“Laa ilaaha illallah wallahu akbar”
Kalimat diatas merupakan jawaban Imam Al Bazzi rohimahulloh ta’ala saat ditanya oleh salah satu murid beliau Al Hasan bin Al Habbab tentang bagaimana cara bertakbir. Namun perlu diketahui bahwa takbir yang ditanyakan bukanlah takbir saat hari raya maupun takbirotul ihrom, melainkan takbir diantara surat-surat terakhir pada juz 30.
Ya, dalam pembahasan ilmu qiroat terdapat satu bab khusu yang dipunggawai oleh Imam Al Bazzi rohimahulloh, sehingga terasa ada yang kurang jika tidak sedikit menyinggung hal ini saat membahas kisah hidup beliau.
Bab yang dimaksud adalah Bab Takbir. Dimana saat seorang Qori` talaqqi dan sampai pada surat Adh Dhuha maka ia dianjurkan untuk bertakbir disetiap akhir surat hingga surat An Nas. Meskipun hal ini masyhur dari Imam Al Bazzi namun bukan berarti beliau yang mempeloporinya, akan tetapi sebagaimana lazimnya ilmu qiroat, hal tersebut juga berdasarkan riwayat. InsyaAllah pembahasan seputar hal ini akan kami bahas lebih jauh dalam artikel dengan tagline: Belajar Qiroat.
Seorang Muadzin Masjidil Harom Keturunan Persia
Imam Al Bazzi rohimahulloh lahir pada tahun 170 H, nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Ahmad bin Muhammad bin Abdillah bin Al Qosim bin Nafi’ bin Abi Bazzah. Kakek buyut beliau (Abu Bazzah) bernama Basysyar, seorang lelaki Persia yang masuk islam melalui tangan As Saib bin Shoifi Al Makhzumi.
Beliau merupakan seorang Imam Qiroat di kota Makkah sekaligus Muadzin Masjidil Harom selama kurang lebih 40 tahun. Keilmuan dan kegigihan beliau dalam mengajrkan Al-Quran tidak diragukan lagi, sehingga nantinya para ulama memilih beliau sebagai salah satu dari 2 rowi Ibnu Katsir. Padahal disana masih banyak ulama lain yang membaca dan mengajarkan Al-Quran menggunakan riwayat Ibnu Katsir tersebut.
Berbeda dengan 2 rowi Imam Nafi’ yaitu Qolun dan Warsy yang merupakan murid Nafi’ secara langsung, 2 rowi Ibnu Katsir bukanlah murid langsung akan tetapi terdapat perantara antara keduanya dengan Ibnu Katsir. Sebab keduanya memang tidak bertemu langsung dengan Ibnu Katsir, akan tetapi mereka talaqqi Al-Quran kepada para ulama yang turun-temurun meriwayatkan Qiroat Ibnu Katsir.
Diantara perkataan beliau yang masyhur adalah pembelaan beliau terhadap kitabulloh, yaitu bahwasanya Al Quran adalah kalamulloh dan bukanlah makhluk. Beliau berkata :
فمن قال هو مخلوق، فهو على غير دين الله تعالى، ودين رسوله -صلى الله عليه وسلم، حتى يتوب
“Maka barangsiapa yang berkata bahwasanya Al-Quran adalah makhluq, sesungguhnya ia berada diatas agama selain agama Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya shollallohu ‘alaihi wasallam hingga ia bertaubat.
Guru & Murid Beliau
Diantara guru talaqqi beliau adalah ayah beliau sendiri Muhammad bin Abdulloh, kemudian Ikrimah bin Sulaiman, Abul Akhrith Wahb bin Wadhih dan Abdulloh bin Zayyad.
Adiapun diantara jajaran murid talaqqi beliau adalah Al Hasan bin Al Habbab, Abu Robi’ah Muhammad bin Ishaq Ar Rub’i, Muhaimmad bin Harun serta Qunbul yang merupakan rowi kedua dari Ibnu Katsir. Nantikan kisah beliau -insyaAllah- dalam : Serial Ahli Qiroat #10 : Qunbul, Polisi Kota Makkah yang Ahli Qiroat.
Riieferensi :
Ma’rifatul Qurro` Al Kibar, Imam Adz Dzahabi
Ghoyah An Nihayah, Ibnul Jazari
Tarikh Al Qurro` Al ‘Asyaroh, Abdul Fattah Al Qodhi
***
Ditulis oleh : Afit Iqwanudin, A.Md, Lc
(Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, Mahasiswa Pascasarjana jurusan Ilmu Qiro’at, Fakultas Qur’an di Universitas Islam Madinah KSA)