Taubat adalah tangga pertama yang harus dilalui oleh orang-orang yang kembali kepada Allah dan hendak memperbaiki keadaan mereka terhadap Allah. “Taubat adalah permulaan jalan bagi seorang salik (orang yang menempuh jalan menuju Allah), modal bagi orang-orang yang beruntung, langkah awal seorang yang menghendaki (Allah), kunci istiqomah bagi orang-orang yang condong dan langkah awal pemilihan orang-orang istimewa.” (Ittihaf As Sa’adah Al Muttaqin: 10/547).
“Taubat merupakan kedudukan yang pertama, kedudukan pertengahan dan yang terakhir. Artinya kedudukan ini tidak pernah lepas dari seorang hamba dan selalu menyertainya hingga mati.”(Tahdzib Madariju As Salikin hal. 122).
Dalam banyak ayat Al Qur’an, Allah mendorong kita untuk bertaubat:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَ يُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Allah menutupi kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang sungainya mengalir di bawahnya.”(QS. At Tahrim: 8).
Allah menyatakan bahwa Dia memiliki banyak ampunan untuk orang-orang yang bertaubat:
وَ إِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَ آمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
“Dan Aku adalah Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal sahlih kemudian tetap di atas jalan yang benar.”(QS. Thoha: 82).
Allah juga berfirman:
إِنَّ اللهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Sungguh Dia itu Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At At Taubah: 118).
Allah merasa gembira dengan taubat seorang hamba padahal Dia menyatakan:
لَغَنِيٌ عَنِ العَالَمِيْنَ
“Tidak membutuhkan semesta alam.”(QS. Al-Ankabut: 6).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa Allah berfirman: “Kalau sekiranya orang yang pertama kali hingga terakhir kali diciptakan, manusia dan jin memiliki tingkat ketakwaan seperti orang yang paling bertakwa di antara kalian maka itu semua tidak akan menambah sedikitpun pada kerajaanku. Kalau sekiranya orang yang pertama kali hingga terakhir kali diciptakan, manusia dan jin memiliki tingkat kekafiran sama dengan orang yang paling kafir di antara kalian maka itu semua tidak akan mengurangi sedikitpun dari kerajaanku” (HR. Muslim).
Akan tetapi Allah Ta’ala ternyata merasa gembira dengan taubatnya seorang hamba. Itu semua adalah kemulian dan karunia dari-Nya. Rasulullah r mengambarkan hal ini dengan gambaran nan elok sebagai berikut:
“Allah sangat bergembira dengan taubatnya seorang hamba tatkala dia meminta ampun kepada-Nya. Kegembiraan-Nya melebihi kegembiraan salah seorang di antara kalian yang menaiki unta di padang sahara. Namun, ternyata unta itu kemudian pergi meninggalkannya. Padahal pada unta tersebut terdapat bekal makanan dan minumannya. Orang itupun putus asa. Dia menghampiri sebuah pohon dan berbaring di tempat yang teduh. Sungguh, dia putus asa dengan kepergian untanya itu. Tatkala dia sedang demikian, tiba-tiba untanya berdiri di depannya. Diapun lantas mengambil tali kekangnya. Lantaran begitu gembiranya, dia mengucapkan: ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah rabb-Mu.’ Dia salah ucap karena begitu gembira hatinya.” (HR. Muslim).
Imam Ibnul Qoyyim berbicara panjang lebar tentang sebab kegembiran Allah dan makna kegembiraan itu sendiri. Ringkasnya sebagai berikut; sesungguhnya Allah ta’ala memiliki sifat dermawan dan berbuat baik kepada makhluk-Nya. Hamba yang durhaka memang potensial untuk mendapatkan marah, murka dan hukuman Allah. Sehingga ridho Allahpun berubah menjadi murka dan amarah. Kebaikan, kedermawanan dan kemurahan Allah berubah menjadi hukuman dan siksaan. Dengan perbuatan maksiat itu, seorang hamba memicu Allah untuk melakukan hal-hal yang sebetulnya kurang Dia sukai dan menyelisihi sifat dermawan dan berbuat baik kepada makhluk yang merupakan karakter asli Allah. Sehingga, ketika seorang hamba kembali kepada Tuannya (Allah) maka Allah akan bergembira. Dia akan kembali bersikap baik, dermawan dan santun kepada hamba-Nya tersebut.
Masih ada hikmah lain yang tersembunyi dengan adanya kegembiraan Allah. Hikmah itu adalah sesungguhnya Allah menciptakan makhluk agar mereka itu beribadah dan taat kepada-Nya. Kalau seorang hamba telah keluar dari koridor ketaatan dan ibadah maka dia telah keluar dari sesuatu yang dicintai Allah. Dia juga telah keluar dari tujuan makhluk diciptakan. Kalau hamba itu kemudian kembali kepada ketaatan dan beribadah kepada Allah maka dia telah kembali kepada tujuan yang dicintai Allah, pencipta dan pembuatnya. Alangkah gembiranya Allah dengan hamba tersebut. Penjelasan di atas adalah ringkasan dari pernyataan Ibnul Qoyyim.
Ibnul Qoyyim rahimahullah ta’ala menyebutkan sebuah kisah yang bisa mendiskripsikan orang yang bertaubat kepada Allah. Dia mengatakan bahwa sebagian orang arif melihat ada pintu sebuah rumah yang berada di pinggir jalan terbuka. Seorang anak kecil lantas keluar dari pintu itu merengek-rengek minta tolong sambil menangis. Dari belakang, sang ibu mengusirnya hingga dia keluar rumah. Di hadapannya, sang ibu menutup pintu dan masuk ke dalam rumah.
Anak kecil itu kemudian pergi tak jauh dari tempat itu. Dia lantas duduk termenung. Dia tidak mendapatkan tempat berlindung selain dalam rumah yang ditinggalkannya. Tidak ada seorangpun yang melindunginya kecuali hanya sang ibu. Diapun lantas kembali dengan hati yang bersalah dan penuh kesedihan. Namun, dia dapatkan ternyata pintu telah tertutup. Diapun bersandar di pintu dan meletakkan pipinya di ambang pintu, lantas tertidur.
Tatkala sang ibu keluar, dia dapatkan anaknya dengan kondisi demikian itu maka dia tak kuasa menahan diri untuk segera menghampiri buaian hatinya. Sang ibupun lantas memeluk, menciuminya dan menangis. Sang ibu berkata: “Wahai anakku, kemanakah engkau pergi? Siapakah yang melindungimu selain aku? Bukankah aku telah mengatakan: ‘Janganlah engkau menentangku. Janganlah engkau membuatku marah sehingga tidak mencurahkan kasih sayang kepadamu yang merupakan karakter dasarku hanya karena kedurhakaanmu.”
Perhatikanlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
اللهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنَ الوَالِدَةِ بِوَلَدِهَا
“Allah itu lebih menyayangi hambanya daripada kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.”(HR. Muslim).
Seberapakah kasih sayang seorang ibu kalau dibandingkan kasih sayang Allah yang meliputi segala sesuatu?(Tahdzib Madarij As Salikin hal. 136-137)
Allah ta’ala mencintai orang yang mau bertaubat. Allah berfirman:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَابِيْنَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.”(QS. Al Al Baqoroh: 222).
Nabi bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ، وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعُ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya pada malam hari, Allah U membentangkan tangan-Nya agar orang yang berbuat kesalahan di siang hari mau bertaubat. Pada siang harinya, Allah membentangkan tanggan-Nya agar orang yang berbuat kesalahan pada malam hari mau bertaubat. Allah melakukan hal itu sampai matahari terbit dari arah barat.”(HR. Muslim).
Rasulullah r banyak melakukan taubat bahkan mendorong para sahabatnya agar melakukannya. Beliau r bersabda:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي اليَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah. Sesungguhnya dalam sehari, aku bertaubat kepada Allah sebanyak seratus kali.”(HR. Muslim).
Dalam banyak riwayat, para salaf juga memberikan dorongan untuk melakukan taubat. Di antaranya adalah perkataan Tholq bin Hubaib Al Bashri rahimahullah ta’ala (Beliau adalah termasuk ulama besar di kalangan tabi’in, wafat sebelum 100H Nuzhatul Fudhola’: I/455): “Sesungguhnya seorang hamba tidak akan mungkin menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Oleh karena itu, hendaknya mereka bertaubat setiap pagi dan petang hari.”(Ittihaf As Saddah Al Muttaqin: I/203).
MAKNA DAN HUKUM TAUBAT
Makna taubat adalah kembali taat setelah melakukan kesalahan. Ulama yang lain mengatakan bahwa makna taubat adalah meninggalkan perkara yang dibenci oleh Allah secara lahir dan batin untuk selanjutnya menuju perkara yang dicintai Allah baik secara lahir maupun batin.(Tahdzib Madarij As Salikin hal: 172).
Taubat itu harus segera dilakukan ketika mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa. Allah ta’ala berfirman:
وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
artinya: “Bertaubatlah kalian semua kepada-Ku, wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung.”(QS. An Nur: 31).
Kalau bertaubat itu harus dilakukan dengan segera maka kita tidak boleh menunda-nundanya.
Tatkala seseorang menunda-menunda taubat, berarti dia telah berbuat maksiat lantaran penundaannya tersebut. Kalau dia telah bertaubat lantaran dosanya maka dia masih harus melakukan taubat yang lainnya, yaitu bertaubat lantaran menunda-nunda taubat. Hal ini sering kali tidak terlintas di benak orang yang sedang bertaubat. Bahkan menurutnya, jika dirinya telah bertaubat dari kesalahan maka sudah tidak ada lagi taubat yang lainnya. Padahal sebenarnya, dia masih harus bertaubat lantaran menunda-nunda untuk bertaubat. (Tahdzib Madarij As Salikin hal. 157. Lihat juga kitab Ittihaf As Saddah Al Muttaqin, 10/612).
Referensi: Al ‘Ibadaat Al Qolbiyyah wa Atsaruha fi Hayatil Mu’minin ditulis oleh Dr. Muhammad bin Hasan bin ‘Uqail Musa Al-Syarif
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan, B.A