Hadir di Majlis Ilmu, Perlukah Mencatat?
Bismillah…
Lupa, merupakan sifat alami yang dimiliki oleh setiap manusia. Oleh sebab itu Allah subhanahu wata’ala mengajarkan sebuah doa untuk senantiasa dipanjatkan oleh seorang hamba :
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.”
[Surat Al-Baqarah 286]
Maka sehebat apapun kemampuan seorang dalam menghafal, tentu ada kalanya dia lupa terhadap apa yang sudah dihafal. Pun begitu dalam menuntut ilmu, seringkali kita lupa tentang apa yang baru saja disampaikan oleh guru di kelas.
Salah satu cara untuk mempertahankan ilmu yang didapat ialah, dengan mencatatnya. Oleh karenanya, mencatat ilmu merupakan tradisi para ulama sejak zaman para sahabat rodhiyallohu ta’ala ‘anhum. Tujuannya tentu agar ilmu yang didapatkan bisa dibaca berulang-ulang agar hafal ataupun disaat lupa.
Namun terdapat perbedaan yang amat mencolok dengan sebagian penuntut ilmu di zaman ini. Keadaan yang sungguh menyayat hati. Bersamaan dengan sarana menghadiri majlis ilmu yang begitu mudah, namun masih ada yang enggan dan malas untuk menghadirinya.
Bahkan, saat hadir di majlis ilmupun, bukan pena dan buku yang menemani, melainkan perangkat elektronik terbaru yang setia mereka bawa. Sehingga di saat ilmu disampaikan, bukan tinta yang digoreskan. Tetapi layar smartphone yang mereka tekan demi mencari hiburan. Mereka abadikan momen menuntut ilmu bukan dengan mencatatnya, akantetapi dengan foto yang kemudian diunggah ke berbagai media sosial.
Tidakkah mereka pernah mendengar perkataan masyhur dari Imam Asy Syafi’i rohimahulloh :
العلم صيد والكتابة قيده
قيد صيودك بالحبال الواثقة
“Ilmu itu bagaikan hewan buruan, sedangkan tulisan adalah pengikatnya.
Maka ikatlah hewan buruanmu dengan tali yang kuat”
Lantas mengapa kita malas untuk mencatat ilmu? Apakah kita sudah merasa seperti Imam Bukhori rohimahulloh yang menghafal ratusan ribu hadits sebagaimana pengakuan beliau :
“Aku hafal 100 ribu hadits shohih dan 200 ribu hadits dho’if” [1]
Atau sudah merasa sekelas dengan Imam Ahmad bin Hanbal rohimahulloh yang hafal 1 juta hadits sebagaimana dikabarkan oleh Abu Zur’ah Ar Rozi rohimahulloh. [2]
Padahal meskipun beliau (Imam Ahmad) memiliki hafalan yang begitu menakjubkan beliau tak pernah berhenti mencatat. Simaklah kisah singkat berikut :
Suatu ketika ada seseorang yang melihat Imam Ahmad membawa botol tinta, maka orang tersebut berkata,” Wahai Abu Abdillah, engkau telah mencapai kedudukan seorang ulama dan engkau adalah Imam kaum muslimin, mengapa engkau masih membawa tinta (untuk mencatat)?
Beliau lantas menjawab ,” Aku akan senantiasa membawa tinta ini hingga aku meninggal”
Al Mu’afi bin Nahrowany berkata, “Aku pernah mendengar kisah dari salah seorang Bani Firot bahwa dia hadir menjelang wafatnya (sakarotul maut) Abu Ja’far Ath Thobary rohimahulloh. Disaat itu ada seseorang yang menyebutkan sebuah doa (yang belum beliau ketahui), beliau pun meminta untuk diambilkan pena dan kertas lantas mencatatnya. Maka ada seseorang yang berkata, “Apakah engkau masih saja mencatat padahal engkau dalam keadaan seperti ini (sekarat) ?
Beliau menjawab, “Tak sepantasnya seseorang berhenti mencatat ilmu hingga ia meninggal”. Tak lama kemudian beliaupun wafat [3]
Semoga Allah ta’ala mempermudah langkah kita dalam menuntut ilmu, Amiin…
__________
[1] http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=57543
[2] http://www.saaid.net/Doat/yahia/166.htm
[3] Al Musyawwiq ilal Qiroah karya Doktor Ali bin Muhammad ‘Imron
***
Penulis : Afit Iqwanuddin
(Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, yang saat ini sedang study S1 di Universitas Islam Madinah KSA, Fakultas Qur’an)
hamalatulquran.com