Anjuran dan seruan untuk menikah di usia muda adalah hal yang baik, karena hal tersebut selaras dengan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya” (HR. Bukhari no. 5056)
Dewasa ini, banyak diantara masyarakat awam yang menikah muda, mereka berkata ingin “meniru” para sahabat dan salafus shaleh yang menikah di usia muda. Semisal sahabat Abdullah bin Amr binAsh yang menikah di usia 11 tahun, Ummul Mukminin Aisyah yang menikah pada umur 6 tahun. Namun sayangnya yang mereka sorot dan tiru hanyalah nikah mudanya saja.
Padahal sebelum sampai pada tahap nikah muda, mereka telah melalui berbagai fase, baik dalam belajar adab maupun ilmu agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud no. 495)
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah (13: 11) disebutkan,
على الآباء و الأمهات و سائر الأولياء تعليم الصغار ما يلزمهم بعد البلوغ، فيعلم الصغير ما تصح به عقيدته من إيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله و اليوم الآخر، وما تصح به من عبادته، ويعرفه ما يتعلق بصلاته وصيامه وطهارته و نحوها.
“Ayah dan ibu serta seorang wali dari anak hendaknya sudah mengajarkan sejak dini hal-hal yang diperlukan anak ketika ia baligh nanti. Hendaklah anak sudah diajarkan akidah yang benar mengenai keimanan kepada Allah, malaikat, Al Qur’an, Rasul dan hari akhir. Begitu pula hendaknya anak diajarkan ibadah yang benar. Anak semestinya diarahkan untuk mengerti shalat, puasa, thaharah (bersuci) dan semacamnya.”
Nikah muda bagi generasi salaf adalah episode kesekian dalam hidup mereka, sebelum sampai pada episode menikah, disana ada episode atau fase-fase belajar adab, belajar Al Quran, belajar tauhid dan beberapa ilmu pokok lainnya dengan bimbingan yang baik dan benar, baru setelah itu mereka melangkah ke episode pernikahan.
Sayang beribu sayang, ketika banyak orang yang nikah muda hanya beralasan mencontoh dan mengambil “episode” pernikahan salaf, tanpa menengok dan meneladani episode-episode mereka dalam belajar dan menempa diri guna memperbanyak bekal dalam mengarungi samudra rumah tangga. yang mana itu adalah bekal agar pernikahan berkah dan langgeng. Dan realita di masyarakat awam yang nikah muda fase menuntut ilmu ini tidak ditiru oleh mereka.
Maka dari itu tidak heran bila kita jumpai di beberapa media tersebar kabar akan banyaknya permasalahan yang tejadi pada pasangan yang nikah muda.
Ingat kawan, menikah itu membawa diri dan istri dalam bingkai kebaikan dunia akhirat. Membawa diri sendiri ke surga saja susah, mahal, penuh perjuangan apalagi berdua bersama istri.
Cinta sampai surga itu perjuangan, dan perjuangan tersebut butuh ilmu.
So, yakin sudah siap nikah muda?
Silahkan lihat “bekal” anda terlebih dahulu, bila sudah mencukupi maka silahkan nikah muda, namun bila bekal belum ada maka idealnya siapkan dahulu “bekal” milik anda. Agar tujuan menikah yang dapat benar-benar terwujud.
Semoga Allah mudahkan langkah kita mengikuti jejak salasuf shaleh dalam ilmu dan amal.