفِّيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
“Yang pernah diturunkan dalam Al-Quran adalah bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan adanya hubungan mahram, kemudian hal itu dihapus menjadi lima kali persusuan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan keadaan masih seperti itu.” (HR. Muslim no. 1452)
Allah Ta’ala berfirman,
وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan” (QS. An Nisa: 23)
4. Persaudaraan Sesuku dan Negara
Dalam Al-Quran telah diterangkan bahwa ada persaudaraan yang bermakna persaudaraan karena suku, negara atau tempat tinggal, yang mana hal ini pun tidak jauh dari persaudaraan dengan tetangga yang kita tahu bahwa tetangga memiliki hak-hak atas diri kita.
Allah Ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ لُوطٌ أَلَا تَتَّقُونَ
“Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: mengapa kamu tidak bertakwa?” (QS. Asy Syuara’: 161)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman,
وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al A’raf: 65)
Referensi: Mausu’ah At Tafsir Al Maudhu’i