Para pembaca yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala. Pada kesempatan kali ini, kita akan mentela’ah dan mengambil faidah dari kitab Al-Buduuru At-Thaliatu yang ditulis oleh syaikh Dr. Ahmad Yusuf An-Nashf rahimahullah, kitab ini beliau tulis untuk mempermudah jalan belajar bagi siapa saja yg ingin memulai belajar dan menyelami samudra ilmu fiqih dari mazhab imam syafi’i.
Penulis matan yaitu al-Habib Ahmad Alawi al-Habsyi rahimahullah membuka kitabnya dengan “basmalah” dalam rangka meneladani Al-Quran sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Naml: 30)
Serta mempraktekkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : “بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ” فَهُوَ أَقطع
“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terpotong berkahnya.”
Yang dimaksud dengan “perkara yang penting” adalah setiap perkara dan kegiatan yang penting dan mendapat perhatian dari syariat, semacam berceramah, belajar dan menulis hal-hal yang bermanfaat. selanjutnya, kata “terpotong” artinya adalah terpotongnya tangan, yang dimaksud adalah terpotong dan berkurang nya barokah amalan tersebut, walau secara lahiriyah amalan tersebut sempurna namun keberkahan dan pahala amalan tersebut berkurang.
Menurut ulama syafi’iyah “basmalah” memiliki 5 hukum:
- Sunnah atau dianjurkan yaitu ketika hendak memulai kegiatan yang penting,
- Wajib sebagaimana membaca basmalah dari surat Al-Fatihah di dalam shalat.
- Haram dan dilarang ketika hendak melakukan hal-hal yang haram karena Dzatnya, contohnya membaca basmalah sebelum minum khamar bahkan tindakan ini dan semacamnya dapat mengakibatkan batalnya keislaman pelakunya yang bermaksud meremehkan dan merendahkan kalimat basmalah.
- Makruh dan tidak dianjurkan untuk dilakukan semacam membaca basmalah melakukan hal-hal yang bersifat makruh karena dzatnya,
- Mubah, tatkala membaca basmalah sebelum melakukan hal-hal yang tidak ada keistimewaan didalamnya seperti menyapu, mengangkat barang dan sema
Setelah memulai dengan basmalah, penulis juga membuka kitabnya dengan “hamdalah” berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُلُّ كَلاَمٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بالْحَمْدُ لِلَّهِ فَهُوَ أَجْذَمُ
“Setiap pembicaraan yang tidak dimulai dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus”
Kalimat hamdalah yang diletakkan setelah kalimat basmalah adalah kebiasaan para ulama dalam penulisan karya-karya mereka, karena ingin menggabungkan anjuran Nabi untuk memulai hal-hal yang penting dengan basmalah dan hamdalah.
“Hamdalah” memiliki 4 macam hukum:
- Wajib dibaca, seperti hamdalah di setiap khutbah jum’at.
- Haram, tatkala membaca hamdalah setelah bermaksiat.
- Dianjurkan membaca hamdalah disetiap keadaan dan setelah menyelesaikan kegiatan yang bermanfaat.
- Makruh hukumnya membaca hamdalah dan memuji Allah di tempat-tempat yang tak pantas.
sedangkan hamdalah memiliki hukum asal sunnah. Definisi “الحمد” menurut bahasa arab artinya sanjungaan dengn lisan untuk perkara yang indah dan terpuji -hasil dari pilihan dan usaha- dalam rangka pengagungan dan penghormatan. seperti ketika orang Arab hendak memuji orang yang dermawan dengan “الحمد” bukan “المدح”, karena kata “المدح” untuk memuji hal yang bersifat kodrati/sifat bawaan.
Setelah membuka kitab dengan basmalah dan hamdalah, tak lupa penulis bershalawat kepada sayyid anak keturunan Adam dan Rasul yang terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tujuan mengamalkan perintah Allah dalam firmannya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).
Dari penjelasan ulama di atas kita dapat mengambil faidah keutamaan kalimat basmalah, hamdalah dan bershalawat kepada nabi, semoga kita dapat mengamalkannya dan senantiasa menghiasi aktivitas kita dengan kalimat-kalimat yang penuh keberkahan ini.
Ditulis Oleh: Muhamad Gozi, Lc
Disusun dan disadur dari kajian ilmiah Ustadz Dr, Aris Munandar, SS, MPI berjudul: “Al-Buduuru At-Thaliatu bi Syarhi Ar-Risalati Al-Jaami’ah”