Taubat adalah jalan kembali menuju ampunan Allah setelah seseorang terjatuh dalam dosa. Ia bukan sekadar ucapan istighfar di lisan, namun sebuah perjalanan hati yang tulus, disertai perubahan nyata dalam perilaku. Dalam kehidupan seorang Muslim, taubat menjadi bukti kesadaran akan kelemahan diri dan kebesaran rahmat Allah yang Maha Pengampun. Namun, sering kali muncul pertanyaan: apakah taubat saya sudah benar? Artikel ini akan mengulas tanda-tanda taubat yang benar menurut panduan Al-Qur’an, Hadis, dan penjelasan para ulama, agar kita tidak hanya menyesal, tapi juga diterima dan diperbaiki oleh Allah Ta’ala.
Taubat yang benar memiliki tanda-tanda, diantaranya:
1. Kondisi seorang yang telah bertaubat itu lebih baik daripada kondisi sebelumnya.
2. Selalu dibayangi rasa takut dengan siksaan sebelum dia meninggal dan mendengar malaikat berkata kepadanya:
أَلاَ تَخَافُوْا وَ لاَ تَحْزَنُوْا وَ أَبْشِرُوْا باِلجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
“Janganlah kalian merasa takut dan sedih. Gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan untuk kalian.”(QS. Fushilat: 30).
Pada saat itulah rasa takut menjadi hilang.
- Banyak menangis, merasa bersalah dan menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Juga termasuk dalam tanda-tanda taubat yang benar adalah timbulnya kesusahan yang aneh dalam hati yang tidak bisa digambarkan. Perasaan ini tidaklah timbul kecuali dalam diri orang yang melakukan perbuatan dosa. Hal itu tidaklah timbul semata karena rasa lapar dan cinta. Sesungguhnya rasa itu lebih dari pada itu semua. Hati merasa benar-benar bersalah di hadapan Allah. Rasa bersalah itu meliputi seluruh hatinya dari segala sisi. Rasa bersalah itu akan menimbulkan rasa rendah diri dan khusyuk di hadapan Allah.
Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah selain rasa bersalah, khusyuk, rendah diri, tawadhu, menyendirinya hamba di hadapan-Nya dan berserah dirinya seorang hamba kepada-Nya. Dalam keadaan demikian itu, sungguh betapa manisnya ucapan yang mengatakan:
“Aku hanya meminta rahmat-Mu dengan kemulian-Mu dan kehinaan diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan kekuatan-Mu dan kelemahanku, dengan kekayaan-Mu dan kemiskinanku. Inilah ubun-ubunku seorang pendusta dan berbuat kesalahan berada di hadapan-Mu. Hamba-Mu yang selain aku begitu banyak. Tidaklah aku memiliki Tuan kecuali Engkau. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari siksa-Mu kecuali dengan-Mu. Aku memohon kepada-Mu seperti permintaan orang miskin. Aku berdoa kepada-Mu sebagaimana doa orang yang tunduk dan merendahkan diri. Aku berdoa kepada-Mu seperti doanya orang yang takut dan buta. Aku meminta kepada-Mu seperti permintaannya orang yang leher dan dirinya telah tunduk kepada-Mu, orang yang air matanya berlinang karena-Mu dan orang yang hatinya merendahkan diri kepada-Mu.”
Demikian itu dan hal-hal yang semisalnya adalah pertanda taubat yang diterima. Barang siapa yang tidak menjumpai hal itu dalam hatinyanya, hendaknya dia kembali untuk memperbaiki taubatnya. Sebenarnya, betapa sulitnya taubat yang benar dan betapa ringannya kalau cuma sekedar ngomong dengan lisan dan mengaku-aku saja. Tidaklah seseorang itu melakukan suatu perbuatan yang terasa lebih berat daripada melakukan taubat yang tulus dan sejati. Tidak ada daya dan upaya melainkan dari Allah. (Tahdzib Madarij As Salikin: 125-126).
Umar bin Dzar (wafat: 153 H) berkata: “Setiap kesedihan itu akan hilang kecuali kesedihan orang yang bertaubat dari dosa.”(Nuzhatul Fudhola,: 2/845).
- Merasa dunia itu sempit padahal sebenarnya luas. Orang yang berbuat dosa, hatinya merasa sempit sampai dia bisa bertaubat.
Rasa sempit yang timbul ini adalah sebagaimana firman Allah tabaraka wa ta’ala mengenai tiga orang sahabat y yang tidak mengikuti perang Tabuk dan kemudian mereka mendapatkan ampunan dari Allah. Allah berfirman:
artinya: “Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (permintaan taubat) mereka, hingga apabila bumi itu telah sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. At Taubah: 118)
- Meninggalkan teman-teman yang jelek.
Orang yang mengaku bertaubat dengan benar kemudian dia tetap berkawan dengan teman-teman yang jelek dan tidak mau meninggalkan mereka maka boleh jadi dia adalah:
- orang yang berdusta dengan statemen yang telah dibuatnya,
- atau orang yang mengikuti dorongan hawa nafsunya yang begitu kuat. Akibatnya, nafsu menyetirnya untuk berteman dengan teman-teman yang jelek. Kalau dia tidak termasuk ke dalam dua kelompok di atas maka dia pasti akan meninggalkan teman-teman jeleknya sejak awal mula taubatnya.
Syaqiq Al Balkhi rahimahullah ta’ala mengatakan (wafat: 194) bahwa tanda orang yang bertaubat adalah menangisi perbuatannya yang dulu, takut terperosok dalam perbuatan dosa, meninggalkan teman-teman jeleknya dan berkawan dengan orang-orang yang baik.
KAIDAH DAN CATATAN PENTING
- Kejelekan orang yang bertaubat akan diganti dengan kebaikan. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman:
إِلاَّ مَنْ تَابَ وَ آمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا فَأُلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئاَتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَ كَانَ اللهُ غَفُوْرًا رَحِيْمًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al Furqon: 70).
- Taubat yang paling berat adalah taubat nashuhah. Kami telah menjelaskan bahwa taubat nashuhah adalah bertaubat dari perbuatan dosa dan tidak lagi melakukan perbuatan itu sebagaimana air susu itu tidak akan kembali pada putingnya.
Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa taubat nashuhah itu bisa terwujud dengan tiga hal, yaitu:
- Pertama, Bertaubat dari segala dosa. Tidak ada satupun dosapun melainkan kita bertaubat darinya.
- Kedua, Benar-benar bertekad untuk menghindari dan tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.
- Ketiga, Melakukan taubat dengan ikhlash, bersih dari tendensi-tendensi duniawi. Tidaklah kita bertaubat seperti seorang yang bertaubat karena kedudukan, kehormatan, mempertahankan kedudukan dan kursi kepemimpinan. Kita juga tidak boleh bertaubat sebagaimana seorang yang bertaubat karena pamor kekuasaan, harta benda dunia, mendapatkan sanjungan orang dan agar terhindar dari celaan orang banyak. Kita tidak boleh bertaubat seperti taubat seseorang agar orang-orang bodoh tidak menguasai, membuat rugi dan memperlemah dirinya serta tendensi-tendensi negatif lainnya yang akan mencemari kebenaran dan kemurnian taubat kita kepada Allah U. Taubat seperti inilah yang merupakan taubat yang paling sempurna.
- Ada dua belas jenis perbuatan haram. Jika seorang hamba melakukannya maka dia harus segera bertaubat. Perbuatan-perbuatan haram itu menjadi inti dari dosa-dosa besar. Seluruh perbuatan-perbuatan haram itu termaktub dalam Al Qur’an, yaitu: kafir, syirik, nifak, fasik, maksiat, kejahatan, permusuhan, perbuatan keji, perbuatan mungkar, perzinaan, berkata tentang Allah tanpa dasar ilmu dan mengikuti selain jalan orang-orang beriman.(Tahdzib Madarij As Salikin hal. 191).
- Taubat yang ideal dan sempurna bagi seorang hamba adalah bertaubat dari semua dosa baik dosa besar maupun dosa kecil dengan taubat nashuha. Terkadang ada orang yang bertaubat dari dosa besar akan tetapi tidak bertaubat dari dosa kecil. Terkadang seseorang bertaubat dari satu dosa besar atau lebih akan tetapi dia justru terperosok ke dalam dosa-dosa besar yang lainnya dan dia belum bertaubat dari dosa tersebut. Terkadang pula ada orang yang bertaubat dari dosa kecil akan tetapi tidak bertaubat dari dosa besar. Setiap kasus di atas bisa dialami oleh setiap orang. Hanya Allahlah tempat meminta pertolongan dan tempat untuk bersandar.
- Ada orang yang tidak mampu melakukan taubat padahal dia mengakui bahwa taubat adalah suatu hal yang penting dan memiliki keutamaan yang besar. Hal ini disebabkan pengaruh nafsu syahwat yang kuat. Solving problem dari permasalahan ini adalah dengan mengiringi setiap perbuatan jelek yang dilakukan dengan perbuatan baik. Tipe orang seperti ini termasuk ke dalam kelompok orang yang digambarkan Allah sebagai berikut:
“Mereka mencampurbaurkan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka.”(QS. At Taubah: 102) ( Ittihaf As Saddah Al Muttaqin: I/749).
Semoga Allah mempermudah jalan taubat untuk orang seperti di atas karena dia senantiasa mengiringi perbuatan jelek yang telah dia lakukan dengan perbuatan baik. Kalau sekiranya dia belum bertaubat sampai ajal menjemputnya, semoga amal-amal kebajikannya akan menjadi lebih banyak daripada perbuatan jeleknya ketika terjadi penimbangan amal. Akibatnya, dia bisa selamat dari siksa Allah lantaran anugrah dan karunia yang diberikan oleh Allah. Kalau amal kebaikannya tidak lebih berat dibandingkan amal keburukannya maka orang tersebut sedang berada dalam bahaya yang besar.
- Orang yang bertaubat harus meninggalkan teman-teman jeleknya. Hal ini didasari dengan dua alasan:
- Teman-teman yang jelek akan mendorongnya untuk mengingat kembali perbuatan maksiat, membuatnya rindu untuk kembali melakukan kemaksiatan bahkan memberikan support untuk melakukan perbuatan maksiat tersebut.
- Meninggalkan teman-teman yang jelek adalah bukti taubat yang sejati dan bukti ketundukan kepada Allah. Kalau tidak demikian, bagaimana mungkin seorang mengaku-aku bertaubat, padahal dirinya masih bergumul dengan bekas-bekas perbuatan maksiat dan para pelaku maksiat? Dalam uraian di atas juga telah dibicarakan permasalahan mengenai meninggalkan teman-teman yang jelek.
- Seorang penyusun kitab Qamush Muhith mengatakan bahwa kata taubat terdapat dalam Al Qur’an dengan tiga makna, yaitu:
- Jika digandeng dengan kata (على) maka maknanya mengampuni dan memaafkan. Contohnya adalah firman Allah ta’ala:
فَتَابَ عَلَيْكُمْ
“Maka Allah mengampuni kalian.”(QS. Al Baqoroh: 54).
Allah ta’ala berfirman:
يَتُوْبُ عَلَيْهِمْ
“Dia akan mengampuni mereka.”(QS. Ali Imron: 128).
Allah ta’ala berfirman:
يَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَا يَشَاءُ
“Allah mengampuni orang yang dikehendaki-Nya.”(QS. At Taubah: 15).
- Jika digandeng dengan kata (إلى) maka maknanya kembali. Contohnya adalah firman Allah ta’ala:
تُبْتُ إِلَيْكَ
artinya: “Aku kembali kepada-Mu.”(QS. Al A’raf: 143).
Allah ta’ala berfirman:
فَتُوْبُوْا إِلَى بَارِئِكُمْ
“Kembalilah kepada Rabb yang telah menjadikan kalian.”(QS. Al Baqoroh: 54).
Allah ta’ala berfirman:
وَ تُوْبُوْا إِلَى رَبِّكُمْ
artinya: “Maka kembalilah kepada Allah.”(QS. An Nur: 30).
- Jika tidak bergandengan dengan kata (على) dan (إلى) maka maknanya adalah menyesal karena telah terpeleset sehingga jatuh dalam kesalahan. Contohnya adalah firman Allah ta’ala:
إِلاَّ الَّذِيْنَ تَابُوْ وَأَصْلَحُوْا
“Kecuali orang-orang yang menyesali (perbuatannya) dan berbuat baik.” (QS. Al Baqoroh: 54).
Allah ta’ala berfirman:
فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
“Jika kalian menyesal maka hal itu lebih baik bagi kalian.”(QS. At Taubah: 30).
(Ittihaf As Saddah Al Muttaqin: 10/812-813. Pernyataan di atas adalah nukilan dari kitab Bashoirut Tamyiz buah karya Al Fairuz Abadi).
8. Allah ta’ala mengampuni dosa orang yang benar-benar bertaubat. Bahkan orang yang bertaubat bisa terbebas dari hukuman dunia jika dia bertaubat sebelum diketahui hakim dan didudukkan di meja hijau. Akan tetapi dalam hal ini terdapat pengecualian untuk tiga jenis orang:
- Para tukang sihir karena sihir adalah perbautan kekafiran. Hal ini juga dikarenakan taubat tukang sihir tidak bisa dipastikan kebenarannya dan juga tidak bisa dipastikan bahwa tukang sihir tersebut tidak lagi menyakiti orang lain.
- Orang yang melecehkan nabi padahal dahulunya dia adalah orang Islam. Hukum orang yang berbuat seperti ini adalah dibunuh.
- Orang-orang zindiq, yaitu orang berpendapat bahwa semua agama itu sama, atau orang yang tidak beragama sama sekali. Walaupun demikian itu, dia tetap mengaku dirinya sebagai orang Islam.
- Orang-orang Rafidhah, yaitu orang yang mencaci para sahabat. Demikianlah pendapat imam Abu Hanifah. (Ahkamut Taubah hal: 94-98).
Taubat keempat orang di atas tidaklah diterima di dunia bahkan mereka dijatuhi hukum bunuh. Akan tetapi kaitan antara dirinya dengan Allah ta’ala maka itu urusannya berbeda. Sesungguhnya Allah mengetahui hati-hati mereka. Dia juga mengetahui apakah taubatnya itu adalah taubat yang sejati ataukah sekedar taubat palsu. Pada hari kiamat, mereka akan diperlakukan sesuai dengan apa yang berada di dalam hati-hati mereka sebelum dijatuhi hukuman bunuh.
Referensi: Al ‘Ibadaat Al Qolbiyyah wa Atsaruha fi Hayatil Mu’minin ditulis oleh Dr. Muhammad bin Hasan bin ‘Uqail Musa Al-Syarif
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan, B.A