Pertanyaan: “Wajibkah membaca al Qur’an sesuai dengan aturan yang ada dalam ilmu tajwid bagi seorang imam shalat?”
Jawaban
{ورتل القرآن ترتيلاً}
Allah berfirman yang artinya, ‘Dan bacalah al Quran dengan pelan’
Setiap muslim baik seorang imam shalat ataupun makmum baik ulama, penuntut ilmu ataupun orang yang awam jika membaca Al Qur’an wajib membacanya dengan baik dan benar sesuai dengan aturan-aturan dalam membacanya.
Yang menjadi tolak ukur adalah realita. Andai ada orang yang bisa membaca Al Qur’an dengan benar, bebas dari lahn khafi (baca: kesalahan membaca yang ringan) dan lahn jali (baca: kesalahan membaca yang berat) maka dia telah menunaikan kewajiban meski tidak mengetahui hukum-hukum ilmu tajwid secara teoritis semisal mengetahui macam-macam mad, makhraj huruf, ketentuan untuk huruf nun dan semisalnya.
Namun suatu hal yang sulit untuk dijumpai, ada seorang yang mengetahui dan menguasai cara baca Al Qur’an dengan benar kecuali dengan mempelajari kaedah-kaedah ilmu tajwid. Jadi belajar kaedah-kaedah ilmu tajwid merupakan sarana untuk bisa melaksanakan kewajiban.
Ada orang yang bertanya, “apakah para shahabat mengenal macam-macam mad dan ketentuan ilmu tajwid yang lain?”
Maka jawabannya tentu tidak, namun pada kenyataannya para shahabat membaca Al Qur’an sebagaimana ketentuan yang ada dalam ilmu tajwid.
Sebagai contoh pembanding, para shahabat tidak mengenal istilah fa’il, maf’ul bihi dan maf’ul liajlihi namun secara realita pengucapan mereka sudah tepat. Manfaat belajar nahwu adalah agar bisa menghindari lahn jali dan lahn khafi. Setiap orang wajib untuk membaca Al Quran sebagaimana yang Allah turunkan.
Lahn khafi termasuk diantara perbuatan yang sering terjadi ketika seseorang membaca Al Quran. Tidak ada yang terbebas dari lahn khafi kecuali segelintir imam masjid. Terkadang mereka, para imam masjid memunculkan huruf lain ketika membaca Al Qur’an. Terkadang pula mereka tidak memberikan hak huruf sebagaimana mestinya.
Akan tetapi banyak orang yang belajar agama bisa terbebas dari lahn jail. Shalat itu sah mana kala tidak ada lahn jali.
Sedangkan adanya lahn khafi tidaklah mempengaruhi keabsahan sholat misalnya makhraj huruf zha’ itu sulit dibedakan dengan makhraj huruf dhad.
Oleh karena di akhir-akhir tafsir surat Al Fatihah Ibnu Katsir mengatakan,
“Karena sulitnya membedakan huruf dhad dengan zha’ dan tidak ada yang memiliki kecerdasan dalam masalah ini melainkan segelintir orang maka orang yang membaca huruf dhad dengan zha’ atau sebaliknya shalatnya sah. Orang Syam dan Mesir membaca dhad dengan menebalkan huruf dal. Sedangkan orang Hijaz dan Irak membaca dhad sebagaimana membaca zha’. Membedakan kedua huruf ini memang sulit”.
Oleh karena shalat yang mengandung lahn khafi hukumnya sah, lain halnya jika mengandung lahn jali.
Wallahua’lam bisshowab.
***
Diterjemahkan oleh Dr. Aris Munandar, MPI dari link berikut: almenhaj.net
Artikel HamalatulQuran.com