Home Akidah Bolehkah Makan di Rumah Kerabat Tanpa Izin?

Bolehkah Makan di Rumah Kerabat Tanpa Izin?

5517
0

Bismillah, alhamdulillah washalatu wasalamu ala rosulillah, wa ba’du.

Allah subhanahu wata’ala berfirman

لَيْسَ عَلَى الْأَعْمَى حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوَانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوَاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمَامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوَالِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خَالَاتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ أَوْ صَدِيقِكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا(النور/61)

Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. (An-nur-61)

donatur-tetap

Ayat di atas, cakupannya tidak hanya hukum makan di rumah kerabat atau sahabat tanpa izin saja, namuan juga hukum makan bersama orang yang cacat (buta, pincang dan sakit).

Pertama, makan bersama orang cacat

Ibnu katsir menyebutkan dalam kitabnya, sebab turunnya ayat ini, dari Said bin jubair

أَنَّهُمْ كَانُوا يَتَحَرَّجُونَ مِنَ الْأَكْلِ مَعَ الْأَعْمَى؛ لِأَنَّهُ لَا يَرَى الطَّعَامَ وَمَا فِيهِ مِنَ الطَّيِّبَاتِ، فَرُبَّمَا سَبَقَهُ غَيْرُهُ إِلَى ذَلِكَ. وَلَا مَعَ الْأَعْرَجِ؛ لِأَنَّهُ لَا يَتَمَكَّنُ مِنَ الْجُلُوسِ، فَيَفْتَاتُ عَلَيْهِ جليسُه، وَالْمَرِيضُ لَا يَسْتَوْفِي مِنَ الطَّعَامِ كَغَيْرِهِ، فَكَرِهُوا أَنْ يُؤَاكِلُوهُمْ لِئَلَّا يَظْلِمُوهُمْ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ هَذِهِ الْآيَةَ رُخْصَةً (تفسير ابن كثير)

Para sahabat mereka enggan makan bersama orang buta, karena mereka tidak melihat makan-makanan yang toyyib, karena boleh jadi kalah cepat dengan yang lain. Begitu juga para sahabat enggan makan bersama orang pincang, karena mereka (orang pincang) tidak mampu duduk dengan nyaman, sementara teman duduknya terus makan, begitu juga dengan orang yang sakit merka tidak makan dengan lahap seperti yang lainnya. Maka para sahabat tidak suka makan bersama mereka karena jangan sampe mendzolimi orang-orang tersebut(yang cacat). Maka turunlah ayat ini sebagai keringanan dari Allah yang membolehkan makan bersama orang-orang cacat.

Maka berdasarkan ayat ini boleh bagi kita untuk makan bersama mereka yang memiliki kekurangan (cacat) atau yang sedang sakit.

Kedua, hukum makan di rumah kerabat tanpa izin

Maksud kerabat disini adalah kerabat yang disebutkan dalam ayat diatas. Yaitu dirumah anak-anak, dirumah orangtua, dirumah saudara/i, dirumah paman dan bibi dari jalur bapak maupun ibu.

As-suddy menyebutkan sebab turunnya ayat diatas,

وَقَالَ السُّدّي: كَانَ الرَّجُلُ يَدْخُلُ بَيْتَ أَبِيهِ، أَوْ أَخِيهِ أَوِ ابْنِهِ، فتُتْحفه الْمَرْأَةُ بِالشَّيْءِ مِنَ الطَّعَامِ، فَلَا يَأْكُلُ مِنْ أَجْلِ أَنَّ رَبَّ الْبَيْتِ لَيْسَ ثَمّ. فَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {لَيْسَ عَلَى الأعْمَى حَرَجٌ وَلا عَلَى الأعْرَجِ حَرَجٌ وَلا عَلَى الْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلا عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبَائِكُمْ} إِلَى قَوْلِهِ: {لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا} .

 Ada seorang laki-laki yang masuk ke rumah bapaknya, saudaranya atau anaknya, maka kemudian disodorkan kepadanya makanan akan tetapi dia enggan memakannya karena pemilik rumah tidak ada. Maka turunlah ayat ini An-nur ayat 61

As-shabuny dalam tafsir ayat ahkam menyimpulkan bahwa,

دلت الآية الكريمة على إباحة الأكل من بيوت الأقرباء، وذلك جار مجرى المؤانسة والمباسطة وعدم الكلفة.

“Ayat diatas menunjukan bolehnya makan dirumah kerabat dengan sederhana tanpa memberatkan”

Kesimpulannya boleh bagi seseorang makan di rumah kerabatnya tanpa seizin pemilik rumah dengan catatan sewajarnya.

Wallahua’lam bishawab

***

Ditulis oleh: Jeje Rijalul Hak, Lc.

(Alumni Pondok Pesantren Hamalatulquran Yogyakarta, Alumni (s1) Fakultas Syariah, Al-Azhar University Kairo Mesir).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here