Menitipkan anak ke pesantren bukan sekadar perkara melepas raganya dari rumah, melainkan sebuah keputusan besar yang menyangkut masa depan, akidah, dan karakter anak. Di pesantren, tersimpan perjuangan sunyi para santri dalam menuntut ilmu dan memperbaiki diri. Namun, di balik itu semua, ada peran orang tua yang sering kali luput dari sorotan: peran sebagai pendamping, penyemangat, dan penopang doa dari kejauhan.
Menjadi orang tua santri adalah seni tersendiri, seni dalam memahami perubahan anak, seni dalam mengelola rindu, dan seni dalam membangun komunikasi serta harapan yang tak putus. Artikel ini mencoba mengurai bagaimana seharusnya orang tua tidak hanya ‘melepas’, tetapi juga ‘menemani’ perjuangan anak di pesantren, baik secara emosional, spiritual, maupun moral. Karena sejatinya, kesuksesan anak di pesantren bukan hanya ditentukan oleh program lembaga, tapi juga oleh sinergi yang kuat antara rumah dan pesantren.
Berikut ini beberapa kiat orang tua dalam mensuport anak di pesantren,
1. Niat dan Doa yang Tulus
Segala hal yang diniatkan karena Allah akan bernilai ibadah. Termasuk ketika orang tua menyekolahkan anak ke pesantren, niatkan untuk mencari ridha Allah dan menjadikan anak sebagai penjaga agama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnul Qayyim menyatakan bahwa doa orang tua adalah “salah satu sebab terbesar terbukanya pintu-pintu keberkahan bagi anak.”
Maka selain niat tulus dalam memondokkan anak di pesantren, orang tua juga harus senantiasa mendokan putra putri mereka dari rumah. Karena doa-doa tulus orang tua untuk anak-anak mereka insyaallah akan Allah ijabahi.
2. Bangun Komunikasi yang Hangat
Anak di pesantren sering merasa kesepian di awal. Komunikasi yang baik dari orang tua dapat menjadi penyejuk hati. Tanyakan kabar, beri semangat, dan jangan tanya dengan nada negatif seperti, “Kamu kuat nggak? Ingin pulang?”
Allah Ta’ala berfirman,
وَقُولُوا۟ لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kepada manusia kata-kata yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 83)
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya memilih kata-kata yang lembut dan mendidik, karena kata-kata adalah jalan masuk ke hati. Jangan ceritakan semua kondisi rumah kepada anak, bahkan permasalahan yang ada di rumah, hal tersebut seringnya membuat anak tidak fokus di pesantren, rahanya ada di pesantren tapi pikirannya tidak, ia ikut memikirkan masalah-masalaj yang ada di rumah serta merasa cemah.
3. Tunjukkan Rasa Bangga dan Apresiasi
Anak akan lebih semangat jika merasa diakui perjuangannya. Tunjukkan kebanggaan orang tua atas perjuangannya yang tidak mudah.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Adapun nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebut (dengan mensyukurinya).”(QS. Adh-Dhuha: 11)
Hasan al-Bashri berkata: “Tunjukkan kegembiraanmu atas kebaikan orang lain, maka hatinya akan semakin kokoh.”
Apresiasi merupakan salah satu wasilah utama dalam mensuport anak, sedikit banyak perkembangan hafalan atau pembelajaran harus disyukuri dan di suport bukan malah ditekan dan dibanding-bandingkan dengan santri lainnya.
4. Pahami Dinamika Dunia Pesantren
Orang tua perlu tahu dunia anaknya agar bisa memberi dukungan yang sesuai. Jangan sampai memberi tekanan karena tidak tahu tantangan harian anak di pesantren.
Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(QS. At-Tahrim: 6)
Umar bin Khattab berkata, “Ajari anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman yang berbeda dari kalian.”
Diantara cara membuat anak nyaman dipesantren adalah, sampaikan kepada musyrfinya terkait kebiasaan sang anak, misal sang anak mudah dibangunkan tidur bula dipijat kakinya, sang anak suka bila diberi challange persaingan dengan teman-temannya, sang anak tidak suka dibanding-bandingkan. hal-hal semisal ini bisa disampaikan kepada musyrif pengampunya agar dalam lebih maksimal dalam membersamai ananda,
5. Jangan Bandingkan Anak
Setiap anak memiliki keunikan dan fase perkembangan yang berbeda. Membandingkan anak hanya akan menumbuhkan rasa rendah diri atau benci terhadap prosesnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
“…Janganlah kamu iri terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (QS. An-Nisa: 32)
Imam Ibn Hazm: “Orang tua yang membandingkan anak, ibarat tukang kebun yang menuntut semua tanamannya tumbuh dengan bentuk dan tinggi yang sama.”
Setiap anak adalah anugrah dari Allah, dan setiap mereka memliki kelebihan masing-masing, sangat tidak adail ketika orang tua menginingkan anaknya selalu sama dengan anak-anak lainnya.
6. Berikan Kesempatan Curhat Tanpa Menghakimi
Jadilah pendengar yang sabar dan penuh kasih, bukan penghakim. Kadang anak hanya ingin didengarkan, bukan diadili.
Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (QS. Al-Ma’idah: 2)
Sebaik-baik orang tua adalah yang bisa menjadi telinga dan hati bagi anaknya, dengarkan kisah dan curhat anak dengan tulus, kemudian berkan suport dan soluli-solusi yang baik, dan tentunya tidak bertentangan denga tujuan pesantren atay peraturan yang ada di pesantren.
7. Kuatkan dengan Kisah-Kisah Inspiratif
Kisah para ulama, sahabat, dan hafidz Qur’an bisa menambah semangat anak. Ceritakan bagaimana Imam Syafi’i belajar di usia muda, atau bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal diuji dalam mencari ilmu.
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Yusuf: 111)
Ibnul Jauzi berkata dalam Shifatus Shafwah, “Kisah orang-orang salih itu adalah bahan bakar semangat jiwa.”
Orang tua bisa membelikan buku-buku kisah ulama terdahulu dalam menuntut ilmu, kisah-kisah inspirasi dalam buku seringkali dalam meningkatkan kembali semangat anak ketika luntur danfutur.
8. Kunjungi dengan Niat Menguatkan
Kunjungan orang tua bisa menjadi vitamin batin bagi anak. Namun jika disertai kesedihan berlebihan, bisa menjadi bumerang. Tampilkan sikap tegar dan dukungan yang kokoh.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)
Salah satu bentuk cinta adalah kekuatan di hadapan orang yang kita cintai, agar ia tidak rapuh.
9. Perhatikan Kebutuhan Fisik dan Emosional
Bekali anak dengan kebutuhan yang cukup, bukan berlebihan. Pendidikan pesantren mengajarkan kesederhanaan. Orang tua yang bijak menyeimbangkan antara kebutuhan jasmani dan rohani anak.
Allah Ta’ala berfirman,
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia.” (QS. Al-Qashash: 77)
Keseimbangan antara ruh dan jasad adalah kunci istiqamah. berikan kebutuhan anak secukupnya bukan berlebih, baik itu makanan, uang jajan atau yan semisalnya
10. Sabar dan Tawakkal
Ingat, proses membentuk generasi berakhlak dan berilmu tidak instan. Sabar dan bertawakkal kepada Allah adalah dua pilar utama dalam mendidik anak.
Allah Ta’ala berfirman,
وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Dan bersabarlah; sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)
Ibnu Qudamah mengatakan, “Sabar dalam mendidik anak adalah bagian dari sabar dalam jihad di jalan Allah.”
Semoga Bermanfaat
Ditulis Oleh: Muhammad Fatwa Hamidan, B.A