Ketika seseorang berbuat salah kepada kita, seringnya kita merasa marah dan benci. Namun bila kita dapat menahan amarah, menghilangkan dendam dan bahkan mampu memaafkan kesalahannya maka disaat itulah kita menjadi pribadi yang mulia dan ditinggikan derajatnya oleh Allah Ta’ala.
Memaafkan adalah amalan yang kadang seseorang lebih memilih amalan lain saja yang lebih sulit dan rumit serta berresiko ketimbang harus memaafkan. Padahal sudah lumrah sejak zaman dahulu kala bahwa manusia tak luput dari salah, hanya saja manusia lebih bisa memaafkan dan memberi udzur kepada dirinya sendiri, adapun kepada orang lain seringnya lebih memilih memberi sangsi atas luka yang menganga, hati yang teriris derita, hak yang terabaikan sia-sia, pengkhianatan yang selalu membekas di dada.
Karena beratnya amalan memaafkan ini, sampai-sampai Allah mengkhususkan dalam firman-Nya:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. Ali Imran: 133-134).
Memaafkan dan menahan marah adalah dua hal yang sebenarnya berbeda, menahan marah adalah sebatas sikap meninggalkan balas dendam tatkala mampu melampiaskan, sedangkan memaafkan adalah selain meninggalkan dendam juga berlapang dada meluluh-lantakkan ego yang sedang menyala terhadap orang yang telah melukai hatinya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy ketika menjelaskan ayat ini berkata, “Dan mema’afkan (kesalahan) orang lain”, artinya termasuk dalam tindakan memaafkan orang adalah memaafkan segala hal yang terjadi dari orang yang telah berbuat jelek kepada kita baik kejelekan dengan perkataan mupun perbuatan. Memaafkan itu adalah sikap lebih luas lagi ketimbang sekedar menahan marah. Karena memaafkan itu adalah tindakan meninggalkan balas dendam disertai dengan sikap kelapangan dada terhadap orang yang berbuat jelek. Itu hanya dapat terjadi dari orang-orang yang menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji dan jauh dari akhlak yang tercela, dan sikap memaafkan juga hanya terjadi dari orang-orang yang melakukan perdangan dengan Allah dan ia memaafkan hamba-hamba Allah sebagai suatu kasih sayang kepada mereka dan merupakan tindakan kebaikan kepada mereka serta benci bila terjadi keburukan yang akan menimpa mereka, itu semua ia lakukan agar Allah mengampuni dirinya sehingga mendapatkan pahala di sisi Allah yang Maha Mulia, bukan pahala dari sang hamba yang miskin.
Allah Ta’ala berfirman dalam ayat yang lain,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Tetapi barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim”. (QS. Asy-Syuura: 40).
Memaafkan orang lain memang begitu berat, bagaimana tidak? Keutamaannya besar dan menggiurkan. Sudah lumrah bahwa pendapatan atau hasil yang menjanjikan tentu upaya mencapainya mesti butuh susah payah berlelah-lelah. Di antara keutamaan memaafkan orang lain adalah sebagai berikut:
1. Menjadi Mulia di sisi Allah.
Rasululullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ
“Shadaqah itu sejatinya tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah Ta’ala menambahkan untuk seorang hamba yang mau memaafkan kecuali Allah tambahkan kemuliaan, dan tidaklah seorang rendah hati (tawadhu’) karena Allah melainkan Allah akan mengangkat (derajatnya)” (HR. Muslim no. 2588).
2. Memperoleh kecintaan dan ampunan dari Allah.
Memaafkan termasuk sikap kasih sayang seseorang kepada sudaranya, dan siapa yang penyayang akan disayangi oleh Allah.
Rasululullah shallallahualaihi wa sallam bersabda:
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا وَاغْفِرُوا يَغْفِرِاللهُ لَكُمْ
“Sayangilah maka kamu akan disayangi oleh Allah, dan berilah ampunan niscaya Allah akan mengampunimu”. (Al-Adab Al-Mufrad no. 293).
Al-Munawi rahimahullahu berkata: “Allah mencintai nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya yang di antaranya adalah (sifat) rahmah dan pemaaf. Allah Ta’ala juga mencintai makhluk-Nya yang memiliki sifat tersebut”. (Faidhul Qadir 1/607).
3. Memperoleh Kecintaan dari Sesama Hamba dan Memadamkan Pertikaian di antara Mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar”. (QS. Fushshilat: 34-35).
Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi menjadi merapat denganmu, menjadi mencintaimu, dan menjadi condong kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat.
Referensi:
- Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan Fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan
Artikel: HamalatulQuran.Com