Shalat gerhana, baik itu gerhana matahari atau gerhana bulan hukumnya adalah sunnah muakkadah, hal ini telah menjadi kesepakatan pendapat dari empat madzhab.
Shalat gerhana matahari disyariatkan pada tahun kedua hijriyah, sedangkan shalat gerhana bulan menurut pendapat yang kuat (rajih) pada tahun kelima hijriyah.
Dalil Syariat Shalat Gerhana
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah. (QS. Al-Fushilat: 37)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إنَّ الشَّمسَ والقَمرَ لا يَنكسِفانِ لِمَوتِ أحدٍ من النَّاسِ، ولكنَّهما آيتانِ من آياتِ اللهِ؛ فإذا رَأيتُموهما فقُوموا فصَلُّوا
Sungguh, gerhana matahari dan bulan tidak terjadi sebab mati atau hidupnya seseorang, tetapi itu merupakan salah satu tanda kebesaran Allah Ta’ala. Karenanya, bila kalian melihat gerhana matahari dan gerhana bulan, bangkit dan shalatlah kalian. (HR. Bukhari no. 1041)
Tata Cara Shalat Gerhana
Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ ، فَكَبَّرَ ، فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ، ثُمَّ قَالَ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقَامَ وَلَمْ يَسْجُدْ ، وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ، هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى . ثُمَّ كَبَّرَ وَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ، وَهُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ . ثُمَّ قَالَ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ قَالَ فِي الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ . فَاسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ، فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ
“Terjadi gerhana matahari pada saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, kemudian Beliau keluar menuju masjid untuk melaksanakan sholat, dan para sahabat berdiri dibelakang Beliau membuat barisan shof sholat, lalu Beliau bertakbir dan membaca surat yang panjang, kemudian bertakbir dan ruku’ dengan ruku’ yang lama, lalu bangun dan mengucapkan: sami’allahu liman hamidah. Kemudian bangkit dari ruku’ dan tidak dilanjutkan dengan sujud, lalu membaca lagi dengan surat yang panjang yang bacaannya lebih singkat dari bacaan yang pertama tadi. Kemudian bertakbir, lantas ruku’ sambil memanjangkannya, yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama. Lalu mengucapkan: ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian sujud. Beliau melakukan pada raka’at yang terakhir seperti itu pula maka sempurnalah empat kali ruku’ pada empat kali sujud” (HR. Muslim no. 2129).
Berdasarkan hadis di atas maka dapat kita runutkan tata cara shalat gerhana sebagai berikut,
- Takbiratul ihram
- Membaca do’a istiftah kemudian berta’awudz, dan membaca surat Al Fatihah dilanjutkan membaca surat yang panjang.
- Kemudian ruku’, dengan memanjangkan ruku’nya.
- Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’.
- Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.
- Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
- Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah, rabbanaa wa lakal hamd’, kemudian berhenti dengan lama.
- Kemudian melakukan dua kali sujud dengan memanjangkannya, diantara keduanya melakukan duduk antara dua sujud sambil memanjangkannya.
- Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.
- Tasyahud.
- Salam.
Gerhana Pernah Terjadi Saat Meninggalnya Putra Nabi
syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri rahimahullah dalam Ta’liq beliau untuk kitab Bulughul Maram pada halaman 139, beliau berkata,
انكسفت الشمس يوم مات إبراهيم بن النبي صلى الله عليه وسلم وهو اليوم التاسع والعشرومن من شهر شوال في السنة العاشرة من الهجرة كان في ذلك اليوم في الساعة الثامنة والنصف صباحا
“Gerahana matahari di zaman Nabi shallallahu ’alaihi wasallam itu terjadi berbarengan dengan meeninggalnya purta beliau yang bernama Ibrahim, yaitu pada tanggal 29 syawal tahun 10 hijriyah, dan terjadi pada jam 08.30 pagi.
Tuntunan Amalan Ketika Gerhana
Bagi yang melihat gerhana maka hendaknya ia melaksanakan shalat gerhana dan beberapa hal lain yang telah dituntunkan oleh bagina Nabi shalallahu’alaihi wasallam, Beliau bersabda,
ففزعوا إِلَى ذِكْرِ اللّٰه وَ دُعَائِه و استِغْفَارِه
“(Jika melihat gerhana) maka bersegeralah untuk mengingat Allah, berdo’a dan memohon ampun kepada-Nya.” (HR. Bukhari no 1059)
Semoga dengan kita mengamalkan tuntunan-tuntunan yang telah Nabi shalallahu’alihi wasallam ajarkan terkait gerhana, dapat meningkatkan ketaqwaan dan rasa takut kita kepada Allah subahanahu wa ta’ala
Referensi:
- Fiqhul Ibadah, Dorar Tsaniyah
- Ithaful Kiram Ta;liq Bulughul Maram, Dar Faiha