Anak adalah nikmat dan anugrah yang dititipkan oleh Allah Ta’ala untuk hamba-Nya. Walau tak semua bisa merasakan nikmatnya mempunyai buah hati. Karena semua itu adalah murni hak Allah yang dilandaskan pada hikmah-Nya yang agung.
Padahal fitrah manusia adalah ingin memiliki dan mencintai anak. Oleh karenanya berbagai usaha dilakukan seseorang yang belum juga dikaruniai Allah Ta’ala anak keturunan, terutama bila masa pernikahan mereka telah berlalu lama. Saat ini adopsi biasanya menjadi jalan pintas yang paling mudah ditempuh.
Namun masalah ini tidak semudah dan final sampai disini saja, karena adopsi atau pengangkatan anak ini akan menimbulkan berbagai masalah di kemudian hari, baik secara syar’i ataupu duniawi bila tidak dilakukan sesuai petunjuk syariat yang benar. Sebab nantinya akan berhubungan erat dengan kemahraman, hak waris, perwalian dan yang lainnya. Maka dari itu mari kita pelajari bersama bagaimana dan apa yang harus dilakukan seseorang yang “terpaksa” harus mengadopsi atau mengangkat anak.
Setidaknya ada 2 hal yang wajib diperhatikan ketika mengangkat anak disamping hukum-hukum lain seputar adobsi ini,
Pertama, Jika hendak mengambil anak, usahakan anak yang diambil masih memiliki hubungan kemahraman dari sisi kekerabatan. Hal ini sangat penting agar masalah kemahraman ini tidak menjadi sesuatu yang sangat menyulitkan jika anak sudah dewasa nanti. Bagaimana cara- nya? Demikian, jika ingin memungut anak laki- laki misalkan, usahakan diambilkan dari kerabat yang masih mahram istri. Misalkan keponakan istri, atau anak keponakan istri atau semisalnya. Begitu pula bila ingin memungut anak wanita, maka ambil dari kerabat yang masih mahram suami. Semisal keponakan suami atau anak ke- ponakan suami.
Hal ini lantaran jika keduanya sudah dewasa nantinya, maka sama sekali tidak akan terjadi masalah di dalam rumah tangga tersebut. Sebab, jika anak angkat tersebut laki-laki, dia masih mahram dengan si istri, begitu pula tidak ada masalah dengan suaminya, karena sama-sama laki-laki. Juga jika anak pungut itu wanita, tidak akan bermasalah, karena dia mahram dengan si suami. Adapun dengan istrinya maka lebih tidak masalah lagi, karena sama-sama wanita.
Kedua, Jika tidak memungkinkan untuk mengangkat dari anak yang masih punya hubungan mahram, dan terpaksa harus mengambil anak orang lain yang bukan mahram bagi dia, maka ambil anak yang masih di bawah umur dua tahun (masih dalam masa persusuan) untuk nantinya dijadikan sebagai mahram dari jalur persusuan. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharam- kan dari nasab.” (HR. al-Bukhari no.2645)
Jika Terpaksa Harus Adopsi Anak
Bagaimana caranya agar anak ini menjadi mahram dan tidak menimbulkan masalah nantinya kalau sudah dewasa? Maka perhatikan keluarga anda yang saat itu masih menyusui, adakah di antara mereka yang jika kita susukan anak angkat kita kepadanya maka anak itu akan menjadi mahram bagi kita? Misal, bila saudari istri saat itu sedang menyusui, maka ambillah anak laki-laki dan susukan kepadanya, niscaya anak itu nanti akan menjadi mahram dari istri, karena statusnya adalah keponakan persusuan. Dan dia tidak akan bermasalah dengan suaminya karena sama-sama laki-laki. Begitu pula dengan kebalikannya. Jika yang menyusui saat itu adalah saudari suami, maka ambillah anak wanita dan susukan padanya, nantinya anak itu akan menjadi keponakan persusuan suami, dan tidak akan bermasalah juga dengan istrinya karena mereka sama-sama wanita.
Beberapa Hukum Terkait Anak Angkat
- Mengadopsi anak hukumnya mubah
- Anak angkat bukanlah anak kandung, maka tidak boleh memposisikan hak-haknya sama persis dengan anak kandung.
- Tidak boleh menasabkan anak angkat kepada yang mengangkatnya.
- Haram mengingkari nasab sendiri dan menasabkan kepada oranglain.
- Anak angkat bukan mahram.
- Perwalian anak angkat saat menikah bukan kepada orang tua angkat.
- Dalam syariat anak angkat tidak mendapatkan warisan.
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan
Artikel: HamalatulQuran.Com