Pada tulisan yang lampau telah dipaparkan 2 kiat sukses belajar; pertama, meminta pertolongan kepada Allah dan kedua memiliki niat yang baik dalam menuntut ilmu. Tulisan ini akan melanjutkan bahasan mengenai kiat sukses dalam menuntut ilmu.
Kiat ketiga, Merendah kepada Allah dan Berdoa
Kiat pertama berkenaan dengan kondisi tawakkalnya hati, sedang kiat ketiga berkenaan dengan langkah nyata agar seorang penuntut ilmu selalu menyematkan doa, berdoa kepada Allah agar diberi tambahan ilmu. Karena seorang hamba adalah orang yang membutuhkan Allah dan Allah mendorong hamba-hamba-Nya untuk meminta dan merendah kepada-Nya dengan firmannya,
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْۗ
“Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan,” (QS. Ghafir [40]:60)
Diantara doa terbaik yang dilakukan seorang hamba adalah ketika sepertiga malam yang terakhir, sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
يَنْزِلُ رَبُّنا تَبارَكَ وتَعالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إلى السَّماءِ الدُّنْيا، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فيَقولُ: مَن يَدْعُونِي فأسْتَجِيبَ له، مَن يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَن يَسْتَغْفِرُنِي فأغْفِرَ له.
“Allah turun setiap malam ke langit dunia ketika sepertiga malam terakhir. Kemudian berfirman ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri, siapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari)
Allah ta’ala memerintahkan nabi-Nya untuk meminta tambahan ilmu sebagaimana firman-Nya
وَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا
“Dan berdoalah ‘Ya Allah, tambahkanlah ilmu untukku.” (Qs. Thaha [20]:114)
Allah tidaklah pernah memerintahkan nabi-Nya untuk meminta tambahan apapun kecuali tambahan ilmu. Allah tidak mengajari nabi-Nya untuk meminta tambahan harta, anak, istri namun yang Allah sampaikan adalah mengajari nabi-Nya dan memerintahkan nabi-Nya untuk meminta tambahan ilmu.
Dan Allah ta’ala berfirman, melalui lisan nabi Ibrahim
رَبِّ هَبْ لِيْ حُكْمًا وَّاَلْحِقْنِيْ بِالصّٰلِحِيْنَۙ
“Ya Allah berikanlah kepadaku ilmu dan gabungkanlah diriku bersama orang-orang yang saleh.” (QS. Asy-Syu’ara [26]:83)
Nabi juga mendoakan Abu Hurairah agar hafalannya kuat serta mendoakan ibnu ‘Abbas agar diberi ilmu
اللهمَّ فَقِّهْه في الدِّينِ، و علِّمْه التأويلَ
“Ya Allah fahamkanlah ia (Ibnu Abbas) tentang agama dan ajarilah padanya tafsir.”
Allah ijabahi doa nabi-Nya, sehingga Abu Hurairah tidaklah mendengar sesuatu kecuali hafal dan jadilah Ibnu Abbas ulama umat dan penafsir Al-Qur’an.
Dari ayat dan hadis point ini bisa dipetik pelajaran bahwa usaha menuntut ilmu perlu disandingkan dengan doa. Berdoa agar diberi ilmu dan mendoakan orang lain terlebih anak keturunan untuk mendapatkan ilmu. Sehingga seroang tidaklah berharap mendapatkan ilmu sekadar dengan usahanya sendiri.
Kiat keempat, Memiliki Hati yang Baik
Hati adalah wadah ilmu. Jika wadah itu baik, dia akan menyimpan semua yang ada didalamnya. Namun, jika wadah itu rusak, dia akan telantarkan semua isinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan hati adalah asas segala sesuatu, beliau bersabda,
ألَا وإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً: إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، ألَا وهي القَلْبُ
“Ingatlah! Bahwasannya di badan ada seerat daging. Jika baik, seluruh badan akan baik. Jika rusak, seluruh badan akan rusak. Ingatlah, itulah hati.” (HR. Bukhari no. 52)
Hati akan sehat dan baik dengan cara mengingat Allah, nama, sifat dan perbuatan-Nya. Demikian pula memikirikan makhluk cipataan Allah dan ayat-ayat-Nya. Hati itu baik dengan merenungkan Al-Qur’an, banyak sujud dan salat malam.
Selain itu diiringi dengan menjauhi hal-hal yang merusak hati. Karena jika di dalam hati dijumpai ada penyakit maka hati tidak akan mampu membawa ilmu. Seandainya dia bawa ilmu dengan hafalan sedang hatinya dalam keadaan sakit ia tidak akan bisa memahaminya dengan baik. Sebagaimana firman Allah tentang orang-orang munafik – yang sakit hatinya,
لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ
“Mereka memiliki hati namun tidak mereka gunakan untuk memahami.” (QS. Al-A’raf [7]:179)
Penyakit hati ada dua macam; penyakit syahwat (keinginan-keinginan yang terlarang) dan Syubhat (racun pemikiran dan akidah)
Syahwat seperti, mencintai dan sibuk dengan dunia dan kenikmatannya. Melihat dan mendengar hal-hal yang haram. Sedangkan fitnah syubhat adalah racun pemikiran yang merusak hati dan keyakinan. Semacam berbagai macam akidah yang rusak. Pola pikir yang menyelisihi ajaran kebenaran.
Diantara penyakit hati yang menghalangi dari ilmu adalah dengki. Bisa jadi dengki kepada sesama penuntut ilmu. Ganjalan hati dan sombong. Selain itu hal yang merusak hati adalah tidur, berbicara dan makan secara berlebihan.
Menjauhi penyakit-penyakit ini adalah sebab baiknya hati. Jika hati sudah baik maka layak menjadi tempat ilmu.
Kiat kelima, Memiliki Kecerdasan
Ada orang yang datang ke majelis ilmu dengan niat agar mendapat ganjaran menuntut ilmu. Ada pula yang berniat mendapatkan ilmu. Jika seorang datang ke majelis ilmu dengan niat ingin mendapatkan ilmu maka harus memiliki kecerdasaan. Kecerdasan itu bisa jadi telah dimiliki seorang sejak lahir – memiliki potensi kecerdasan atau kecerdasan yang diupayakan.
Jika seorang sudah memiliki potensi kecerdasan sejak lahir, hendaklah ia kuatkan kecerdasannya. Jika dia tidak memiliki bawaan kecerdasan, maka perlu usaha ekstra untuk melatih dirinya sehingga mendapatkan kecerdasan. Kecerdasan adalah sebab kuat yang membantu untuk terwujudnya ilmu. Dengan kecerdasan seorang bisa menghafal ilmu, faham ilmu, bisa membedakan antara satu masalah dengan masalah yang lain serta bisa menggabungkan diatara berbagai macam dalil dan sebagainya.
Point penting kiat ini adalah menyadari bahwa kecerdasan ada dua; ada orang yang membang sudah diberikan kecerdasan sejak kecil ada pula kecerdasan yang perlu dilatih. Jika seorang belum memiliki kecerdasan, perlu latih diri untuk belajar cerdas sehingga dia mendapatkan kecerdasan.
Wallahu a’lam
Referensi: Kitab ar-Rakaiz al-Asyr Littahshil al-Ilm karya Syeikh Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri
Ditulis Oleh: Fahmi Izuddin, S.Ag.