Bersumpah, artinya menguatkan suatu perkataan atau ucapan dengan menyebut sesuatu yang diagungkan dengan lafazh yang khusus. Yaitu dengan menggunakan salah satu di antara huruf sumpah seperti ba` (billahi), wawu (wallahi), atau ta` (Tallahi) (Qoulul Mufid ala Kitab At-Tauhid hlm.456)
Dengan demikian, di dalam sumpah terkandung sikap pengagungan kepada yang namanya disebut dalam kalimat sumpah tersebut. Sedangkan pengagungan adalah salah satu jenis ibadah yang tidak boleh ditujukan, kecuali hanya kepada Allah semata.
Allah Ta’ala berfirman
لَا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ بِٱللَّغْوِ فِىٓ أَيْمَٰنِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ ٱلْأَيْمَٰنَ ۖ فَكَفَّٰرَتُهُۥٓ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَٰكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَٰثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّٰرَةُ أَيْمَٰنِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَٱحْفَظُوٓا۟ أَيْمَٰنَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”. (QS. Al-Maidah: 89)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata” aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الحَلف منفقة لِلسّلعةِ، ممحقةٌ لِلكَسْب
Sumpah itu melariskan dagangan, namun menghilangkan berkah. (HR. Bukhari no.1981)
Imam Syafi’I rahimahullah berkara, “Segala sumpah kepada selin Allah adalah terlarang, hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
إِنَّ اللَّه تَعالى ينْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوا بابائِكُمْ ، فَمَنْ كَانَ حَالِفاً ، فلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ ، أَوْ لِيَصْمُتْ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala melarang kalian bersumpah atas nama nenek moyang kalian ; barangsiapa yang ingin bersumpah, maka bersumpahlah atas nama Allah atau lebih biak diam” (Al-Umm 7/64)
Diriwayatkan pula dari Imam Syafi’I melalui jalur riwayat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata
كَانَ أَكْثَر أَيْمَان النَّبِي صلى الله عليه وسلم: لَا،وَمُصَرِّف القُلُوْبِ
“Kebanyakan sumpah yang dipakai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah: “Tidak, dan demi Dzat yang membolak-balikkan hati.” (As-Sunnah 1/105 karya Ibnu Abi ‘Ashim)
Imam Syafi’I berkata:
فَكُلُّ مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ كرهَت لَهُ وَخُشِيَت أَنْ تَكُوْن يَمِيْنه مَعْصِيَة
Maka setiap sumpah kepada selain Allah itu dibenci serta dikhawatirkasn akan menjadi sumpah yang berstatus maksiat. (Al-Umm 7/64)
Ar-Rabi mengatakan aku mendengar imam Syafi’I berkata: “Siapa saja yang bersumpah dengan salah satu dari nama-nama Allah kemudian ia melanggarnya maka ia terkena kafarah, karena nama Allah bukanlah mahkluk. Dan barangsiapa bersumpah dengan ka’bah atau dengan sofa atau Marwa maka tidak ada kafarah karena semuanya adalah makhluk” (Al-Ibanah Al-Kubro 5/274)
Referensi: Kitabut Tauhid fii Dhaui Aqidah al-Imam asy-Syafi’I karya Sufyan Abdul Aziz Qodhi cetakan Dar Manar at-tauhid lin Nasyr
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan
Artikel: HamalatulQuran.Com