Alhamdulillah washolatu wassalam ‘ala rosulillah. Amma ba’du.
Sudah menjadi hal yang lumrah jika sebuah kedudukan mulia membutuhkan berbagai pengorbanan dalam meraih dan mempertahankannya, tak terkecuali predikat sebagai seorang penghafal Al-Quran.
Berbagai rintangan dan hambatan harus mampu kita lalui demi mendapatkannya. Setelah berhasil meraihnya, bukan berarti perjuangan telah berakhir, namun justru babak perjuangan baru baru saja dimulai. Sebab menghafal Al-Quran merupakan “proyek” seumur hidup. Tak ada kata finish sebelum ajal menjemput.
Pada artikel kali ini, penulis akan mengajak para pembaca untuk memahami bersama 5 rintangan utama yang wajib diwaspadai oleh seorang penghafal Al-Quran. Sebagaimana terdapat sebuah ungkapan masyhur:
نصف النصر ان تعرف خصمك احسن من ان تعرف نفسك
“Mengetahui musuh lebih baik dari memahami temanmu sendiri merupakan setengah jalan menuju kemenangan.”
Inilah 5 rintangan sekaligus musuh utama yang harus diperangi oleh para penjaga kitabulloh:
1. Menggadaikan Al Quran dengan kesenangan dunia.
Rintangan pertama ini merupakan sebuah penyakit yang kerap menjangkit para pengemban misi mulia sebagai penjaga Al-Quran. Hal ini terbukti dari nasihat para ulama sejak ratusan tahun yang lalu agar para penuntut ilmu berusaha terhindar darinya. Sebab kenikmatan dunia memang nampak hijau dan manis hingga mampu memberikan fantasi tersendiri bagi mereka yang terlena. Allah subhanahu wata’ala menggambarkan dunia dengan kata “bunga” (زهرة) yang memang kerap “menyihir” siapa saja yang melihatnya.
(وَلَا تَمُدَّنَّ عَیۡنَیۡكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعۡنَا بِهِۦۤ أَزۡوَ ٰجࣰا مِّنۡهُمۡ زَهۡرَةَ ٱلۡحَیَوٰةِ ٱلدُّنۡیَا لِنَفۡتِنَهُمۡ فِیهِۚ وَرِزۡقُ رَبِّكَ خَیۡرࣱ وَأَبۡقَىٰ)
“Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.”
[Surah Ta-Ha: 131]
Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ
“Sungguh dunia itu manis” (HR Muslim)
Oleh karenanya, seorang penghafal Al-Quran harus mampu bertahan dengan godaan manis dari dunia yang fana ini. Jangan sampai menjadi sosok yang menggadaikan kitabulloh dengan kenikmatan dunia yang sementara, sebagaimana perkataan Al-Hasan Al-Bashri rohimahulloh saat menjelaskan beberapa model penghafal Al-Quran:
صنف اتخذوه بضاعة يأكلون به،
“Ada jenis penghafal Al-Quran yang justru menjadikan kitabulloh sebagai barang dagangan dan mengambil keuntungan darinya”
2. Bermaksiat kepada Allah
Maksiat merupakan sebuah racun yang akan selalu siap merusak hati seorang muslim. Efek yang dihasilkan seringkali berbuntut panjang. Salah satu bentuknya adalah kerusakan pada hafalan yang telah susah payah dimiliki. Hal seperti ini pernah dijelaskan oleh Imam Syafi’I rohimahulloh:
شَكَوْت إلَى وَكِيعٍ سُوءَ حِفْظِي فَأَرْشَدَنِي إلَى تَرْكِ الْمَعَاصِي وَأَخْبَرَنِي بِأَنَّ الْعِلْمَ نُورٌ وَنُورُ اللَّهِ لَا يُهْدَى لِعَاصِي
“Aku pernah mengadu kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku, lalu beliau menasehatiku agar menjauhi maksiat. Sebab ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tak akan diberikan kepada ahli maksiat”
Terkadang sebuah maksiat memang tak serta merta membuat kita hilang ingatan atas hafalan yang dimiliki. Akan tetapi efek yang dihasilkan mampu membuat semangat dalam mengulang hafalan menjadi meredup sedikit demi sedikit disebabkan titik hitam yang terus menerus mengotori hati. Sebab kemaksiatan yang tak segera diiringi dengan taubat akan mendorong terjadinya maksiat yang lain. Sebagaimana perkataan para ulama:
أن المعصية تقول: أختي.. أختي
“Sebuah kemaksiatan akan mengundang kemaksiatan-kemaksiatan yang lain”
Saat kemaksiatan sudah menjadi rutinitas harian seseorang, maka keinginan untuk menghafal serta muroja’ah akan semakin berat untuk direalisasikan. Akibatnya sudah jelas, hafalan Al-Quran akan pergi meninggalkannya.
3. Menganggap Dirinya Istimewa
Tak bisa dipungkiri bahwa menjadi penghafal Al-Quran merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Akan tetapi jangan sampai hal tersebut membuat kita lupa diri hingga merasa lebih baik dari orang lain. Sebab sifat ujub alias berbangga diri merupakan virus berbahaya yang bisa menghancurkan amalan. Sifat satu ini pernah menyebabkan musibah besar pada perang Hunain, yaitu saat kaum muslimin merasa bangga dengan banyaknya jumlah mereka. Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِى مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْـًٔا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (At-taubah: 25)
Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
“3 Perkara penghancur adalah: sifat kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan bangganya seseorang dengan dirinya sendiri” (HR Baihaqi)
Para ulama sendiri menjelaskan bahwa sifat ujub ini kerap akan melahirkan sifat sombong yang merupakan bentuk meremehkan orang lain. Jika sudah sampai pada tahap ini, maka seorang penghafal Al-Quran akan enggan untuk menerima nasehat dari orang lain. Sebab ia sudah merasa menjadi orang yang lebih baik dari orang yang menasehatinya. Na’udzubillah.
4. Malas Murojaah
Muroja’ah merupakan sebuah aktivitas yang tak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Sebab hafalan Al-Quran akan sangat mudah lenyap jika kita malas dalam menjaganya. Sebagaimana Rasululloh shollalohu ‘alaihi wasallam pernah mengingatkan:
تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنْ الْإِبِلِ فِي عُقُلِهَا
“Jagalah oleh kalian Al Qur`an ini (dengan banyak membacanya), karena demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, ia lebih cepat hilangnya daripada unta dari tambatannya.” (HR Muslim)
Murojaah merupakan sebuah aktivitas yang tak memiliki akhir alias berkelanjutan sampai kita bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala. Sungguh suatu hal yang indah saat nantinya kita diperintahkan untuk membaca Al-Quran dan kita sanggup untuk melantunkan seluruhnya. Sebagaimana pernah Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam gambarkan dalam sebuah hadits:
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا
“Kelak akan dikatakan kepada ahli Al Qur`an; Bacalah dan naiklah, kemudian bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membacanya ketika di dunia, karena sesungguhnya tempatmu ada pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR Tirmidzi)
5. Merasa Puas dengan Apa yang telah Diraih
Maksud dari sifat ini adalah bahwa saat seseorang telah berhasil menyelesaikan hafalan Al-Quran 30 juz, maka terkadang ia merasa sudah mencapai level yang terakhir dan perjalanannya sudah usai. Padahal tidaklah demikian, sebab kita juga diperintahkan untuk memahami dengan baik isi kandungan Al-Quran sekaligus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan perkara ini merupakan tujuan utama Allah ta’ala menurunkan kitabNya. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ إِلَيْكَ مُبَٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا۟ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shod: 29)
Salah seorang ulama Al-Quran yang bernama Abu Syamah Al-Maqdisi rohimahulloh juga pernah mengungkapkan keprihatinannya terhadap para penghafal Al-Quran di zaman beliau. Dimana mereka terlalu sibuk dalam membahas seputar tata cara membaca Al-Quran serta menghafalkannya hingga lupa untuk mentadabburinya. Padahal kedua hal tersebut seyogyanya berjalan secara beriringan.
Penutup
Seorang penghafal Al-Quran harus mampu memasukkan ruh Al-Quran ke dalam seluruh aspek kehidupannya, bukan sekedar melantunkannya dengan lisan kemudian memuai tanpa bekas. Salah satu langkah penting dalam meraihnya adalah mewaspadai 5 racun yang telah kami paparkan diatas.
Semoga Allah subhanahu wata’ala mengaruniakan kepada kita ilmu yang bermanfaat. Amiin
Referensi:
– Al-Mursyid Al-Wajiz, Abu-Syamahs
***
Ditulis oleh: Afit Iqwanuddin, Lc.
(Alumni PP Hamalatul Quran dan mahasiswa S2 Jurusan Qiroat, Fakultas Al Quran, Universitas Islam Madinah)
Artikel: Hamalatulquran.Com