Menasehati sesama muslim adalah salah satu haq antara sesama muslim, dan nasehat ini mencakup perkara dunia dan akhirat, sehingga tatkala kita dimintai nasehat perihal agama, kita wajib menjawab dengan jawaban yang diyakini benar, misalkan seseorang ditanyai tentang suatu hukum dalam pembahasan fiqih “Pak, apa hukum sholat dhuha?” maka kita wajib menjawab dengan jawaban yang kita yakini benar, tidak boleh kita menjawab dengan “kayaknya kayaknya”dan yang semisal, jika memang tidak tau atau ragu-ragu sekalipun maka sebaiknya jawablah dengan “SAYA TIDAK TAHU” dan jangan merasa gengsi tatkala menjawab dengan jawaban tersebut, karena jawaban tersebut lebih selamat di dunia dan akhirat, sebaliknya jika kita menjawab serampangan, konsekwensinya sangatlah besar, yang jawaban tersebut bisa menyesatkan banyak orang wal’iyaadzu billah. Lebih baik lagi jika kita bisa memberikan solusi tatkala kita tidak bisa menjawab, semisal dengan memberikan info seseorang yang bisa menjawab dengan jawaban yang lebih baik, semisal nomer ustadz fulan atau alamat ustadz fulan dan semisalnya.
Atau jika ada pertanyaan mengenai hal yang berkaitan dengan agama akan tetapi tidak murni agama, semisal ada yang bertanya tentang “dimana kajian yang baik?” maka kita wajib menjawabnya dengan jawaban yang kita yakini kajian tersebut memang baik, bukan jawaban yang mengada-ada.
Adapun jika kita dimintai nasehat mengenai perkara dunia, maka kita wajib menjawab dengan sesuai realita, semisal kita ditanyai tentang seseorang “apakah si fulan baik untuk di ajak berbisnis?” atau “apakah si fulan atau fulanah orang yang baik untuk di jadikan suami atau istri?” maka kita wajib menjawab sesuai realita dan sesuai kepentingan, maka kita harus menjawab secara objektif (inshof ) menyebutkan sisi positive dan negativenya sesuai kepentingan, maksudnya tatkala kita menjawab jawablah sampai sang penanya memahami maksud dari jawaban kita, samapai penanya tau kalau si fulan baik atau tidak baik. Sebagaimana tatkala Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam ditanyai oleh Fathimah binti qoys rodhiyallohu ‘anha ketika di khithbah oleh Mu’awiyah dan Abu Jahm, Nabi menjawab :
يا فاطمة أما أبو جهم فلا يضع عصاه عن عاتقه و أما معاوية فسعلوق لا مال له، أنكحي أسامة بن زيد، فقالت : فكرهته، قال صلى الله عليه و سلم : أنكحي أسامة ، فنكحته فجعل الله فيه خيرا و اغتبت (رواه مسلم)
Artinya : “Wahai Fathimah, adapun Abu Jahm dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya (gampang main pukul), adapun Mu’awiyah dia miskin dan tidak punya uang, nikahilah Usamah bin Zaid, Fathimah berkata : Aku tidak menyukainya, Nabi berkata : nikahilah usamah, maka akupun menikahinya, dan Alloh jadikan kebaikan dalam pernikahanku, dan aku merasa bahagia.” [HR. Muslim]
Sebagaimana yang Rasullullah contohkan didalam hadits di atas, cukuplah menjawab sesuai keperluan, tidak boleh menjawab lebih dari kepentingan sang pananya, jika melebihi kepentingan maka masuk kedalam membongkar aib saudaranya (ghibah).
Begitu juga berkaitan dengan hal-hal lain, seperti pembeli di toko bertanya tentang suatu barang, maka jawablah dengan jujur, insyaalloh akan diberkahi dagangannya,
قال النبي صلى الله عليه و سلم : من أشار على أخيه بأمر يعلم أن الرشد في غيره، فقد خان
Artinya : “Siapa yang merekomendasikan kepada saudaranya(bahwa itu yang paling bagus) dan dia tau bahwa ada yang lebih baik dari barang tersebut, maka dia sungguh telah berkhianat.” [HR. Abu dawud, di hasankan syeikh Al Albaany]
عن عبد الله إبن عمر رضي الله عنه قال : قال رسول صلى الله عليه و سلم : التاجر الأمين الصدوق المسلم مع الشهداء. و في رواية: مع النبيين و الصديقين و الشهداء يوم القيامة
Artinya : “Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang yang amanah(terpercaya) dan jujur muslim akan (dikumpulkan) bersama para syuhada”, dalam riwayat yang lain, “bersama Nabi, orang-orang jujur dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).” [HR Ibnu Majah (no. 2139), al-Hakim (no. 2142) dan ad-Daraquthni (no. 17), dalam sanadnya ada kelemahan, akan tetapi ada hadits lain yang menguatkannya, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, HR at-Tirmidzi (no. 1209) dan lain-lain. Oleh karena itu, hadits dinyatakan baik sanadnya oleh imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani (lihat “ash-Shahiihah” no. 3453).
Demikian pembukaan dalam pembahasan adab mensehati sesama muslim insyaalloh akan kita bahas di artikel berikutnya berkaitan definisi nasehat dan hukumnya lebih lanjut, semoga bermanfaat.
wallohu a’lam bisshowaab
Referensi: Syarh bulughul marom kitaabul jaami’hadits pertama , oleh Ustadz Abdulloh zaen, Lc. Ma,. Hafidzohulloh ta’aala
Ditulis oleh Badruz Zaman, Lc.