Menjalani bulan Ramadan dengan berbagai macam kegiatan keagamaan tentu terkadang kita bertanya, apakah hal ini diperbolehkan, apakah hal ini dilarang atau yang semisal. Tulisan ini insyaAllah akan menjabarkan beberapa hal yang terkadang menjadi pertanyaan di bulan Ramadan.
NIAT PUASA DI MALAM HARI
Wajib bagi orang yang hendak melaksanakan puasa wajib untuk berniat pada waktu malam. Waktu malam dimulai sejak tenggelam matahari hingga terbit fajar. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari ibunda Hafsah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
من لم يُجمِعِ الصيامَ قبلَ الفجرِ فلا صيامَ له
“Siapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, tidak ada puasa baginya.”[1]
Seorang wajib pasang niat puasa di malam hari agar seluruh waktu siang terliputi niat puasa. Karena puasa adalah menahan diri dengan menetapkan niat. Berbeda dengan puasa wajib, puasa sunah tidak disyaratkan memasang niat di malam hari.
Niat itu melingkupi pengetahuan. Siapa yang telah tau besok Ramadan dan telah menjadi kebiasannya puasa di bulan Ramadan, maka dia telah menetapkan niat sejak malam hari. Demikian pula orang yang melakukan aktivitas makan sahur, pada hakikatnya dia menetapkan niat puasa untuk dirinya.
Hal yang patut menjadi perhatian adalah tidak perlu mempersulit tentang masalah niat. Karena mempersulit permasalahan niat mendorong terjadinya was-was pada diri seseorang.
Permasalahan lanjutan berkenaan dengan niat adalah, apakah menetapkan niat untuk puasa Ramadan harus tiap malam atau cukup diawal bulan?
Permasalahan ini adalah hal yang diperselisihkan diantara ulama fikih. Madzhab Hanabilan menyebutkan wajibnya menetapkan niat puasa setiap malam. Namun, pendapat yang lebih kuat, tidak disyaratkan menetapkan niat puasa setiap malam. Kecuali jika puasa yang dijalani seorang terputus karena adanya udzur, seperti haid atau safar. Jika puasa seorang terputus karena udzur maka harus ada pembaruan niat setelah udzurnya selesai. Adapun jika puasa seorang tidak putus, maka cukup niat diawal bulan Ramadan.
MENCICIPI MAKANAN
Seorang yang sedang berpuasa diperbolehkan mencicipi makan jika ada kebutuhan. Sedangkan jika tanpa adanya kebutuhan maka hukumnya adalah makruh. Mencicipi yang diperkenankan sebatas dengan lidah. Menjadi kewajiban orang yang mencicipi makanan untuk membuang sisa makanan yang ada di lidahnya setelah dia mencicipi.
MENELAN DAHAK
Dahak jika belum sampai di ruang mulut lalu ditelan tidaklah membatalkan puasa. Adapun jika sudah sampai ke ruang mulut kemudian ditelan ini adalah suatu hal yang diperselisihkan para ulama. Pendapat yang tepat menelan dahak walau sudah sampai ruang mulut tidak membatalkan puasa karena perbuatan itu bukan makan atau minum dan tidak semakna dengan makan dan minum.
Meskipun hal yang lebih utama adalah membuangnya dalam rangka keluar dari perselisihan para ulama.
MENERUSKAN SAHUR KETIKA AZAN SUBUH
Diperbolehkan meneruskan makan dan minum ketika azan subuh berkumandang. Berdasarkan hadis dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا سمِعَ أحدُكمُ النداءَ والإناءُ على يدِهِ، فلا يضعْهُ حتَّى يقضيَ حاجتَهُ مِنهُ
“Jika kalian mendengar azan sedangkan gelas ada ditangan kalian, maka jangan letakkan gelas sampai kalian selesaikan hajatnya (habiskan minum) dari gelas tersebut.”[2]
Hadis ini adalah valid dengan melihat jalur-jalurnya yang banyak dan hadis lain sebagai penguatnya.
Kemudian, berkenaan dengan mulainya puasa adalah terbitnya fajar, perlu difahami bahwa fajar tidaklah terbit sekaligus. Oleh karena itu, jika ada dua orang yang mengintai terbitnya fajar, boleh jadi keduanya berselisih dalam penentuan waktu dimulainya terbit fajar. Allah berfirman,
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ
“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.”[3]
Boleh makan dan minum sampai yakin terbitnya fajar, ditambah lagi hukum asalnya masih malam. Olehkarena itu, siapa yang makan dan minum sahur kemudian mendengar azan subuh, tidak mengapa menyelesaikan makan dan minum sampai muazin menyelesaikan azannya.
Terlebih di Indonesia terdapat perbedaan jadwal salat subuh antara versi umum dan versi ormas Muhammadiyah yang lebih tunda kurang lebih delapan menit. Siapa yang belum selesai makan dan minum saat azan versi jadwal umum, maka jelas tidak bermasalah. Terlebih jika ia berpandangan, berkeyakinan dan berpegang pada apa yang diputuskan ormas Muhammadiyah dalam masalah ini.
Aktivitas makan sahur untuk orang yang berpuasa hukumnya sunah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا؛ فإنَّ في السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makanlah sahur, karena dalam makanan sahur terdapat keberkahan.”[4]
فَصْلُ ما بيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الكِتَابِ، أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Pembeda antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan di waktu sahur.”[5]
Diantara sunah ketika makan sahur adalah mengakhirkan makan sampai beberapa saat sebelum terbit fajar.
Seorang telah dianggap makan sahur cukup dengan makan makanan atau minuman paling minimal yang dikonsumsi seseorang. Diantara makanan terbaik yang dijadikan sebagai makanan saat sahur adalah kurma. Menimbang sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نِعم سَحورُ المؤمنِ التَّمرُ
“Kurma adalah makanan sahur orang beriman yang bagus.”[6]
Sepatutnya bagi seorang muslim meniatkan dalam aktivitas sahurnya meneladani sunah, sehingga ia diberikan pahala karenanya.
Bersambung
Referensi: Uqud al-Jumal fii Durus Syahri Ramadhan karya Syaikh Sa’ad bin Turki al-Khotslan
[1] Hr. Ahmad no. 26457, Abu Dawud no. 2454, Tirmidzi no. 730 dan Ibn Khuzaimah no. 1933
[2] Hr. Abu Dawud no. 2350
[3] Qs. Al-Baqarah [2]:187
[4] Hr. Al-Bukhori no. 1923 dan Muslim no. 1095
[5] Hr. Muslim no. 1096
[6] Hr. Abu Dawud no. 2345
Ditulis Oleh: Fahmi Izuddin, S.Ag