Sejak Allah menurunkan kitab suci Al-Quran dengan bahasa Arab, para ulama dan cendekiawan muslim terus mempelajari dan mendalami berbagai cabang ilmu bahasa Arab dalam rangka menggali kandungan ayat-ayat suci Al-Quran, dan menyelami lautan ilmu yang terdapat di dalamnya.
Karenanya, bahasa Arab menjadi bagian terpenting untuk memahami Al-Quran, dan merupakan jalur utama untuk mentadabburi isinya.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah berkata,
فَإِنَّ نَفْسَ اللُّغَةِ العَرَبِيَّةِ مِنَ الدِّيْنِ، وَمَعْرِفَتَهَا فَرْضٌ وَاجِبٌ، فَإِنَّ فَهْمَ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَرْضٌ، وَلَا يُفْهَمُ إِلَّا بِفَهْمِ اللُّغَةِ العَرَبِيّةِ، وَمَا لَا يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sungguh Bahasa arab termasuk bagian dari agama, dan mengetahuinya merupakan kewajiban. Karena memahami Al-Quran dan sunnah adalah kewajiban. Sedangkan keduanya tak mungkin bisa dipahami kecuali dengan perantara bahasa arab. Dan (kaidah yang berlaku adalah) segala kewajiban yang tak dapat terlaksana kecuali dengan sarana tertentu, maka menggunakan sarana tersebut hukumnya wajib.”
Potret Semangat Ulama Mempelajari Bahasa Arab
Berikut ini adalah sekilas dari semangat para ulama mempelajari bahasa Arab, yang menunjukkan usaha dan upaya mereka dalam memberikan perhatian terhadap bahasa Al-Quran Al Karim.
- Hammad bin Salamah (w 167 H).
Ulama hadis dan nahwu ternama. Dikisahkan bahwa Hammad bin Salamah meninggalkan majlis imam Hasan al Bashri seraya duduk dan belajar di majlis para ahli bahasa arab di kota Bashrah.
Begitu antusias beliau mempelajari ilmu bahasa Arab, sampai pun harus meninggalkan (sementara) majelis seorang ulama kota Bashrah saat itu; Hasan Al Bashri.
- Amru bin Utsman Sibawaih (w 180 H).
Seorang imam nahwu berdarah persia. Ia berguru kepada Khalil Al Farahidi. Menimba ilmu bahasa Arab, dan banyak menukil dari Khalil dalam karya agungnya yang bertajuk Al-Kitab (dalam ilmu nahwu).
Diceritakan, bahwa Sibawaih pernah duduk di majelis Hammad bin Salamah, untuk belajar hadis. Kemudian ia keliru membaca potongan hadis. Hammad bin Salamah pun menegur dan membenarkannya. Mulai saat itu lah ia bertekad untuk menimba ilmu bahasa Arab agar tidak terulang lagi kasus yang serupa.
Ali bin Hamzah Al Kisai (w 189 H).
Ulama rujukan dalam ilmu nahwu dan qiraat. Ia masuk ke pelosok wilayah Arab, dalam rangka mendalami bahasa Arab langsung dari orang Arab badui yang masih terjaga kefasihannya, dan belum terkontaminasi bahasanya. Ia melakukan hal tersebut agar dapat memahami lebih dalam sisi perbedaan bacaan Al-Quran/qiraat yang ia pelajari dari sejumlah gurunya. Sebab, tidak mungkin bisa mencapai titik tersebut, kecuali setelah benar-benar menguasai ilmu bahasa arab.
- Imam Asy Syafi’i (w 204 H).
Imam madzhab jenius yang tidak diragukan dalam ilmu fikih dan ushul. Murid imam Malik, dan guru imam Ahmad bin Hanbal.
Asy Syafi’i mendalami bahasa Arab dari orang arab badui, suku Hudzail. Ia menetap di sana dalam kurun waktu yang cukup lama. Sampai-sampai ia dikenal menguasai syair-syair suku Hudzail.
Al ‘Ashma’i -salah seorang ulama sastra- menuturkan,”Aku mempelajari syair suku Hudzail dari seorang pemuda quraisy.” yakni Asy Syafi’i.
Kepiawaian Syafi’i dalam nahwu pun sangat diakui. Sampai-sampai Al Mazini -seorang ulama Nahwu- menuturkan,”Menurut kami Asy Syafi’i adalah Hujjah dalam ilmu nahwu.”
Tak heran jika imam Asy Syafi’i menjadi imam besar dalam bidang ushul fikih.
- Abu Umar Al Jarmi (w 225 H).
Ulama nahwu sekaligus perawi hadis. Al Jarmi sangat menguasai Al-Kitab karya Sibawaih yang ditulis dalam ilmu nahwu. Sampai-sampai Imam Ath Thabari menceritakan, bahwa Al Jarmi berkata, ”Aku berfatwa selama tiga puluh tahun menggunakan kitab (nahwu) milik Sibawaih.”
- Abu Ishaq Az Zajjaj (w 311 H).
Seorang ulama populer dengan karyanya yang berjudul ma’ani Al-Quran.
Al Farra’ berguru kepada dua ulama bahasa ternama di masanya, Ahmad bin Yahya Tsa’lab dan Muhammad bin Yazid Al Mubarrid. Ia menimba ilmu kepada keduanya dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga menjadi ulama besar dalam bahasa Arab dan ilmu Al-Qur’an.
Demikian sekilas dari semangat Ulama mendalami ilmu bahasa Arab. Masih banyak lagi contoh terkait hal tersebut. Namun, sejumlah contoh yang telah kami torehkan dalam tulisan kali ini mudah-mudahan cukup untuk memberikan sedikit motivasi bagi kita agar lebih semangat mempelajari bahasa Al-Quran. Sehingga bisa memahami Al-Quran lebih jauh, dan menyelami makna-makna indah yang terkandung di dalamnya. Wallahu a’lam.
***
Referensi:
– Thabaqat An Nahwiyyin wa Al Lughawiyyin, Abu Bakar Az Zubaidi.
– Tahdzib Al Lughah, Abu Manshur Al Azhari.
– Tarikh Baghdad, Al Khatib Al Baghdadi.
– Mu’jam Al Udaba’, Yaqut Al Hamawi.
– Tahzdib Al Asma, An Nawawi.
– Iqtidha’ Ash Shirat Al Mustaqim, ibnu Taimiyah,
– Ghayah An Nihayah, Ibnu Al Jazari.
Bughyatul Wu’aat, As Suyuthi.
Ditulis Oleh: Abu Huraerah, Lc.
Artikel HamalatulQuran.com