Bismillah..
Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, dimana mereka akan saling membutuhkan satu dengan lainnya. Oleh karena itu, syariat islam memberikan rambu-rambu penting dalam urusan bersosialisasi.
Salah satu poin penting dalam hubungan antar manusia adalah mencari teman yang baik lagi terpercaya, agar persahabatan tersebut dapat memuluskan jalan menuju surga, bukan malah sebaliknya. Sebab pertemanan yang tidak dilandasi ketakwaan akan berbuah pahit di akhirat nanti, sebagaimana tersirat dalam dalam firman Allah subhanahu wata’ala :
(الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ)
Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa. [QS Az-Zukhruf 67]
Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan umatnya untuk mencari teman yang baik, beliau bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ؛ لَا يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ، أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman yang sholeh dan teman yang buruk adalah bagaikan penjual minyak wangi dan pandai besi, engkau akan mendapatkan bau harum dari penjual minyak wangi baik dengan membelinya ataupun tidak. Sedangkan pandai besi akan membuat badan atau bajumu terkena api atau seridaknya engkau mendapatkan bau yang menyengat.” (HR Al Bukhori)
Tips untuk Mengetahui Jati Diri Seseorang
Teman yang baik lagi amanah adalah sebaik-baik kawan di dunia serta di akhirat nantinya. Namun yang menjadi pertanyaan,
“Bagaimanakah kita mengetahui jati diri teman kita yang sesungguhnya?”
“Bagaimanakah caranya agar kita benar-benar mengenal orang tersebut?”
Sebab seringkali apa yang ditampakkan berbeda dengan kenyataan.
Khalifah Umar bin Khattab rhodiyallahu ‘anhu pernah memberikan tips khusus dalam masalah ini, sebagaimana diceritakan oleh salah seorang Tabi’in yang bernama Khorasyah bin Al hurr rohimahulloh :
شهد رجل عند عمر بن الخطاب رضى الله عنه فقال له عمر: إنى لست أعرفك ولا يضرك أنى لا أعرفك فائتنى بمن يعرفك , فقال رجل: أنا أعرفه يا أمير المؤمنين , قال: بأى شىء تعرفه؟ فقال: بالعدالة. قال: هو جارك الأدنى تعرف ليله ونهاره ومدخله ومخرجه؟ قال: لا. قال: فعاملك بالدرهم والدينار الذى يستدل بهما على الورع؟ قال: لا. قال: فصاحبك فى السفر الذى يستدل به على مكارم الأخلاق؟ قال: لا. قال: فلست تعرفه , ثم قال للرجل: ائتنى بمن يعرفك
“Ada seorang lelaki yang bersaksi dihadapan Umar bin Khattab rhodiyallohu ‘anhu, Umar berkata kepadanya : Aku tidak mengenalmu, dan tidak masalah meskipun aku tak mengenalmu, tapi datangkanlah seseorang yang mengenalmu.
Tiba tiba seorang laki-laki diantara hadirin berkata : Aku mengenalnya dengan baik wahai Amirul mukminin. Umar lantas bertanya : Bagaimana engkau mengenalnya?
Ia menjawab : Dia adalah orang yang bisa dipercaya.
Umar kembali bertanya : Apakah dia adalah tetanggamu hingga engkau ketahui keadaannya baik siang maupun malam?
“Tidak,” jawabnya.
Apakah engkau pernah berbisnis dengannya sehingga kau ketahui bahwa ia adalah seorang yang wara’?
“Tidak.”
Pernahkah engkau bersafar (berpergian) dengannya hingga engkau ketahui bahwa ia memiliki akhlak yang mulia?
“Tidak,” jawabnya lagi.
Itu berarti engkau tidak mengelanya.
Kemudian Umar berkata kepada pemuda yang bersaksi tersebut : Carikan aku orang yang benar-benar mengenalmu.
(Diriwayatkan oleh Al baihaqi dan dishahihkan oleh Albani dalam Irwaul gholil)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Khalifah Umar juga bertanya : “Apakah engkau pernah mengamanahkan sesuatu kepadanya?”
“Tidak”
Jika kita perhatikan kisah diatas, akan kita dapati bahwa untuk mengetahui jati diri seseorang dibutuhkan beberapa hal, yaitu :
Mengenal dengan baik gelagatnya baik siang hari maupun malam (seperti jika ia adalah tetangga sendiri), berbisnis dan bersafar dengannya serta mengamanahkan sesuatu kepadanya.
Rahasia Di balik Safar
Mengapa safar disebutkan oleh sahabat Umar? Jawabannya karena safar mampu mengungkap jati diri seseorang yang mungkin ia tutupi saat dalam keadaan mukim (tidak bersafar).
Hal ini bisa terjadi karena seorang yang bersafar seringkali menghadapi berbagai hal yang tidak menyenangkan, mulai dari rasa lelah, lapar, sulit tidur dan sebagainya yang akan memaksanya memunculkan sifat aslinya. Maka tak heran Nabi Muhammad pernah bersabda :
السفر قطعة من العذاب
“Safar adalah bagian dari adzab” (HR al Bukhori)
Berdasarkan kisah Umar diatas dapat kita simpulkan juga bahwa kriteria seorang sahabat yang baik adalah :
● Berakhlak mulia
● Wara’ (menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah)
● Amanah
Terakhir, jika kita menuntut untuk mendapatkan teman yang baik lagi amanah, tentu kita harus bercermin kepada diri kita sendiri, apakah sifat-sifat tersebut sudah melekat dalam diri kita atau malah sebaliknya.
Sebab, sebagaimana kita menginginkan sahabat yang baik, orang lain pun tentu menginginkan hal yang sama. Semoga Allah memilihkan kita sahabat-sahabat yang bisa menuntun kita menggapai Ridho-Nya.
Amiiin…
_______
Referensi :
– Irwaul Gholil
– Madarijus salikin
***
Ditulis oleh : Afit Iqwanudin, Amd
(Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, yang saat ini sedang study S1 di Universitas Islam Madinah KSA, Fakultas Qur’an)
Hamalatulquran.com