Home Artikel Melamar Perempuan yang Sudah Dilamar Laki-Laki Fasiq

Melamar Perempuan yang Sudah Dilamar Laki-Laki Fasiq

66
0

Laki-laki yang buruk perbuatannya bisa saja datang melamar perempuan tanpa ada penolakan. Karena kedatangannya dengan tekad ingin diterima maka berbagai cara bisa dicoba untuk menutupi  jati dirinya seperti berpura-pura baik dengan tutur kata yang lembut. Pihak perempuan yang mengedepankan husnudzon terhadap laki-laki yang bertutur baik bisa jadi merasa sulit untuk tidak menerima lamarannya. Dan ternyata perilaku buruk si pelamar baru terbuka setelah  dia diterima.

Jika kondisi demikian bagaimana jika ada laki-laki kedua yang lebih baik agama dan akhlaknya datang melamar?

1. Hukum asal melamar perempuan yang dilamar orang lain

Hukum asal melamar perempuan yang dilamar orang lain adalah terlarang. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh sahabat Ibnu Umar Radhiyallohu Anhuma:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الخَاطِبُ

“Bahwasannya Rasulullah Shallallahu Alahi Wasallam melarang membeli barang yang sedang dibeli orang lain. Dan jangan melamar yang sudah dilamar saudaranya sampai saudaranya meninggalkan lamarannya atau memberi izin bagi pelamar selainnya.” (HR. Bukhari no. 5142)

Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah memberikan tanggapan terkait hadis di atas bahwasannya tidak ada perselisihan dikalangan empat imam akan terlarangnya melamar di atas lamaran orang lain. Beliau menyampaikan:

لَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ ‌إذَا ‌أُجِيبَ ‌إلَى ‌النِّكَاحِ وَرَكَنُوا إلَيْهِ بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ

“Tidak boleh seorang laki-laki melamar perempuan yang sudah dilamar oleh saudaranya yang sudah diberikan persetujuan menikahinya. Dan para ulama menganggap hal ini adalah kesepakatan empat imam madzhab.” (Majmu` Al-fatawa  jld: 32 hal: 9)

2. Kriteria Orang Fasiq

          Tidak semua pelaku dosa dapat disebut sebagai orang fasiq. Ada kriteria tertentu untuk mengetahui bahwa orang tersebut adalah fasiq. Salah satu ulama bernama Al Bahuty dari madzhab Hambali menyebutkan tentang kriteria orang fasiq. Beliau menyampaikan dalam kitabnya:

(‌والفاسق ‌من ‌أتى ‌كبيرة) وهي ما فيه حد في الدنيا أو وعيد في الآخرة (أو داوم على صغيرة)

“Orang fasiq adalah pelaku dosa besar, yaitu dosa yang terdapat ancaman hukuman di dunia atau akhirat (termasuk yang terbiasa dengan dosa kecil).” (Kassyaffu Al Qanna` jld:  1  hal: 475)

Diantara contoh dosa besar adalah sebagaimana yang sesuai dengan kriteria di atas seperti durhaka kepada orang tua, meninggalkan sholat, riba, zina, minum-minuman keras, dan lainnya yang mendapat ancaman hukuman dunia atau akhirat.

Akan tetapi tidak semua yang terlihat melakukan perbuatan di atas langsung dianggap sebagai fasiq. Karena orang yang melakukan dosa besar sekali kemudian taubat maka dosanya bisa gugur. Adapun yang bisa dianggap fasiq adalah orang yang terang-terangan melakukan dosa besar atau orang yang sudah dikenal sering melakukan dosa-dosa besar. Hal ini pernah disampaikan oleh syaikh Bin Baz dan syaikh Abdul Muhsin Al Abbad dalam fatwa mereka.

3. Mudharat yang ditimbulkan Orang Fasiq Terhadap Keluarga

Tidak dipungkiri bahwa sebagian orang yang dianggap sebagai fasiq bisa jadi dia adalah orang yang romantis dan perhatian terhadap istrinya. Dan di poin romantis inilah sering membuat sebagian perempuan keberatan menolak lamaran mereka. Tapi jika dilihat dari sisi mudhorot  akibat perbuatan suami yang fasiq bisa membawa keluarga kepada hal-hal berikut ini:

  1. Anggota keluarga turut serta mengkonsumsi yang haram. Hal ini bisa terjadi apabila suami tidak berhenti dari mencari rizki dengan cara yang haram. Seperti mencuri, korupsi, judi, dan riba. Akibatnya pakaian, tempat tinggal, dan makanan yang menumbuhkan daging serta tulang mereka ditopang dengan yang haram.
  2. Anggota keluarga bisa mencontoh apa yang dilakukan pemimpin keluarganya. Hal ini menyebabkan dosa tersebut dianggap biasa. Karena yang menjadi imam dalam keluarga yang sekaligus merupakan contoh untuk yang dipimpinnya ternyata menganggap apa yang dilakukakannya adalah hal yang lumrah. Maka tidak heran jika anggota keluarga melakukan perbuatan dosa yang semisal karena tidak ada teguran dari pemimpinnya.

Jika melihat mudharat yang ditimbulkan, sangat rugi apabila lamaran mereka diterima. Oleh karenanya apabila ada orang fasiq yang melamar kemudian datang laki-laki yang baik agama dan akhlaqnya melamar, maka menerima lamaran yang kedua hukumnya diperbolehkan. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh salah seorang ulama bernama As-Showi:

‌فإن ‌ركنت ‌لفاسق لم يحرم إن كان الثاني صالحاً أو مجهولاً، إذ لا حرمة للفاسق، بل في نكاحها تخليص لها من فسقه

“Jika perempuan (yang dilamar) sudah bersandar pada (lamaran) orang fasiq, maka tidak diharamkan melamarnya jika orang kedua yang melamar adalah orang sholih atau orang yang tidak diketahui kepribadiannya. Karena orang fasiq tidak ada penjagaan untuk dirinya. Justru orang kedua yang melamar bisa membebaskan perempuan tersebut dari kefasikannya (pelamar pertama).” (Khasyiyatus Showi jld: 1 hlm: 377)

Refrensi:

https://binbaz.org.sa/fatwas/2246/

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/341074/

Ditulis Oleh: Malki Hakim, S.H

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here