Adakah diantara kita yang rela melihat bangkai saudaranya dimakan binatang buas? Tentu saja tidak. Apalagi kita sebagai manusia yang normal tentu tidak akan sanggup memakan sesama manusia. Tapi ternyata Allah Subhanahu wa ta’ala membuat permisalan perbuatan ghibah seperti memakan daging saudara sendiri dalam keadaan wafat. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah kalian saling menggunjing. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujurat: 12).
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menyamakan orang yang mengghibah saudaranya seperti memakan bangkai saudaranya. Apa alasan Allah Ta’ala menyamkan kedua hal tersebut?
Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan, diantara alasannya adalah:
Pertama, karena ghibah mengoyak kehormatan orang lain, seperti seorang yang memakan daging, daging tersebut akan terkoyak dari kulitnya.
Kedua, Menerangkan bahwa ghibah itu amatlah buruk dan tidak disukai. Dimana Allah ta’ala menyamakan pelakunya dengan pemakan “bangkai saudaranya”.
Ketiga, Allah Ta’ala menyebut orang yang dighibahi tersebut sebagai mayit. Karena orang yang sudah mati, dia tidak mampu membela diri sebegaimana orang yang sedang dighibahi, dia tidak mampu membela kehormatan dirinya.
Keempat, Allah menyebutkan ghibah dengan permisalan yang amat buruk, agar hamba-hambaNya menjauhi perbuatan tercela tersebut” (Lihat: Tafsir Al-Qurtubi)
Lalu, apa itu ghibah? Pengertian ghibah dapat diketahui dengan memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya. Beliau membawakan sebuah riwayat: Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, demikian pula Qutaibah dan Ibnu Hajar. Mereka mengatakan: Isma’il bin Al-‘Allaa’ menceritakan hadis kepada kami dari jalan ayahnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).” (HR. Muslim. 4/2001)
Dari sahabat Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika aku dimi’rajkan aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Dengan kuku-kuku itu mereka mencakar-cakar wajah dan dada-dada mereka sendiri. Maka aku berkata: ‘Siapakah mereka itu wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang berani memakan daging-daging manusia serta menjatuhkan kehormatan dan harga diri orang lain’.” (Kitab Abu Daud Hadis no.4235)
CARA BERTAUBAT DARI DOSA GHIBAH
Bagi yang sudah terlanjur melakukan ghibah kepada saudaranya, maka cara bertaubatnya dengan rincian berikut:
Pertama, Jika ghibah tersebut sudah tersebar luas dan diketahui oleh saudaranya Maka meminta maaf langsung kepada saudaranya. Artinya saudaranya sudah tahu ialah pelaku ghibah tersebut, karena dosa sesama manusia tidak akan terhapus kecuali kita meminta dimaafkan. Kemudian sebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi tadi di majelis yang ia ghibahi.
Kedua, apabila ghibah belum tersebar dan belum diketahui oleh saudaranya, maka tidak perlu meminta maaf, tetapi memohonkan ampun untuknya dan menyebut kebaikannya.
Dijelaskan oleh syaikh Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata:
أصحهما أنه لا يعلمه أني اغتبتك
“Pendapat terkuat dari dua pendapat adalah tidak perlu memberitahukannya bahwa “aku telah menghibahimu”.
Dengan alasan:
- Meskipun dia terkenal pemaaaf, jika tahu telah dighibahi bisa jadi ia marah karena beratnya aib pada ghibah tersebut
- Akan menimbul perasaan “tidak enak” atau bahkan permusahan
- Akan menimbulkan buruk sangka “jangan-jangan ada ghibah lainnya yang ia lakukan” atau “orang ini sering menghibahi aku”
Marilah kita menjaga kehormatan sesama muslim karena status muslim dengan muslim lainya adalah saudara. Harus saling menjaga kehormatan dengan tidak menggunjing. Adapun bagi yang sudah terlanjur melakukannya maka ketahuilah bahwa rahmat Allah ta’ala sangat luas dan pintu maaf Allah ta’ala terbuka sangat lebar bagi hambanya yang mau bertaubat.
Referensi :
- https://muslim.or.id/24296-mengapa-ghibah-disamakan-dengan-memakan-bangkai-manusia.html
- https://rumaysho.com/9205-ghibah-dosa-besar.html
- https://muslimafiyah.com/terlanjur-melakukan-ghibah-bagaimana-taubatnya.html