Ramadhan Memberiku Pelajaran
Bismillah…
Hari raya sesungguhnya bukan pakaian baru. Tapi hari raya sesungguhnya untuk mereka yang bertambah takwanya.
Tujuan pokok puasa adalah melahirkan insan yang bertakwa kepada Allah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al Baqarah : 183)
Apa gerangan kaitan puasa dengan takwa?
Puasa mengajarkan kepada kita, bahwa ternyata mudah bagi kita meninggalkan sesuatu yang mubah, halal dan nikmat, semata-mata karena taat kepada Allah.
Maka jika mudah bagi kita meninggalkan hal yang mubah, mengapa kita terasa sulit meninggalkan yang haram?!
Meskipun terasa enak?!
Kemudian, puasa di bulan ramadhan menunjukkan kepada kita bahwa, melakukan ibadah puasa bukan suatu hal yang berat. Ternyata mudah.
Kesempatan berpuasa masih terbuka meski ramadhan telah berkahir. Puasa Syawal, puasa tiga hari setiap bulan, puasa Ayyamul Bidh, puasa Senin Kamis, puasa Dawud dan puasa sunah lainnya.
Puasa juga mengajarkan kepada kita, ternyata bangun di akhir malam untuk ibadah, itu tidak sulit…
Ramadan mengajarkan kepada kita, ternyata sholat subuh berjamaah di Masjid saat normal itu mudah. Kesempatan ini terus ada meski Ramadhan berkahir
Ramadhan mengajarkan kepada kita, ternyata tadarus Al-Qur’an bukan suatu hal yang sulit mustahil, asal kita punya tekat yang kuat.
Ramadhan mengajarkan kepada kita, bahwa bersedekah adalah suatu hal yang mudah. Memberi makan buka, ternyata mudah.
Ramadhan mengajarkan kepada kita bahwa ternyata menjalankan ibadah itu mudah…
Bila kita renungkan, ramadhan menyimpan banyak pelajaran, yang mendidik kita utk benar-benar menjadi orang yang bertakwa.
Ada tiga modal pokok menjadi insan bertakwa :
Pertama, mengesakan Allah taala.
Tidak ada takwa jika orang itu musyrik. Takwa yang paling rendah adalah meninggalkan kekafiran menuju ketauhidan. Tidak ada takwa tanpa menjaga akidah kita dari segala perusaknya.
Kedua, semangat menuntut ilmu.
Bakr bin Unais rahimahullah mengatakan,
كيف يكون أن يتقي من لا يدري ما يتقي
“Bagaimana bisa seseorang bertakwa, sementara ia tidak tahu apa yang harus ia takwai.”
Bagaimana orang bisa bertakwa dari hal yang Allah perintahkan dan Allah larang, sementara ia tidak mengetahui apa yang Allah perintahkan dan apa yang Allah larang?!
Mustahil ada seorang yang bertakwa kemudian ia tidak peduli dengan ilmu.
Yang ironi, orang yang hidup di sekitar pesantren atau di tempat yang banyak kajian, namun tidak berminat menuntut ilmu. Sungguh disayangkan, hidup di lingkungan ilmu tapi ngga kecipratan ilmu. Jangan sampai seperti ayam yang mati di lumbung padi.
Ketiga, kesungguhan menjadi insan yang bertakwa.
وَتِلۡكَ ٱلۡجَنَّةُ ٱلَّتِيٓ أُورِثۡتُمُوهَا بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
“Itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal perbuatan yang telah kalian kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Bukan,
بما كنتم تعلمون
“disebabkan ilmu pengetahuan yang telah kalian ilmui.”
Kalau sudah semangat menuntut ilmu agama, maka kemudian sadarilah bahwa itu hanya sarana. Amal adalah tujuannya.
Ingatlah tentang tujuan kita diciptakan,
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Tujuan kita diciptakan adalah untuk ibadah.
Ibadah itu apa?
Amal…!
Ingatlah pesan Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة. رواه مسلم
“Barang siapa yang menempuh jalan guna menimba ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya, berkat amalan ini jalan menuju ke surga.” (HR. Muslim)
Apa itu jalan menuju surga? Apalagi kalau bukan ibadah kepada Allah azza wa jalla.
Maka seorang tidak salah asuh dalam menuntut ilmu, saat setelah menuntut ilmu ia mudah melakukan ibadah.
Di saat kita telah sibuk dengan kegiatan ilmu, apakah kesibukan Ilmu ini sudah benar atau belum?
Lihat saja amal kita.
Seharusnya, seorang itu semakin berilmu semakin enteng membayar zakat, puasa, sholat dan ibadah lainnya.
Kalau seorang lama menuntut ilmu tapi malas dzikir, malas ibadah, ada yang salah racikan, salah asuh. Karena ilmu yang ia dapat tidak berbuah “jalan mudah menuju surga”.
Menempuh jalan ilmu itu kabar gembira sekaligus ancaman.
Kabar gembira, bagi mereka yang telah berada di jalan ilmu dan makin rajin ibadah.
Ancaman bagi mereka yang telah berada di jalan ilmu, tapi makin malas ibadah.
***
Dirangkum dari Khutbah id Ustadz Aris Munandar MPI -hafidzohullah- 1441 H, di masjid Pondok Pesantren Hamalatul Quran.
Oleh : Ahmad Anshori
Artikel: www.hamalatulquran.com