Berbagai bentuk penindasan sudah dilakukan orang israel terhadap penduduk palestina. Semakin banyak yang ingin mereka capai dari palestina, semakin banyak kejahatan yang dilakukan untuk mengejar ambisi. Nyawa-nyawa yang tak tertolong semakin terlihat biasa oleh mereka seiring merosotnya rasa belas kasih terhadap sesama manusia. Umumnya manusia yang memiliki hati bersih berpandangan bahwa sudah saatnya mereka mendapat balasan yang setimpal. Tapi kenapa mereka belum mendapatkannya?
Berbicara tentang balasan setimpal, Allah memiliki caranya sendiri yang disebut sebagai pengakhiran balasan. Tujuannya adalah untuk mengulur waktu agar semakin bertambah dosa pelakunya. Allah Subhanahu Wata`ala berfirman:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ خَيۡرا لِّأَنفُسِهِمۡۚ إِنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡماۖ وَلَهُمۡ عَذَاب مُّهِين
“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktiu yang yang kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah dan mereka akan mendapat adzab yang menghinakan.” (Q.S Ali Imron: 178)
Kaliamat إِنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡماۖ menurut imam At Thobari bermakna bahwa Allah akhirkan ajal mereka agar semakin banyak maksiat yang dilakukan sehingga semakin bertumpuk dosa-dosa mereka. (Tafsir At Thobari jld: 7 hlm: 423)
Jika itu yang dikehendaki Allah, maka sudah tidak heran lagi kenapa orang-orang yang melakukan kedzoliman dan penindasan bisa hidup dengan umur panjang. Bahkan hidup mereka tergolong hidup yang sangat bergelimang kesenangan. Dengan harta yang mereka dapatkan seolah-olah hidup mereka akan selamanya dengan kenikmatan. Hal ini selaras dengan firman Allah Subhanahu Wata`ala:
أَيَحۡسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِۦ مِن مَّال وَبَنِينَ نُسَارِعُ لَهُمۡ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ بَل لَّا يَشۡعُرُونَ
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang kami berikan itu (berarti bahwa) kami bersegara memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak) tetapi mereka tidak menyadari.” (Q.S Al Muminun: 55 – 56)
Dua ayat di atas jika direnungkan oleh pelaku kejahatan seharusnya sudah lebih dari cukup untuk berhenti dari kejahatannya. Karena Ayat di atas bukan untuk memberikan isyarat lampu hijau atas keburukan mereka, tetapi lebih kepada peringatan. Satu kejahatan saja tidak luput dari beratnya pertanggung jawaban. Apalagi jika kejahatan yang terus dibiarkan menumpuk sedangkan pencatatan Allah terus berjalan.
Allah Subhanahu Wata`ala berfirman:
فَلَا تَعۡجَلۡ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّمَا نَعُدُّ لَهُمۡ عَدّا
“Maka janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (memintakan adzab) terhadap mereka karena kami menghitung dengan hitungan teliti (datangnya hari siksaan) untuk mereka.” (QS Maryam : 84)
Sering terekspos bagaimana jalannya suatu persidangan dengan menghadirkan bukti-bukti yang detail. Bukti-bukti itu sangat memberatkan pelaku kejahatan walaupun hanya satu kejahatan. Dan bukti-bukti yang tertuang baru sebatas yang diketahui manusia. Hal ini pun sulit bagi pelaku untuk lolos dari hukuman. Adapun di akhirat kelak, bagaimana mungkin manusia bisa lolos dari persidangan Allah yang memiliki catatan jauh lebih detail. Karena pengetahuan Allah meliputi apa yang diketahui manusia dan apa yang tidak diketahui manusia.
Dari rangkaian ayat-ayat yang disebutkan, menunjukkan bahwa orang yang terus menindas dan berbuat dzholim sambil menikmati hidup adalah orang-orang yang paling buruk. Karena mereka dipanjangkan umurnya sambil dicatat amal-amal buruknya. Rasulullah Shallallohu Alaihi Wasallam pernah ditanya:
فَأَيُ النَّاسِ شَرٌّ؟ قَالَ: «مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ»: «هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Siapakah manusia yang buruk itu (Wahai Rasulullah) Beliau menjawab: Siapa yang Panjang umurnya dan buruk amal perbuatannya” Hadis ini hasan shohih. (Sunan Tirmidzi no: 2330)
Ditulis Oleh: Malki Hakim, S.H