Beruntungnya seseorang ketika diberi hidayah untuk semangat beribadah. Pada saat banyak orang yang lalai, justru dia dengan mudahnya bangun mengangkat anggota tubuhnya untuk menghadap Allah. Tapi sayangnya syaithon tidak berhenti menyesatkan manusia sekalipun terhadap orang yang rajin beribadah. Setan cukup merayu ahli ibadah agar menyombongkan diri dengan banyaknya ibadah. Karena bisikan tersebut seorang ahli ibadah bisa terjatuh pada kesia-siaan.
Di antara bentuk menyombongkan diri dengan ibadah adalah selalu merasa lebih baik dari orang yang terlihat tidak rajin ibadahnya. Bentuk lainnya adalah merendahkan orang lain yang tidak seantusias dia dalam beribadah. Atau membanggakan sebuah status yang didapat dari hasil beribadah.
Jika ibadah yang sudah dikerjakan ternyata tidak mendapat pahala akibat menyombongkan diri, maka sifat menyombongkan diri ini sangat berbahaya dan perlu disingkirkan. Oleh karenanya Agar seorang selalu bisa menjaga ibadahnya dari kesombongan bisa dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Meyakini Bahwa Semua Kemampuan Adalah Pemberian dari Allah
Semua manusia yang terlahir di muka bumi ini tidak ada satupun yang langsung dibekali dengan berbagai kemampuan dan kekuatan. Jika dilihat bagaimana awal penciptaan manusia maka wujudnya tidak sampai satu tetes air mani. Kemudian Allah jadikan dalam bentuk manusia dengan berbagai macam fasilitas yang melengkapi tubuh manusia. Ini menunjukkan bahwa tanpa Allah manusia itu sangat lemah.
Oleh karenanya tidak layak menyombongkan diri ketika merasa mampu beribadah lebih dari yang lain. Karena sejatinya kemampuan itu adalah nikmat yang diberikan Allah dan manusia selalu bergantung dengan nikmat itu. Oleh karenanya semua manusia disebut faqir oleh Allah Allah Subhanahu Wataala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ
“ Wahai manusia sekalian kalian adalah orang-orang faqir terhadap Allah Dan Allah maha kaya dan terpuji”
Status sebagai manusia yang faqir di hadapan Allah mendorong manusia untuk meminta apa yang dibutuhkan kepada Allah. Bahkan untuk memiliki kemampuan agar bisa beribadah dengan baik, ada do`a khusus yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallohu Alaihi Wasallam untuk dibaca setiap selesai sholat:
أُوصيكَ يا معاذ لا تَدَعن في دُبُر كُل صلاةٍ تقول: اللهُمَّ أعني على ذِكْرِكَ وشُكْرِكَ وحُسْنِ عِبادَتك
“Aku mewasiatkan kepada engkau wahai muadz jangan tinggalkan di setiap selesai sholat untuk membaca “Ya Allah tolonglah Aku agar aku selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada–Mu, dan beribadah dengan baik kepada–Mu.” (HR. Abu Dawud no. 1522)
2. Meyakini Bahwa Ibadah Kita Banyak Kekurangannya
Manusia pada umumnya tidak layak mengklaim telah melakukan suatu ibadah dengan sempurna. Karena semakin seorang mempelajari hakekat ibadah akan semakin nampak kekurangan yang menyertai ibadahnya. Kekurangan bisa berbentuk kesalahan dalam melakukan suatu bagian ibadah tertentu. Dan kekurangan bisa juga berbentuk lupa. Oleh karenanya, manusia disifati sebagai makhluq yang tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Rasulullah Shallallohu Alahi Wasallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak adam pasti bersalah. Dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi no. 2499 Hadis ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Dengan berbagai kekurangan yang dimiliki seharusnya mendorong manusia agar lebih fokus pada memohon ampun atas kekurangannya. Oleh karenanya setelah selesai salam pada sholatnya, seorang muslim diminta untuk beristighfar memohon ampun atas kelalaian dan kesalahan baik yang diketahui dan tidak diketahuinya.
3. Tidak Bisa Menjamin Akan Husnul Khotimah
Kondisi kematian seseorang tidak bisa diprediksi oleh satupun manusia. Allah Subahnahu Wat`ala berfirman:
وَمَا تَدۡرِي نَفۡسُۢ بِأَيِّ أَرۡض تَمُوتُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرُۢ
“Dan tidak ada seorangpun mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal” (QS Luqman: 34)
Dengan dirahasiakannya kondisi kematian seorang dari prediksi manusia, maka tidak patut seseorang bangga dengan amalannya. Bisa jadi orang yang dipandang rendah ibadahnya justru menjadi baik di akhir hayatnya. Sebaliknya, bisa jadi orang yang membanggakan diri dengan amalannya justru berbalik menjadi buruk di akhir hayatnya.
Ditulis Oleh: Malki Hakim, SH