Di tengah berbagai pilihan pendidikan zaman sekarang, anak yang menempuh pendidikan agama dan menghafal Al-Qur’an di pesantren adalah anugerah besar. Namun, dalam perjalanannya, tak sedikit orang tua yang terjebak dalam membandingkan anaknya dengan anak lain: dari segi jumlah hafalan, capaian akademik, atau kecepatan belajar. Padahal, setiap anak memiliki jalan, kemampuan, dan ujian yang berbeda. Menghargai proses tanpa membandingkan adalah bentuk cinta sejati dari orang tua dan bekal terbaik bagi keberhasilan anak, dunia dan akhirat.
1. Setiap Anak Unik: Allah Menciptakan dengan Takaran yang Berbeda
Allah Ta’ala berfirman:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap anak memiliki batas dan kemampuan berbeda-beda, dan kita sebagai orang tua tidak boleh memaksakan standar yang sama untuk semua. Belajar dan menghafal Al-Quran itu bukan hal instan namun butuh proses untuk hasil yang terbaik. Maka dampingilah dan semangatilah anak-anak kita dalam proses ini.
2. Membandingkan Bisa Meruntuhkan Semangat Anak
Saat anak merasa dibandingkan dengan teman atau saudara yang lebih cepat menghafal, lebih pintar, atau lebih disiplin, mereka bisa merasa tidak cukup baik, lalu kehilangan semangat dan kepercayaan diri. Padahal Rasulullah ﷺ mengajarkan:
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ
“Barang siapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menyayangi anak artinya menerima prosesnya, mendukung perjuangannya, bukan menuntut seperti anak orang lain.
3. Proses Menuntut Ilmu Adalah Amal Mulia
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْـجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Abu Dawud no. 3641)
Anak yang belajar agama dan menghafal Al-Qur’an sedang menempuh jalan surga. Bahkan jika hafalannya belum banyak atau prosesnya lambat, perjuangannya tetap berpahala besar. Maka orang tua yang sabar dalam mendampingi juga ikut dalam pahala tersebut.
4. Fokus pada Usaha, Bukan Hanya Hasil
Allah Ta’ala berfirman:
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)
Allah tidak menilai siapa yang hafal paling banyak, tetapi siapa yang paling ikhlas dan sungguh-sungguh. Maka tugas orang tua adalah menguatkan usaha anak, bukan membandingkan hasil yang kelihatan.
BIsa pula kita coba melihat aktifitas anak kita, apakah sudah memanfaatkan waktu yang dimilik secara maksimal ataukah belum, bila belum maka nasehati dan movitasi anak kita gar memanfaat waktu-waktu yang ada secara maksimal untuk meraih target yang diinginkan, namun bila ternyata sudah dimaksimalkan semua waktu yang ada akan tetapi belum meraih target yang diinginkan, maka kuatkan lago doa kita kepada Allah agar anak-anak kita diberi kemudahan dlam belajar agama dan menghafal Al-Quran.
5. Pujian dan Doa Lebih Baik dari Perbandingan
Anak akan jauh lebih termotivasi jika dihargai atas usaha mereka. Doakan mereka, pujilah perjuangan mereka. Rasulullah ﷺ bersabda:
ثلاثُ دَعَواتٍ لا تُرَدُّ : دعوةُ الوالدِ
“Tiga doa yang tidak tertolak: doa orang tua kepada anaknya…” (HR. Al-Baihaqi no.6619)
Doa dan dukungan tulus dari orang tua jauh lebih berdampak dibanding tekanan atau kritik karena “tidak seperti anak si Fulan”.
Jadilah Orang Tua yang Menguatkan, Bukan Membandingkan
Anak bukanlah proyek prestasi, tapi amanah dari Allah yang harus dibimbing dengan cinta, kesabaran, dan doa. Di pesantren, mereka sedang berjuang untuk menjadi hamba yang dekat dengan Allah. Proses itu penuh ujian dan tidak semua terlihat oleh mata. Maka, berhentilah membandingkan, dan mulailah menghargai.
Karena anak yang merasa dicintai tanpa syarat, akan lebih kuat dan istiqamah dalam menuntut ilmu dan mencintai Al-Qur’an.
Wallahu ta’ala a’lam