Kita hidup di ere digital, dimana perkembangan informasi dan teknologi berjalan begitu cepat. Kemajuan ini bila tidak dibarengi dengan ilmu dan iman bukan manfaat yang dapat diraih namun sebaliknya, madarat dan kerusakan besar yang akan dirasakan.
Sebagai orang tua terutama seorang Ayah, ia dituntut untuk mendidik dan mengajari keluarganya terutama agar istri dan anak-anaknya terhindar dari api neraka. Allah Ta’ala berfriman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim: 6)
Fudhail bin Iyadh mengomentari ayat di atas berkata, “Jagalah dirimu dengan amalanmu, jagalah istri dan anak-anakmu dengan mendidik dan menasehati mereka”
Salah satu perkara yang penting untuk diajarkan kepada anak-anak kita adalah tentang self-control. Dan inilah yang akan menjadi pembahasan kita pada tulisan kali ini.
Definisi Self-Control
Self-control adalah perasaan di dalam jiwa sekaligus kekuatan yang dapat mengendalikan anak. la muncul dari keimanan anak atas pengawasan Allah dan keyakinannya bahwa Allah senantiasa melihat segala perbuatannya. Perasaan dan kekuatan tersebut akan mendorongnya untuk selalu berusaha melakukan kebaikan demi mencari keridhaan Allah dan pahala-Nya, serta menjauhi keburukan karena takut dari siksa-Nya. Selanjutnya, anak akan berkomitmen untuk senantiasa mengevaluasi dirinya atas segala perbuatannya secara terus-menerus sehingga dia akan selalu menjaga kesesuaian perbuatannya dengan nilai-nilai akhlak dan norma-norma Islam, baik saat sedang sendirian maupun saat sedang bersama orang lain.
Pentingnya Self-Control
Di era kemajuan informasi dan teknoligi ini, bila anak tidak dibekali dengan self-control yang baik maka bisa jadi anak terjerumus dan terjatuh ke dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariat yang dapat merusak nilai-nilai pendidikan, moral, akhlak, serta munculnya berbagai dampai psikologi, prilaku dan social pada anak. Dampak negative kemajuan teknologi ini telah banyak terjadi di masyarakat semisal, anak kecanduan main game, anak menonton video porno, anak menonton dan mepraktekan prilaku bullying dan beberapa dampak negative lainnya.
Bahkan beberapa waktu lalu terdapat berita yang cukup menggemparkan bahwa Disney selaku perusahaan film animasi dengan bangganya memberi pernyataan bahwa kedepan animasi-animasi yang ditampilkan akan mengusung tema LGBT agar sedari kecil anak-anak sudah dapat menerima adanya LGBT -na’udzu billah min dzalik-.
Berdasarkan fenomena yang ada, maka penanaman self-contol pada anak sangatlah penting. Ketika seorang anak telah mampu mengawasi dan menjaga dirinya, lisannya dan seluruh anggota tubuhnya. dia pun akan mampu mengevaluasi dirinya tanpa membutuhkan evaluasi dari orang lain yang lebih tua darinya. Dia juga akan menjadi orang yang bertanggung jawab atas dirinya dan perbuatannya, senantiasa berjuang untuk melawan hawa nafsunya, serta menghindari perkara-perkara yang akan mencederai adab-adab dan prinsip-prinsip Islam yang menjadi fondasi pertumbuhannya dan yang diajarkan oleh kedua orang tuanya.
Berikut kami paparkan 4 cara menumbuhkan self-control pada anak
1. Menghadirkan Perasaan; Allah Bersama kita dan mengawasi kita.
Penjelasan tentang asmaul husna terutama nama Allah Al-‘Alim (Yang Maha Mengetahui), As-Sami (Yang Maha Mendengar), Al-Bashir (Yang Maha Melihat), Ar-Raqib (Yang Maha Mengawasi).
Barangsiapamengenal nama-nama Allah dan memahaminya dengan benar maka dia akan mengetahui jalan untuk memuji Allah, memuliakan-Nya dan mengagungkan-Nya. Dia juga akan mampu menghadirkan perasaan bahwa Allah senantiasa dekat dengannya, mengawasinya dan mengetahui segala perbuatannya.
Sepenggal Kisah Tentang Self-Control
Dalam sebuah perjalanan, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bertemu dengan seorang anak (budak) yang sedang menggembalakan kambing milik tuannya. Ibnu Umar berkata, “Aku beli kambingmu, seekor saja.”
Si anak menjawab, “Kambing-kambing ini bukan milikku.”
“Katakan saja pada tuanmu, bahwa ada serigala yang memangsa seekor kambingnya,” bujuk Ibnu Umar.
Anak itu bertanya lagi, “Jadi, dimanakah Tuhan?”
Setelah peristiwa itu, Ibnu Umar selalu mengulang-ulang kata anak tersebut, “Lalu, di manakah Allah?”
2. Megontrol Diri dan Mengendalikannya
Para peneliti mendefinisikan “kontrol diri” sebagai kemampuan manusia dalam mengontrol berbagai perasaan, perilaku, dan segala keinginan, khususnya dalam situasi- situasi yang saling bertentangan yang menuntutnya untuk mengambil satu sikap dalam menghadapinya. Hal ini demi mendapatkan “imbalan pada masa yang akan datang” yang berupa kemampuan dalam “manajemen yang efektif untuk masa depannya”.
Makin bertambah kemampuan mengendalikan diri maka makin sedikit kebutuhan anak terhadap kontrol yang bersumber dari kekuatan eksternal (di luar dirinya). Dengan demikian, pengawas bagi segala gerak-geriknya itu muncul dari dalam dirinya sendiri.
3. Memilih Teman yang Baik
Pertemanan atau persahabatan itu indikator paling tampak yang menunjukkan adanya perkembangan anak dalam sisi sosial dan psikologis. Anak membutuhkan banyak teman setiap kali usianya bertambah, untuk memenuhi berbagai kebutuhan-kebutuhannya, seperti mewujudkan keamanan diri, perasaan memiliki, juga menumbuhkan sisi emosional, bahasa, dan sosial di dalam dirinya.
Persahabatan itu dibangun di atas penerimaan, keridhaan, saling memercayai, kesamaan dalam cara pandang dan norma-norma serta keyakinan, juga kesamaan tokoh idola yang dikagumi.
Oleh karena itu, memilih teman yang baik itu sangat penting karena akan berdampak pada kepribadiannya. Pepatah Arab mengatakan,
الصَاحِبُ سَاحِبٌ
“Teman itu dapat menarik”
Teman yang baik akan menarik anak kita kepada hal-hal yang bagik, adapun teman yang buruk maka sebaliknya mengajak kepada hal yang buruk.
4. Mengatur Waktu
Waktu adalah kehidupan manusia, komoditas yang tiada bandingannya yang dianugerahkan kepada umat manusia. Oleh karena itu, kita harus mengatur dan memperhatikannya. Hal inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah, beliau bersabda,
لا تَزُولُ قَدَمًا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْتَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ
“Tidak akan beranjak kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggung- jawaban) tentang umurnya; untuk apa dihabiskannya, tentang ilmunya; bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana dia memperolehnya dan untuk apa dia belanjakan, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakan-nya “ (HR. At-Tirmidzi no.24117)
Di dalam hadis tersebut terdapat penjelasan bahwa waktu merupakan tanggung jawab yang sangat besar bagi seorang muslim. Dia harus menjaganya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya pada hari kiamat. Berbagai macam ibadah yang telah Allah wajibkan kepada kita sangat berkaitan erat dengan waktu-waktu tertentu.
Waktu itu seperti harta, keduanya harus dijaga dan dihemat dalam penggunaannya serta diatur sedemikian rupa meskipun harta itu berbeda dengan waktu karena ia bisa dikumpulkan, disimpan, dan dikembangkan. Adapun waktu kebalikan dari itu! Setiap menit, bahkan setiap detik yang telah berlalu maka selamanya ia tidak akan bisa kembali lagi. Oleh karena itu, setiap orang harus benar- benar menjaga dan mempergunakannya dengan sebaik mungkin, serta tidak menyia-nyiakannya, baik sedikit maupun banyak.
Wallahu Ta’ala A’lam
Referensi:
- Allah Mengawasimu, Nak. Nurah binti Musfir Al-Qarni terjemah kitab Ta’ziz ar-Raqabah adz-Dzatiyah lil Athfal
- Tarbiyatuth Thifl ‘Ala Dhabtin Nafsi, Ahmad Khudair
- https://www.alukah.net/culture/0/5268/
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan
Artikel: HamalatulQuran.Com