Pertumbuhan dan perkembangan hidupan anak sedikit banyak akan terikat dengan kedua orang tuanya, karena orang tua adalah orang yang paling banyak berinteraksi dengan anak-anaknya. Maka tidak heran orang tau dapat memberi pengaruh besar untuk anak-anaknya, karena semua anak yang baru dilahirkan sejatinya dia di atas fitroh yang lurus. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagai orang tua wajib mengetahui apa saja hak anak-anaknya yang menjadi kewajiban orang tua untuk menjalankannya, berikut ulasan singkat tentang hak-hak anak.
A. Hak Anak Sebelum Terwujud (sebelum lahir)
- Memilihkan ibu yang baik dan shalehah, dengan tidak sembarang menikahi wanita yang dia temui, karena wanita (read ibu) kelak dia akan lebih banyak interaksi dan mengasuh anak-anak, maka sebelum terwujudnya anak harus ada calon ibu yang baik. Rasulullah ‘alaihis shalatu was salam telah memberi solusi tentang ini.
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Perempuan dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah yang baik agamanya niscaya tanganmu(usahamu) tidak rugi.” (HR. Muslim.)
Bagitu juga wanita hendaknya memilihkan calon ayah untuk anak-anaknya kelak dia yang shaleh, tidak melihat ke harta, ketampanan dan kegagahannya, tetapi berusaha untuk mencari calon ayah yang shaleh.
إذا جاءكُم من ترضونَ دينَهُ وخلُقهُ فأنْكحوهُ
“Apabila datang kepada kalian sesorang yang kalian ridho terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkan (putri kalian) dengannya.” (HR. Tirmidzi)
Sebagian ulama mengatakan : jika ada seseorang laki-laki yang menikahi wanita padahal dia tau bahwa wanita ini tidak bisa baik dalam mendidik anak-anaknya kelak, maka Allah akan menghisabnya nanti di akherat, hukum ini juga berlaku untuk seorang wanita.
- Memperbaiki diri bersama antara suami dan istri yang menjadi calon ayah dan calon ibu, berusaha menjadi hamba yang shaleh dan shalehah, hamba yang dekat dengan Allah sebelum mendapat hadiah sebuah amanah berupa anak. Orang tua yang sholeh akan membawa anak keturunan yang sholeh, ini berdasarkan firman Allah tentang kisah nabi Khidhir yang membangun sebuah rumah yang telah reyot (hampir rubuh) kemudian beliau (nabi Khidhir) menceritakan kepada nabi Musa sebab beliau membangun rumah yang reyot tersebut :
وَأَمَّا ٱلۡجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَـٰمَیۡنِ یَتِیمَیۡنِ فِی ٱلۡمَدِینَةِ وَكَانَ تَحۡتَهُۥ كَنزࣱ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَـٰلِحࣰا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن یَبۡلُغَاۤ أَشُدَّهُمَا وَیَسۡتَخۡرِجَا كَنزَهُمَا رَحۡمَةࣰ مِّن رَّبِّكَۚ وَمَا فَعَلۡتُهُۥ عَنۡ أَمۡرِیۚ ذَ ٰلِكَ تَأۡوِیلُ مَا لَمۡ تَسۡطِع عَّلَیۡهِ صَبۡرࣰا
“Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang salih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu.” (QS. al-Kahfi: 82)
Ibnu katsir rohimahullah mengomentari ayat ini pada lafadz وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا
وَقَوْلُهُ: ﴿وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا﴾ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الرَّجُلَ الصَّالِحَ يحفظ في ذريته، وتشمل بركة عِبَادَتِهِ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، بِشَفَاعَتِهِ فِيهِمْ وَرَفْعِ دَرَجَتِهِمْ إِلَى أَعْلَى دَرَجَةٍ فِي الْجَنَّةِ لِتَقَرَّ عَيْنُهُ بِهِمْ، كَمَا جَاءَ فِي الْقُرْآنِ وَوَرَدَتِ السُّنَّةُ بِهِ . قَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: حُفِظَا بِصَلَاحِ أَبِيهِمَا، وَلَمْ يُذْكَرْ لَهُمَا صَلَاحٌ، وَتَقَدَّمَ أَنَّهُ كَانَ الْأَبُ السَّابِعُ.
“Didalamnya dalil bahwa seseorang yang sholeh anak keturunannya akan dilindungi, mereka (keturunan) akan mendapat keberkahan dari seseorang yang sholeh tersebut baik dunia maupun akherat, bisa mensyafaati mereka, dan bisa meninggikan derajat mereka sampai derajat paling tinggi di surga supaya mata dia sejuk dengan bisa melihat mereka, sebagaimana telah tertuang hal ini di dalam alquran dan assunnah. Sa’id bin Jubair berkata dari ibnu Abbas rodhiyallahu anhuma : mereka di jaga dengan kesholehan bapak mereka berdua, dan tidak tersebutkan kesholehan mereka berdua, dan telah lalu bahwa bapaknya itu adalah bapak ke tujuh”
- Senantiasa berdoa memohon kepada Allah anak dan keturunan yang sholeh dan sholehah.
Nabi Ibrohim berdoa kepada Allah memohon putra yang sholeh
رَبِّ هَبۡ لِی مِنَ ٱلصَّـٰلِحِینَ
“Ya Robku anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (QS. As-Shofaat: 100)
Dan juga nabi Zakariya berdoa kepada Allah memohon keturunan yang baik
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِیَّا رَبَّهُۥۖ قَالَ رَبِّ هَبۡ لِی مِن لَّدُنكَ ذُرِّیَّةࣰ طَیِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِیعُ ٱلدُّعَاۤءِ
“dia (nabi Zakariya) berdoa, “Ya Robku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.” (QS. Ali ‘Imron: 38)
Berdoa memohon anak dan keturunan yang sholeh tidak hanya dilakukan ketika belum punya anak, tetapi terus berkelanjutan selama hidup di kandung badan. Syareat yang hanif ini mengajarkan doa untuk menggapai anak yang sholeh hingga ketika hubungan suami istri dianjurkan untuk berdoa supaya diberi anak yang dijahui syaithon, Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda:
لو أنَّ أحَدَكم إذا أراد أن يأتيَ أهلَهُ قال: بسمِ اللهِ، اللَّهمَّ جنِّبْنا الشَّيطانَ، وجنِّبِ الشَّيطانَ ما رزَقْتَنا، ثمَّ قُدِّرَ أن يكونَ بينهما ولَدٌ في ذلك لم يضُرَّهُ شيطانٌ أبدًا
“Seandainya kalian jika mendatangi istrinya dan berdoa:
بسم الله اللهم جنبنا الشيطان و جنب الشيطان ما رزقتنا
“Dengan nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari syaithon dan jauhkanlah syaithon dari rizki (anak) yang engkau kasihkan ke kami”
Kemudian dari hubungan tersebut Allah mentakdirkan seorang anak, maka syaithon tidak akan membahayakan anak tersebut selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah senantiasa memeberi kepada kita taufiq-Nya.
Wa Allahu a’lam.
Bersambung…
Ditulis Oleh: Muhammad Fathoni, B.A