Dalam diri anak-anak kecil sunggguh banyak sekali yang bisa kita ambil terkait pelajaran hidup, hanya saja mungkin kita melihat sebatas mata tidak dengan hati. Dalam setiap yang Allah Ta’ala ciptakan selalu ada hikmah dalam ciptaan-Nya tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَٰطِلًا
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. (QS. Shaad : 27)
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?.” (QS. Adz- Dzariyat: 21)
Sungguh kita telah diperintahkan untuk menghayati dan mengambil pelajaran dari diri kita. Allah juga memerintrahkan kita untuk mengambil pelajaran dari apa yang kita lihat di muka bumi ini.
قُلْ سِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ بَدَأَ ٱلْخَلْقَ ۚ ثُمَّ ٱللَّهُ يُنشِئُ ٱلنَّشْأَةَ ٱلْءَاخِرَةَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Ankabut : 20)
Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya banyak sekali pelajaran dan renungan yang bisa kita ambil dari apa-apa yang ada disekitar kita.
MENGAPA BELAJAR DARI ANAK?
Anak berusia dini itu masih suci dan terbebas dari dosa. Futrah ilahiyyah masih aktif bekerja pada dirinya, serta hati mereka tidak ditutupi oleh dosa-dosa yang mungkin itu amat berbeda dengan diri kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Karena itu jangan heran, bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senang bercengkerama dengan anak-anak kecil. Selain karena dorongan kasih sayang, juga karena banyaknya perilaku positif dalam diri mereka, yang bisa diserap oleh orang-orang dewasa.
Banyak hal-hal postif yang bisa kita pelajari dari anak-anak kecil, diantaranya:
PERTAMA, BELAJAR TIDAK MENDENDAM
Seringa tau mungkin pernah kita jumpai di sekitar kita, baik anak kita, ponakan atau anak tetangga kita yang masih kecil. Biasanya anak-anak bermain dengan teman lainnya. Di tengah-tengah permainan, mereka terlibat pertengkaran. Hingga salah satu dari mereka menggigit atau memukul temannya karena jengkel. Akhirnya kedua anak kecil itu menangis keras.
Dan Ajaibnya, biasanya hanya dalam jarak tiga menitan berikutnya, ternyata keduanya sudah bermain bersama lagi dan sama-sama tertawa lepas. Seakan tidak pernah terjadi apapun keduanya! Subhanallah!
Tidakkah kita mengambil pelajaran dari kejadian kecil tadi?
Mengapa mereka bisa Kembali akrab dalam waktu yang begitu singkat? Padahal sebelumnya mereka terlibat pertengkaran sengit. Jawabannya karena mereka tidak mempunyai perasaan dendam.
Mereka sangat berbeda dengan orang dewasa yang cenderung susah memaafkan. Bila bertengkar, bisa jadi hingga sepuluh bulan, mereka masih saling bermusuhan dan tak saling sapa.
Andaikan dunia ini hanya berisi anak-anak berusia dini, niscaya tidak akan ada pertumpahan darah! Maka, mari belajar dari anak-anak untuk mengikis sifat pendendam. Dengan demikian, niscaya hidup akan terasa nyaman. Lihatlah kehidupan anak-anak yang senantiasa dipenuhi keceriaan, bedakan dengan manusia pendendam. Dan sugguh mendendam itu tidak akan menghadirkan kebaikan apapaun, yang ada hanyalah keburukan dan rasa tidak tentram di dalam hati. Allah Ta’ala berfirman,
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy-Syura: 40)
KEDUA, TIDAK MALU BERTANYA
Tidakkah kita memperhatikan bahwa rata-rata anak selalu bertanya dan tidak bosan atau malu untuk bertanya?
Pernahkah kita mencari tahu apa sebab si kecil sangat hobi bertanya? Bahkan hal sepele pun ditanyakannya.
Harus diakui bahwa terkadang capek juga menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Barangkali kita sudah lupa atau tidak sadar bahwa saat kecil dulu, kita pun demikian.
Allah Ta’ala Berfirman,
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-NAhl : 78)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إنَّما شفاءُ العيِّ السُّؤالُ
“Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahui (hukumnya), sesungguhnya tiada lain obat penyakit bodoh adalah bertanya.” (HR. Abu Dawud)
Berkata Ibunda Aisyah radhiyallahu anha:
نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ
“Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, yang mana rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mempelajari agamanya.” (HR.Muslim)
KETIGA, TIDAK MUDAH BERPUTUS ASA
Satu fase dalam kehidupan anak- anak yang selalu tak terlewatkan, adalah fase belajar berjalan. Anak manusia tidak seperti anak sapi, yang cuma dalam beberapa belas menit pasca kelahirannya bisa berjalan. Rata-rata anak manusia membutuhkan waktu satu tahunan agar bisa berjalan.
Agar dapat berjalan, seorang anak harus melewati latihan yang cukup berat dan memakan waktu lumayan lama. Sebelum belajar berjalan, anak harus belajar berdiri terlebih dahulu. Padahal berdiripun tidak mudah bagi mereka. Hitunglah beberapa kali mereka jatuh saat belajar berjalan.
Jangan Mudah Putus Asa
Anak itu berhasil karena ia menerapkan prinsip keberhasilan. Yakni teruss mencoba dan berusaha, tanpa takut gagal atau pun putus asa. Dengan izin Allah usaha keras selalu menemukan hasil. Walau hidup pasti ada ujian. Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم ۖ مَّسَّتْهُمُ ٱلْبَأْسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوا۟ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصْرُ ٱللَّهِ ۗ أَلَآ إِنَّ نَصْرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah : 214)
Jangan Kalah dengan Anak Kecil!
Jika Anda menyerah dengan cobaan, maka sejatinya Anda telah kalah dengan anak kecil!
Pernahkah kita melihat anak kecil putus asa atau gantung diri gara-gara jatuh-bangun dalam berlatih berjalan? Tentu tidak! Padahal fisiknya masih masih sangat lemah. Keahliannya minim. Otaknya belum sempurna.
Bandingkan dengan Anda yang telah memiliki fisik kuat, keahlian banyak, otak sempurna dan juga tentu keimanan! Bila kita menyerah dengan ujian, sejatinya kita telah kalah dengan anak kecil yang penuh dengan kelemahan.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5)
Sungguh setiap musibah kan berlalu dengan izin Allah, dan tentunya kita harus berusaha keluar dari musibah dan masalah tersebut bukan malam terkekang akan masalah tersebut. Wallau Ta’ala a’lam
Referensi: https://www.youtube.com/watch?v=RUS0NYJUgfQ&t=1525s