Home Akidah Kewajiban Pemimpin Terhadap Rakyatnya (Islam dan kepemimpinan #4)

Kewajiban Pemimpin Terhadap Rakyatnya (Islam dan kepemimpinan #4)

6812
0

Para pembaca yang dimuliakan Allah.

Artikel kali ini adalah bagian terakhir dari serial tulisan “Islam dan Kepemimpnan” dan kini kita akan memasuki pembahasan kewajiban imam atau pemimpin kepada rakyatnya.

Sebagaimana rakyat mempunyai kewajiban atas pemimpin maka demikian pula pemimpin mempunyai kewajiban atas rakyatnya yang harus ia tunaikan dengan benar. Bahkan amanat yang mereka pikul sangatlah berat, karena semua kebijakan akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah ta’ala yang Maha Adil. Diantara kewajiban pemerintah adalah:

Pertama, Menegakkan Kebenaran dan Keadilan Kepada Siapapun.

Allah ta’ala berfirman,

donatur-tetap

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maa’idah: 8)

Semua kaum mukminin mempunyai kewajiban menegakkan perintah dalam ayat ini, tetapi kewajiban pemimpin lebih dari pada rakyat biasa, karena merekah yang memegang kekuasaan dan kekuatan.

Kedua, Menjaga Amanah dan Tidak Mengkhianatinya.

Allah ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rosul, dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian sedang kalian mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)

Seorang pemimpin memikul amanah yang sangat berat di pundaknya, dan itu tidak boleh di sia-siakan olehnya. Jika amanah itu di sia-siakan maka berarti dia telah mengkhianati apa yang sudah menjadi kepercayaan rakyat untuk mengemban amanah tersebut.

Ketiga, Taqwa dan takut kepada Allah.

Karena jabatan akan di tanya dan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. ketika tidak bisa melaksanakan dengan seharusnya maka itu bisa menjadi mala petaka di akherat kelak. Nabi shalallahu’alaihi wasallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِه

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan di mintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin (negara/daerah) adalah pemimpin (bagi warga/rakyatnya) dan akan di mintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhari).

Keempat, Tidak Boleh Memberatkan Perkara Umat Muslim.

Ada do’a dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk mereka yang memegang perkara ummatnya dan memberatkan perkara mereka:

اللهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ

“Ya Allah barangsiapa yang menjadi pengatur apapun dari perkara umatku, lalu ia menyulitkan mereka, maka sulitkanlah ia dan barangsiapa yang menjadi pengatur apapun dari perkara umatku, lalu ia bersikap lemah lembut dengan mereka maka kasihanilah ia.” (HR. Muslim)

Kelima, Menjadi Contoh yang Baik dan Tidak Menjadi Perintis Kemungkaran.

Karena perbuatan mereka sedikit banyak akan di ikuti rakyat yang mereka pimpin. Nabi shalallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka baginya berupa pahala seperti pahala-hala yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dari pahala-pahala mereka sedikitpun, dan rangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka baginya berupa dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)

Keenam, Tidak Mencalonkan Diri Selagi Ada yang Lebih Kompeten Dalam Memimpin.

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam telah bersabda kepadaku,

يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan, pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allah Ta’ala) dalam melaksanakan jabatan itu.” (HR. Bukhori, Muslim)

Semoga bermanfaat

Referensi:
-Wujubu Tho’atis Sulthon fi Ghoiri ‘Ishyan
-Syarh Arba’in An Nawawiyah
-Syarh Riyadzus Shalihin
-https://almanhaj.or.id

***
Ditulis Oleh : Muhammad Fathoni, Lc.
Artikel HamalatulQuran.com


 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here