Perintah hijrah sudah dalam Al Quran serta dijelaskan dalam beberapa ayat, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا ۚ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal : 74)
Syikh Shalih bin Abdillah Al Ushoimi hafidzahullah ketika mensyarah kitab Ushul At Tsalatsah beliau berkata,
“Hijrah itu terbagi menjadi tiga, pertama hijrah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk, kedua hijrah meninggalkan negeri yang buruk, ketiga hijrah meninggalkan teman yang buruk.”
1. Hijrah Meninggalkan Perbuatan Buruk.
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
المُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللّٰه عَنْهُ
“Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang Allah larang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna dari sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang dimaksud dengan meninggalkan apa-apa yang Allah larang adalah meninggalkan segala bentuk dan macam keburukan, baik itu berupa kekufuran, kefasikan, kemaksiatan atau mengikuti hawa nafsu.
Meninggalkan maksiat yang sudah menjadi kebiasaan seseorang itu pada awalnya akan sangat berat.
Pasti akan timbul rasa rindu ingin kembali melakukan kemaksiatan tersebut, dikarenakan hati sudah menganggap bahwa itulah kebahagiaannya, padahal hakikatnya kebahagiaan tersebut hanyalah kebahagiaan yang semu. Namun, apabila seseorang terus berusaha untuk meninggalkannya, melawan rasa rindu tersebut meski ia harus jatuh bangun dalam proses hijrahnya, suatu ketika ia terjatuh lagi dalam kemaksiatan tersebut, ia menyesal, kemudian ia mencoba lagi,
Bukan malah berputus asa dan pesimis seraya berkata:
“Sepertinya aku tidak bisa meninggalkan kebiasaan ini”.
Akhirnya ia pun kembali melakukan kemaksiatan tersebut. Disitulah sebetulnya Allah uji kejujuran hati seseorang. Apakah dia betul-betul serius ingin hijrah kepada Allah, ataukah tidak ?
Memang pada awalnya akan susah dan berat, tapi yakinlah, keistiqomahan dan kejujuran hati itulah yang akan menguatkan langkah hijrah.
Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As-Syinqithy mengatakan:
ماتاب عبد لله إﻻ وامتحن الله صدق توبته بتسهيل السبيل للذنب الذي تاب منه
“Tidaklah seorang hamba bertaubat kepada Allah Azza wa jalla, melainkan Allah Azza akan kembali menguji kejujuran taubatnya dengan memudahkan jalan baginya menuju dosa yang pernah dia lakukan sebelumnya.”
2. Hijrah Meninggalkan Negeri yang Buruk.
Hijrah dari negeri yang buruk ini sangatlah ditekankan oleh syariat Islam yakni hijrah dari negeri yang penuh kemusyrikan menuju negeri Islam, namun hal ini hukumnya menjadi wajib dengan adanya 2 syarat :
- Mampu untuk hijrah.
- Karena dia tidak bisa bebas mensyiarkan atau melaksanakan syariat agama Islam di negeri tersebut.
Bila mana kedua syarat di atas tidak terpenuhi maka hijrah tidak menjadi wajib seseoran tersebut.
3. Hijrah Meninggalkan Teman yang Buruk.
Dalam proses hijrah terkadang kita harus rela mencoret satu persatu orang-orang yang memberikan pengaruh negatif dalam hidup kita, dan pastikan bahwa diri kita dikelilingi oleh orang-orang baik yang dapat memberikan dampak positif dalam hijrah kita serta menjadikan kita semakin dekat dengan Allah Ta’ala.
Pepatah arab mengatakan :
الصَاحِبُ سَاحِبُ
“Teman itu menarik”
Teman yang baik akan menarik dan mengajak kepada hal-hal yang baik sedangkan teman yang buruk cepat atau lambat pun akan menarik kepada hal-hal yang buruk.
Maka saat kita ingin hijrah kita harus siap untuk meninggalkan teman-teman buruk yang memberi dampak negatif tersebut, sehingga kedepannya dia tidak dapat menarik kita menuju hal-hal yang dilarang oleh Allah ta’ala.
Tak perlu risau bila teman anda menjadi berkurang, karena saat anda tulus ikhlas hijrah maka akan Allah datangkan teman-teman baru yang akan menerima dan ridha terhadap anda, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللهِ إِلَّا أَعْطَاكَ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Sesungguhnya tidaklah Engkau meninggalkan sesuatu karena ketakwaan kepada Allah Ta’ala, kecuali Allah pasti akan memberikan sesuatu (sebagai pengganti, pen.) yang lebih baik darinya.” (HR. Ahmad no. 20739)
Maka setelah anda hijrah tetap teguhlah dalam beribadah yang sesuai dengan tuntunan syariat kemudian carilah teman-teman yang shalih yang senantiasa menguatkan anda serta yang siap merangkul dan menggenggam tangan anda untuk berjalan bersama diatas jalan hijrah.
Referensi: Ta’liqoot ‘Ala Tsalatsah Ushul wa Adillatiha syeikh Sholeh bin Abdillah Al ‘Ushoimi hafidzahullah, dengan beberapa tambahan seperlunya.