Syarat Minimal untuk Menjadi Muqri
Alhmadulillah washolatu wassalam ‘ala man la nabiyya ba’dah. Amma Ba’du.
Menjadi seorang pengajar Al-Quran merupakan sebuah amalan mulia. Sebuah amalan yang dahulu dilakukan oleh Malaikat Jibril ‘alaihissalam saat menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran:
فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ
“Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (QS Al-Qiyamah: 18)
Beliau shollallohu ‘alaihi wasallam pun biasa memotivasi para sahabatnya untuk mengemban amanah mulia tersebut, sebagaimana dalam sabdanya:
خيركم من تعلم القرآن وعلمه
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya” (HR Bukhori)
Dalam mengajarkan Al-Quran sejatinya terdapat beberapa tingkatan, mulai dari mengajar huruf-huruf hijaiyyah atau yang biasa kita kenal dengan iqro’, mengajarkan tajwid hingga mewariskan ijazah sanad Al-Quran kepada generasi selanjutnya. Semuanya memiliki keutamaan tersendiri serta memiliki potensi untuk meraih janji Nabi pada hadits diatas. Dan semakin tinggi tingkatan yang dicapai, tentu semakin besar persyaratan yang harus dipenuhi.
Oleh karenanya, untuk bisa memberikan sanad pastinya tak semudah membalikkan tangan. Sebab butuh kriteria tertentu hingga seorang pengajar Al-Quran bisa mewariskan sanad yang ia miliki. Sebab silsilah mulia ini merupakan sebuah amanah besar yang tak boleh sembarang dibagikan kepada orang lain. Seorang pemberi sanad harus memastikan bahwa ia telah mampu mencetak murid yang pantas untuk meneruskan perjuangannya.
Imam Ash-Shofaqusi rohimahulloh pernah menyebutkan gambaran kriteria yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah ia harus memastikan bahwa pondasi akidahnya benar-benar telah kokoh. Disamping itu ia juga harus menguasai dengan baik ilmu fiqih sesuai porsi yang wajib bagi tiap muslim agar ibadah yang ia lakukan sesuai dengan tuntunan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam. Beliau juga mengingatkan agar seorang muqri berusaha memahami dengan baik ilmu nahwu dan shorof yang mana akan membantunya dalam memahami isi kandungan Al-Quran.
Setidaknya ada 7 ilmu yang harus dikuasai sebelum seorang pengajar Al-Quran dapat duduk sebagai seorang Muqri.
Pertama: Ilmu Bahasa Arab (nahwu dan shorof)
Kedua: Ilmu Tajwid
Ketiga: Ilmu Rosm Al-Quran
Keempat: Ilmu Waqof & Ibtida’
Kelima: Ilmu Fawashil atau yang juga dikenal sebagai ilmu Addul Ay
Keenam: Ilmu Sanad Al-Quran
Ketuju: Ilmu Ibtida’ & Khotm atau yang dikenal dengan Bab Isti’adzah dan Takbir.
Ketujuh ilmu diatas nantinya juga akan memudahkan seseorang dalam memahami ilmu qiroat. Sebab seorang muqri memang dituntut untuk bisa memahami berbagai qiroat yang ada, bukan hanya berhenti dan puas dengan riwayat Hafs yang telah dimiliki.
Dikarenakan persyaratan yang cukup berat sebagaimana tertulis diatas, Ibnul Jazari rohimahulloh mengingatkan para penghafal Al-Quran untuk selektif dalam memilih guru. Jangan sampai salah dan berguru kepada orang yang “nekat” mengajar dan memberikan sanad padahal ia belum mampu. Beliau rohimahulloh pernah menukil perkataan Imam Al-Hudzali rohimahulloh dalam kitabnya:
لا تغتروا بكل مقرئ إذ الناس على طبقات
“Janganlah kalian tertipu dengan setiap muqri, sebab tiap orang memiliki tingkatan yang berbeda-beda”
Selanjutnya beliau menjelaskan berbagai macam model muqri sekaligus mana yang harus dijauhi dan mana yang tepat untuk dijadikan sebagai guru. InsyaAllah pembahasan seputar hal ini akan kami paparkan lebih lanjut pada artikel mendatang.
Semoga Allah subhanahu wata’ala mengaruniakan kepada kita ilmu yang bermanfaat. Amiin
***
Referensi
– Munjidul Muqriin, Ibnul Jazari
– Ghoits An-Naf’i, Ash-Shofaqusi
Ditulis oleh: Afit Iqwanuddin, Lc.
(Alumni PP Hamalatul Quran Yogyakarta dan mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Qiroat Fakultas Al Qur’an Universitas Islam Madinah)