Bismillah
Ketika seorang muslim hendak melaksanakan shalat tentunya ia harus mengikuti petunjuk Nabi shalallahu alaihi wa sallam, kenapa demikian ? Karena ibadah seorang hamba tidak akan diterima oleh Allah taala apabila ibadah tersebut tidak sesuai dengan yang Nabi ajarkan, selain itu pahala ibadah itu berbanding lurus dengan kesesuaiannya mencontoh Nabi shalallahu alaihi wa sallam.
Lalu bagaimana dengan memejamkan mata ketika shalat, apakah hal tersebut adalah hal yang Nabi ajarkan dan dapat membuat seseorang semakin khusyu dalam shalatnya,
Mari kita pelajari bersama permasalahan tersebut melalui tulisan ini
Dalam kitab Ar Raudhul Murbi Al Buhuti berkata
ويكره أيضا تغميض عينيه لأنه فعل اليهود
”Makruh memejamkan mata ketika shalat, karena ini termasuk perbuatan orang yahudi.”
Dalam madzhab Imam Ahmad memejamkan mata ketika shalat makruh hukumnya, hal ini sebagaimana pula yang telah disampaikan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidha Sirath Al Mustaqim, beliau mencantumkan sebuab riwayat bahwa imam Ahmad membenci perbuatan memejamkan mata ketika shalat. karena hal tersebut menyerupai kaum yahudi.Selain menyerupai ibadah yahudi, memejamkan mata ketika shalat juga bukan kaifiyat shalat yang Nabi shalallahu alaihi wa sallam ajarkan. Terdapat hadits-hadits yang mendeskripsikan bagaimana shalat Nabi shalallahu alaihi wa sallam, dan disana diterangkan bahwa Nabi mengarahkan pandangan mata ke tempat sujud, bukan memejamkan mata. Kecuali ketika tasyahud maka mata mengarah ke jari telunjuk, dan juga ketika rukuk maka kepala harus sejajar dengan punggung.
كان صلى الله عليه وسلم يبسط كفه اليسرى على ركبته اليسرى ويقبض أصابع كفه اليمنى كلها ويشير بإصبعه التي تلي الإبهام إلى القبلة ويرمي ببصره إليها
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk tasyahud, beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kiri, beliau genggam jari-jari tangan kanan, dan beliau berisyarat dengan telunjuknya ke arah kiblat, dan beliau arahkan pandangannya ke telunjuknya.” (H.R. Muslim)
Tentunya dengan tetap menghormati pendapat ulama yang membolehkan memejamkan mata demi mencapai khusyuk. Namun pastinya sunnah yang Nabi ajarkan lebih pantas untuk kita ikuti, sembari melatih diri agar khusyuk ketika melaksanakan ibadah halat.
Syeikh Anis Thahir hafidzahullah di sela-sela kajian kitab Iqtidha Sirath Al Mustaqim sempat menjelaskan riwayat imam Ahmad tentang makruhnya memejamkan mata ketika shalat, kemudian beliau menyampaikan 4 kiat khusyuk dalam shalat :
1. Fokuskan Pandangan
Pandangan yang tidak fokus alias menerawang akan menjadi jalan bagi khayalan-khayalan untuk masuk menyusup. Maka pertama-tama, fokus arahkan pandangan mata ke satu titik di tempat sujud. Makanya disarankan untuk mencari sajadah yang tidak banyak bercorak karna bisa mengganggu konsentrasi.
2. Tadabburi Bacaan ShalatHayati dan renungkan setiap lafadz yang dibaca sendiri maupun yang didengar dari bacaan imam.
3. Mengingat Kematian
Shalatlah sebagaimana shalat terakhir orang yang hendak berpisah dari dunia. Karena boleh jadi ini adalah shalat terakhir yang bisa ditegakkan, tidak ada yang tau kapan maut datang menjemput.
4. Ingatlah Bahwa Pahala Shalat Berbanding Lurus dengan Kekhusyukan Seseorang.
Nabi shalallahu alaigi wa sallam mengabarkan bahwa banyak orang yang shalat namun tidak mendapatkan pahala yang sempurna, ada yang hanya mendapatkan sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, dst. Semua tergantung pada kualitas shalatnya.Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan:
يكتب للرجل من صلاته ما عقل منها
“Pahala shalat seseorang ditulis berdasarkan apa yang ia pahami dari shalatnya (berdasarkan kehadiran hati)” (Al-Qaulul Mubiin, Syaikh Masyhuur Salaman, hal. 454).
Maka untuk khusyuk dibutuhkan kekompakan dan sinergi antara semua anggota badan. Mata yang fokus, telinga yang mendengar seksama, lisan yang memanjatkan bacaan-bacaan dengan syahdu, hati dan pikiran yang memahami makna shalat yang sedang dikerjakan, dan selalu takut akan mati yang buruk, juga anggota tubuh lain dalam menunaikan gerakan-gerakan shalat dengan thuma’ninah.
Wallahu ta’ala a’lam
Referensi:
– Ar Raudhu Al Murbi
– Catatan Kajian kitab Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqim bersama syeikh Anis Thahir hafidzahullah
Ditulis oleh : Muhammad Fatwa Hamidan