Bismillah…
Masing-masing memilik porsi dalam perawakan. Demikian itu adalah ketetapan dari sang pencipta. Dia Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. sedangkan tugas hamba adalah menerima dan rida terhadap ketetapan-Nya.
Dalam pandangan kita, cacat adalah hal yang bisa menyebabkan nilai atau mutu seseorag itu berkurang. Akan tetapi, perlu diingat, cacat bukanlah penghalang untuk terus maju dan berkembang. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memiliki keahlian dan kecakapan di berbagai bidang.
Tentunya, berkat pertolongan Allah Ta’ala, kemudian usaha dan kerja keras mereka, hingga akhirnya mampu mengungguli orang-orang yang dianugerahi bentuk tubuh yang lebih sempurna.
Karenanya, kami ingin mengangkat tema ini untuk mendorong mereka yang memiliki cacat, agar terus berupaya maju dan mengembangkan diri dalam situasi apapun.
Berikut adalah sebagian dari potret para ulama besar yang mampu menuliskan nama mereka dalam sejarah. Meskipun memiliki kekurangan dan cacat.
Atha bin Abi Rabah, W 114 H.
Seorang ulama, lagi mufti ulung di kota mekkah. Beliau, sebagaimana penuturan para ulama, adalah seorang mufti yang paling di dengar fatwanya di kota mekkah pada masa itu, dan paling mengerti seluk-beluk fikih haji.
Kata Rabi’ah Ar-Ra’yi,
فَاقَ عَطَاءٌ أَهْلَ مَكّةَ فِي الفَتْوَى
“Atha mengungguli penduduk Makkah dalam fatwa (pent- fatwanya menjadi rujukan utama).”
Abu Ja’far menuturkan,
مَا بَقِيَ أَحَدٌ أَعْلَمَ بِمَنَاسِكِ الحَجِّ مِنْ عَطَاءٍ
“Tak ada lagi seorang pun –di masa ini- yang paling mengerti tentang manasik haji selain Atha.”
Padahal kalau meniti jejak hidup ‘Atha, ternyata ia adalah mantan budak serta memiliki cacat yang tak sedikit.
Disebutkan dalam at Thabaqat al Kubra,
كَانَ عَطَاءٌ أَسْوَدَ أَعْوَرَ أَفْطَسَ أَشَلَّ أَعْرَجَ ثُمَّ عَمِيَ بَعْدُ
“Atha adalah orang yang berkulit hitam, buta sebelah matanya, pesek, lumpuh (tangannya), pincang, kemudian setelah itu dia pun buta.”
Itulah sosok Atha bin Abi Rabah rahimahullah. Mantan budak dengan sejumlah cacat di tubuhnya, namun mampu menjadi mufti kota Mekkah di masanya.
Abul Qasim Asy-Syathibi (penulis buku induk qiraat sab’ah), W 590 H.
Ulama pakar ilmu qiraat dari negeri andalus (spanyol). Beliau seorang ulama yang buta sejak lahir. Namun, mampu menjadi rujukan dalam ilmu qiraat. Bahkan, bukunya yang bertajuk hirzu al-Amany wa wajhu at-Tahany menjadi induk dalam ilmu qiraat sab’ah. Dipelajari di berbagai madrasah, markiz, dan universitas.
Adz-dzahabi menuturkan,
وَاسْتَوْطَنَ مِصْرَ وَاشْتَهَرَ اسْمُهُ وَبَعُدَ صِيْتُهُ، وَقَصَدَهُ الطَّلَبَةُ مِنَ النَوَاحِي، وكَانَ إِمَامًا عَلَّاَمةً، ذَكِيًّا، كَثِيْرَ الفُنُوْنِ، مُنْقَطِعَ القَرِيْنِ، رَأْسًا فِي القِرَاءَاتِ، حَافِظًا لِلْحَدِيْثِ، بَصِيْرًا بِالعَرَبِيَّةِ، وَاسِعَ العِلْمِ. وَقَدْ سَارَتْ الرُّكْبَانُ بِقَصِيْدَتَيْهِ، حِرْزِ الأَمَاِني وَعَقِيْلَةِ أَتْرَابِ القَصَائِدِ، اللَّتَيْنِ فيِ القِرَاءَاتِ وَالرَّسْمِ، وَحَفِظَهُمَا خَلْقٌ لَا يُحْصَوْنَ، وَخَضَعَ لَهُمَا فُحُوْلُ الشُّعَرَاءِ وَكِبَارُ البُلَغَاءِ، وَحُذَّاقُ القُرَّاءِ.
“Ia (Abul Qasim) bertempat tinggal di mesir. Namanya pun mulai dikenal, reputasinya juga naik, sehingga para pelajar dari berbagai penjuru negeri mendatanginya.
Ia juga adalah seorang imam, ensiklopedi ilmu, cerdas, menguasi banyak disiplin ilmu, tak ada tandingannya, pemimpin dalam (ilmu) qiraat, penghafal hadis, piawai dalam Bahasa arab, dan memiliki ilmu yang luas.
Dua qasidahnya dalam ilmu qiraat dan rasm (utsmani); hirz al-Amany dan ‘aqilatu al-Atrab juga sangat populer. Sehingga tak terhitung jumlah (pelajar) yang menghafalkannya. Tak sampai disitu, bahkan dua qashidah tersebut mampu menundukkan para penyair kawakan, al-bulagha dan ahli qiraat ternama.”
Itulah sosok Abul Qasim Asy-Syathibi rahimahullah. Ulama qiraat yang berasal dari spanyol, lagi buta. tetapi mampu menjadi rujukan utama dalam ilmu qiraat.
Abdul Aziz bin Baz, W 1420 H
Siapa yang tidak tahu ulama kontemporer satu ini?
Ia adalah mantan mufti besar negeri Saudi Arabia.
Dikisahkan dalam biografinya, bahwa ia buta ketika mendekati umur dua puluh tahun. Namun itu tidak mengendorkan semangatnya dalam belajar. bahkan, kelak ia akan menjadi seorang mufti besar di masanya, menurut pengakuan kawan maupun lawan. Tak sampai disitu, ternyata beliau juga mampu menghafal kitab sahih Bukhari dan Muslim.
Suatu hari beliau ditanya, apakah Anda Sahih Al Bukhari dan Muslim?
“Ya. Alhamdulillah. Tapi Sahih Muslim perlu diulang-ulang secara intensif.” Jawab beliau.
Demikian juga beliau mampu menyebutkan teks hadis-hadis yang tercantum dalam al-kutub as-Sittah dari hafalannya,
Disebutkan dalam al-Injaz fi tarjamati ibni Baz hal,
فَالشَّيْخُ حَافِظُ العَصْرِ فِي عِلْمِ الحَدِيْثِ، فَإِذَا سَأَلْتَهُ عَنْ حَدِيْثٍ فِي الكُتُبِ السِتَّةِ، أَوْ غَيْرِهَا كَمُسْنَدِ الإِمَامِ أَحْمَدَ وَالكُتُبِ الأُخْرَى، تَجِدْهُ في غَالِبِ أَمْرِهِ مُسْتَحْضِرًا لِلْحَدِيْثِ سَنَدًا وَمَتْنًا
“Dalam ilmu hadis, Syaikh (bin Baz) adalah penghafal ulung di masa kini. Jika Anda bertanya sebuah hadis di dalam al-kutub as-Sittah, Musnad Ahmad dll, maka lazimnya ia mampu mengingat sanad dan teks hadis tersebut.”
Demikian sebagian kecil potret para ulama yang memiliki cacat. Mudah-mudahan bisa menjadi cambuk bagi kita yang di anugerahkan tubuh yang lebih sempurna untuk terus berupaya menjadi lebih baik, dan memberikan manfaat kepada rakyat dan negara.
Walahu al’lam.
_______
Catatan :
– Al Bulagha adalah orang-orang yang dikenal mampu mendeskripsikan maksud isi hatinya secara gamblang, dengab kalimat yang ringkas.
– Al Kutub As Sittah ; Sahih Bukhari, sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Jami’ At Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, dan sunan ibnu Majah.
***
Referensi :
Ath Thabaqat Al Kubra 6/22
tahdzib at-Tahdzib 3/102
ma’rifat al-Qurra al-Kibar, hal. 312
al-Injaz fi tarjamati ibni Baz hal. 30 & 40
Taaj al-‘Arus 22/447.
***
Ditulis oleh : Abu Hurairah, BA
( Mahasiswa magister Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia, jurusan Ilmu hadis. Alumni PP. Hamalatulqur’an Yogyakarta, dan telah menempuh pendidikan S1 fakultas Hadis Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia )
Hamalatulquran.com