Home Artikel Selektif Memilih Teman (Bag.2)

Selektif Memilih Teman (Bag.2)

1111
0
Source : unplash

Bismillah…

Pada artikel sebelumnya (bagian 1), kami telah menyinggung urgensi memilih teman yang baik. Untuk tulisan kali ini, kami akan menyebutkan sebagian dari ciri dan karakter orang yang dapat dijadikan sebagai teman dan sahabat karib, agar tema ini benar-benar bisa teraktualisasi dalam kehidupan.

Setidaknya ada tiga acuan pokok indikator seseorang layak dijadikan teman :

Pertama: Berakidah lurus. Ini menjadi syarat utama dalam memilih teman karib.

Hendaknyaia beragama islam dan berakidah ahlus sunnah wal jamaah. Masih ingat dengan kisah Abu thalib saat menghadapi sakaratu maut?

Kisah tersebut telah kami cantumkan di artikel bag. 1.

Dan yang serupa adalah kisah Abu Al Wafa ibnu ‘Aqil Al Hanbali yang terpengaruh ideologi sekte mu’tazilah lantaran sering duduk dan bergaul dengan tokoh mereka, serta gemar membaca karya mereka.
Adz Dzahabi pernah mengomentari kisah ibnu ‘Aqil, katanya:

وَأَخَذَ عِلْمَ الكَلَامِ عَنْ أَبِي عَلِيِّ بْنِ الوَلِيْدِ، وَأِبيْ القَاسِمِ بْنِ التُّبَّان، صَاحِبَيْ أَبِي الُحسَيْنِ البَصْرِيِّ، شَيْخِ الُمعْتَزِلَةِ وَمِنْ ثَمَّ حَصَلَ فِيْهِ شَائِبَةُ تَجَهُّمٍ وَاعْتِزَالٍ وَانْحِرَافَاتٍ.

“Ia (ibnu Aqil) menimba ilmu kalam dari dua murid Abul Husain (tokoh mutazilah); Abu Ali bin Al Walid dan Abu Al Qasim bin At Tubban. Dengan begitu akidahnya telah terkontaminasi oleh ideologi jahmiyah, I’tizal dan penyimpangan-penyimpangan lainnya.”

(Marifat Al Qurra Al Kibar 1/380)

Kedua: Taat beribadah dan menjauhi maksiat.

Point ini didasari firman Allah ta’ala,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Dan bersabralah kamu bersama-sama dengan orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan senja hari, semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya.”

Imam ibnu Katsir memberikan keterangan berkaitan ayat ini :

أَيْ: اجْلِسْ مَعَ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ وَيُهَلِّلُونَهُ، وَيَحْمَدُونَهُ وَيُسَبِّحُونَهُ وَيَكْبُرُونَهُ، وَيَسْأَلُونَهُ بكُرَةً وَعَشِيًّا مِنْ عِبَادِ اللَّهِ، سَوَاءً كَانُوا فُقَرَاءَ أَوْ أَغْنِيَاءَ أَوْ أَقْوِيَاءَ أَوْ ضُعَفَاءَ

“Yaitu; duduklah bersanding dengan hamba-hamba Allah yang senantiasa berdzikir, bertahlil, bertahmid, bertashbih, bertakbir serta selalu berdoa di waktu pagi dan petang. Sama saja, apakah mereka itu dari golongan orang fakir, kaya, kuat, maupun orang lemah.” (Tafsir al quran al azhim, 5/152)

Lebih eksplisit lagi Syeikh As Sa’di menyatakan,

وَالصَّبْرُ الَمذْكُوْرُ فِي هَذِهِ الآيَةِ هُوَ الصَّبْرُ عَلَى طَاعَةِ اللهِ الَّذِي هُوَ أَعْلَى أَنْوَاعِ الصَّبْر

“Jenis Sabar yang diinginkan dalam ayat ini adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan, yang merupakan jenis sabar tertinggi.”

(taisir al Karim ar Rahman, hal. 546)

Ketiga: Gemar menasihati dalam kebaikan/amar ma’ruf nahi munkar.

Teman yang baik tentu senang jika melihat Anda rajin ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula, ia akan bersedih jika Anda lalai, dan terjerumus dalam kubangan kemaksiatan. Sebab, ia akan merasakan hal yang serupa jika itu menimpa dirinya.

Nabi shallallahu alaih wasalam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”

(HR. Al Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 71)

Tali Persahabatan Salman Al Farisi dan Abu Darda radhiyallahu anhuma
Abu Juhaifah radhiyallahu anhu menuturkan,

آخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ سَلْمَانَ، وَأَبِي الدَّرْدَاءِ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً، فَقَالَ لَهَا: مَا شَأْنُكِ؟ قَالَتْ: أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِي الدُّنْيَا، فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا، فَقَالَ: كُلْ؟ قَالَ: فَإِنِّي صَائِمٌ، قَالَ: مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ، قَالَ: فَأَكَلَ، فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ، قَالَ: نَمْ، فَنَامَ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ فَقَالَ: نَمْ، فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ: قُمِ الآنَ، فَصَلَّيَا فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ: إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، فَأَعْطِ كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَدَقَ سَلْمَانُ

“Nabi shallallahu alaih wasallam telah mempersaudarakan antara Salman Al Farisi dan Abu Darda. Maka pada suatu hari Salman mengunjungi Abu Darda. Ia pun melihat Ummu Darda (istri Abu Darda) mengenakan pakaian yang serba kusut.

Lantas Salman bertanya kepadanya,
“Mengapa keadaan kamu seperti ini?”

“Saudaramu Abu Darda sudah tak butuh kepada dunia.” Jawab Ummu Darda.

Kemudian Abu Darda menghidangkan makanan untuk Salman, sambil berkata,”Makanlah! Sebab, saya sedang berpuasa.”

Salman menimpali,”Saya tidak akan makan sampai Anda ikut makan.”

Abu Darda pun kemudian ikut makan.
Tatkala malam telah tiba, Abu Darda beranjak untuk melaksanakan salat malam. Akan tetapi, Salman menegurnya, tidurlah. maka ia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak salat. Salman pun menegurnya untuk kedua kalinya, tidurlah.
Ketika berada di penghujung malam, Salman membangunkan Abu Darda, sekarang bangunlah. Kemudian keduanya melaksanakan salat.

Seusai salat, salman menasihati Abu Darda,
“Sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu memiliki hak atas dirimu, dan keluargamu memliki hak atas dirimu. Maka, berikanlah setiap orang haknya.”

Selanjutnya Abu Darda mendatangi rasulullah shalallahu alaih wasallam dan menceritakan kejadian tersebut.

Beliau pun memberi komentar,”Salman benar.”

(HR. Al bukhari, no 1968)

Semoga Allah merahmati para sahabat nabi shallallahu alaih wasallam. Mereka adalah panutan terbaik dari generasi umat ini.
Persahabatan sejati adalah yang didasari takwa kepada Allah ta’ala,

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az Zukhruf: 67)

Ya Allah, jadikanlah kami orang yang berguna bagi teman-teman kami, serta kumpunkanlah kami kembali di surga Mu. Amin.

Wallahu alam…
Semoga bermanfaat.

***

Ditulis oleh: Abu Hurairah, BA 

(Alumni PP. Hamalatulqur’an Yogyakarta, S1 fakultas Hadis Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia. Saat ini sedang menempuh studi S2 prodi ilmu hadis, di universitas dan fakultas yang sama).

Hamalatulquran.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here