Hadis Berpuasa di Hari ke-11 Bulan Muharram
Bismillah…
Muharram adalah bulan mulia. Di dalamnya ada ibadah yang sangat mulia, seperti puasa Asyuro yang kita kenal, dapat menghapus dosa satu tahun sebelumnya, dan puasa tasu’a, ditambah lagi yang juga diamalkan sebagian kita adalah, puasa 11 Muharom. Agaknya asing puasa ini di telinga sebagian orang. Namun, dari keterasingan itulah kemudian memunculkan nalar kritis kita untuk mengenal dan mengkaji, benarkah? adakah dalilnya? Jika ada, shahihkah?
Inilah yang akan dikaji secara kritis pada tulisan ini. Mari kita simak seksama.
Hadis yang Menjadi Pijakan Puasa 11 Muharom
عن ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا، أَوْ –وفي لفظٍ وَ- بَعْدَهُ يَوْمًا) .
“Berpuasalah pada hari asyura’ (10 muharram), dan hendaknya kalian menyelisihi kaum yahudi dengan berpuasa sehari sebelum atau -dalam redaksi lain: dan- sehari sesudahnya.”
Takhrij Hadis
- Imam Ahmad, ibnu Khuzaimah, dan Al-Baihaqi meriwayatkan hadis ini melalui jalur Husyaim.
- Al Humaidi, dari Sufyan bin Uyainah.
- Al Bazzar melalui jalur Isa bin Mukhtar.
- Ath Thahawi melalui jalur Imran bin Abi Laila.
- Tammam melalui jalur Abu Syihab al-Asghar.
Kelima perawi di atas meriwayatkan dari (P) Ibnu Abi Laila, dari Dawud bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dari ayahnya (Ali), dari kakeknya (ibnu Abbas) radhiyallahu ‘anhuma, dari rasulullah shallallahu alaih wasallam.
Telaah Kritis Sanad dan Matan
Jalur riwayat hadis berporos di (P) Muhammad bin Abdurahman bin Abi Laila. Disini letak masalahnya. Sebab, hafalannya sangat dikritisi oleh para ulama hadis rahimahumullah.
Seperti :
Syu’bah bin Al Hajjaj, Ahmad bin Hanbal, Ali bin Al Madini, Abu Hatim, Ad Daraquthni dan ibnu Hibban.
Yahya Al-Qaththan, Ibnu Ma’in, Abu zur’ah, an-Nasai dll juga menilainya lemah, sehingga tak bisa dijadikan sebagai pijakan.
(Lihat : biografi perawi dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib, jilid. 3, hal. 627-628).
Sedangkan guru Ibnu Abi Laila, yaitu Dawud bin Ali, telah direkomendasikan oleh Al Hafidz ibnu Hibban dalam at Tsiqat. Namun kata beliau: ia (Dawud) terkadang salah (dalam periwayatan).
Al Hafiz ibnu ‘Adi pun turut memberikan rekomendasi. Kata beliau dalam al-Kamil,
وَعِنْدِي أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِرِوَايَتِهِ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ جَدِّهِ فَإِنَّ عَامَّةَ مَا يَرْوِيْهِ، عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ
“Menurutku, riwayat Dawud bin Ali, dari Ayahnya, dari kakeknya tidaklah mengapa (dapat diterima). Karena hampir seluruh hadis yang ia riwayatkan dengan sanad tersebut.”
Akan tetapi, pernyataan Al Hafidz ibnu Adi setidaknya bisa diterapkan dengan dua syarat :
1. Sanadnya valid sampai ke Dawud bin Ali.
2. Redaksi hadis Dawud tidak menyelisihi redaksi lainnya yang diriwayatkan dari ibnu Abbas secara sahih.
Sedangkan dalam kasus ini, kedua syarat tersebut belum terpenuhi. Sebab, perawi yang menerima hadis dari Dawud dhaif/lemah. Kemudian di samping itu, tidak ada redaksi lain dari sahabat ibnu Abbas yang menyebutkan tambahan lafal “dan sehari sesudahnya”.
Sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Al Hafidz Al Bazzar dalam musnadnya,
وَهَذَا الْحَدِيثُ قَدْ رُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مِنْ وُجُوهٍ، ولاَ نَعْلَمُ رُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، ولاَ عَنْ غَيْرِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم أَمَرَ أَنْ يُصَامَ قَبْلَهُ يَوْمًا وَبَعْدَهُ يَوْمًا إلاَّ فِي حَدِيثِ دَاوُدَ بْنِ عَلِيٍّ، عَن أَبيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
“Hadis ini telah diriwayatkan dari berbagai jalur, dari ibnu Abbas. Namun, kami tak mengetahui adanya perintah nabi shallallahu alaih wasallam, agar berpuasa sehari sebelum (Asyura) dan sehari sesudahnya. Baik dari hadis ibnu Abbas itu sendiri ataupun dari selainnya, Kecuali pada riwayat Dawud bin Ali, dari ayahnya (Ali), dari kakeknya (ibnu Abbas).”
Karena alasan inilah, syekh nashiruddin al-Albani dalam silsilah adh-Dhaifah, mengkritisi tambahan lafal “dan sehari sesudahnya”.
Kata beliau : Tambahan tersebut munkar, Karena menyelisihi hadis sahih dari ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang berbunyi,
لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ
“Jika tahun depan Aku (rasulullah) masih hidup, niscaya aku akan berpuasa di hari kesembilan.” (HR. Muslim, no. 1134).
Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hadis ini lemah dari dua aspek :
1. Aspek sanad. Karena hafalan ibnu Abi Laila yang sangat buruk.
2. Aspek matan/teks hadis. dikarenakan tambahan lafal “dan sehari setelahnya”.
Sebab, redaksi yang valid dari sahabat ibnu Abbas tidak menyebutkan lafal itu sama sekali.
Oleh karenanya, Imam Asy Syaukani menilai hadis di atas munkar. Demikian juga syekh al-Albani dan Syu’aib al-Arnauth menghukuminya lemah (dho’if).
Wallahu a’lam.
_____
Catatan
– (P) = Poros sanad.
Skema Poros Sanad
________
Referensi :
Musnad Ahmad, juz. 4, hal. 52, no. 2154, tahqiq. Al-Arnauth.
Shahihibnu Khuzaimah, juz. 2, hal. 1002, no. 2095, tahqiq. Mustafa al-A’zhami.
As-Sunanal-Kubra, juz. 4 hal. 475, no. 8406.
Musnad Al Humaidi, juz 1, hal. 434, no. 491
MusnadAl Bazzar, jilid. 11, hal. 399, no. 5238
Syarhma’ani al-Atsar, jilid. 2, hal. 78, no. 3303
Fawaid at-Tammam, juz. 1, no. 94.
Tahdzibat-Tahdzib, juz. 3, hal. 627-628
AtTsiqat, jilid. 6, hal. 281
AlKamil, jilid. 3, hal. 560
NailulAuthar, jilid. 4, hal. 289.
silsilah adh-Dhaifah, juz. 9, Hal. 288
Dhaifjami’ ash-Shaghir, hal. 512, no. 3502.
***
Ditulis oleh: Abu Hurairah, BA
(Beliau adalah mahasiswa magister (S2) Ilmu Hadis, di Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Alumni PP. Hamalatulqur’an Yogyakarta, S1 fakultas Hadis Univ. Islam Madinah KSA)
Hamalatulquran.com
[…] Update Jika Tidak Puasa 9 Muharom (Tasu’a), Apakah Dianjurkan Puasa 11 Muharom? Tela’ah Kritis Hadis Puasa di Hari ke-11 Muharram Puasa Asyura, Menghapus Dosa Setahun Sebelumnya Benarkah Suro Bulan Sial? Ternyata Kiamat Terjadi […]