Home Artikel Nasehat Ketika Hati Sibuk Dengan Sesuatu Yang Tidak Disyariatkan

Ketika Hati Sibuk Dengan Sesuatu Yang Tidak Disyariatkan

1818
0
Ketika Hati Sibuk Dengan Sesuatu Yang Tidak Disyariatkan

Bismillah…

Manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa makan dan minum. Ketika seseorang telah mengambil jatah dari makannya sesuai dengan kadar yang dibutuhkan lambungnya, kemudian ia ditawarkan makanan yang lain bisa dipastikan ia tidak akan memakannya, atau jika ia tetap memakannya ia tidak akan menikmati, bahkan mungkin membenci, karena perutnya tak lagi mampu menampung makanan berlebih. Atau mungkin jika ia memakannya akan membahayakan tubuhnya, tidak ada manfaat baginya karena makanan tersebut tidak menjadi nutrisi yang harusnya menegakkan tubuhnya.

Seperti itulah  kurang lebih perumpamaan yang dibuat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang  sesorang yang sibuk dengan sesuatu yang tidak disyariatkan.

Beliau Rahimahullah berkata:

فالعبد إذا أخذ من غير الأعمال المشروعة بعض حاجته، قلت رغبته في المشروع و انتفاعه به، بقدر ما اعتاض من غيره، بخلاف من صرف نهمته و همته إلى المشروع، فإنه تعظيم محبته له ومنفعته به و يتم دينه، ويكمل إسلامه.( اقتضاء الصراط المستقيم)

donatur-tetap

“Seorang hamba jika ia menjadikan amalan amalan yang tidak masyru’ sebagai kebutuhannya, maka berkuranglah keinginannya dalam menjalankan yang masyru’ dan berkurang pula manfaat yang ia dapatkan darinya, sesuai dengan kadar banyaknya ia menjadikan  ganti dari selain yang masyru’ tersebut, berbeda dengan orang yang memalingkan ambisi dan keinginanya kepada sesuatu yang masyru’, maka sungguh hal tersebut akan membesarkan kecintaanya terhadapnya, begitupula manfaatnya terhadapnya, sehingga sempurnalah agama dan keislamanya.” (iqtidha ash shirath almustaqiim)

Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengomentari nasehat indah di atas, “Dan ini benar, tidak diragukan bahwa jiwa jika ia telah sibuk dengan sesuatu maka ia akan tersibukkan dengan hal tersebut dan (tidak peduli) dengan selainnya.”

Lalu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah memberikan contoh, “Oleh karena itu engkau akan dapati orang yang banyak mendengarkan qashidah (dengan dalih) untuk memperbaiki(menenangkan) hatinya maka keinginannya untuk mendengarkan Al Quran akan berkurang sampai mungkin membencinya.”

Syaikh Utsaimin berkata, “Dan ini adalah poin penting, sebagian orang engkau dapati hatinya khusyu’ ketika mendengarkan kasidah-kasidah yang berisi nasehat atau  yang disebut sekarang sebagai nasyid islami. Ini tidak diragukan pengagunganya terhadap Al Quran akan berkurang sesuai dengan banyaknya tingkatan ia mengagungkan qashidah tersebut, kemudian jiwanya akan terbiasa untuk tidak dapat menerima nasehat kecuali dari hal hal tersebut, maka berkuranglah penerimaannya terhadap nasehat Al Quran , dan poin ini yang wajib diperhatikan oleh orang”.

Jika demikian halnya dengan nasyid yang berisikan nasehat (dan tentu yang bebas dari unsur yang diharamkan), bagaimana dengan mendengarkan musik dan nyanyian yang haram yang setiap kali mendengarkannya  berdosa?? Maka ditakutkan ia akan terbiasa dengan dosa tersebut, sehingga bukan hanya Al Quran yang ia tinggalkan akan tetapi juga menggiringnya untuk melakukan dosa yang lainnya.

Kemudian contoh yang lainnya, seperti orang yang sering melakukan traveling ke tempat tempat wisata atau keluar negeri misalnya, maka kecintaan dan pengagungannya untuk pergi haji atau umrah ke baitul haram akan berkurang.

Juga seperti orang yang memiliki perhatian besar dalam membaca dan melihat cerita fiksi maupun film fiksi, interesnya terhadap kisah para nabi dan ulama tidaklah akan besar, sehingga ia tidak bisa mengambil hikmah dari kisah kisah mereka, dan contoh yang lainnya yang masih banyak.

Oleh karena itu, Anda akan dapati seseorang yang sibuk dengan kebid’ahan, ia akan meninggalkan sesuatu  yang telah disunnahkan. Bahkan mungkin ketika ada yang mengingatkan kesalahannya, ia akan benci dan menolaknya. Sebagaimana perkataan Hassaan Ibnu ‘Athiyah Rahimahullah:

ما ابتدع قوم بدعة إلا نزع الله عنهم من السنة مثلَها

“Tidaklah suatu kaum melakukan kebid’ahan kecuali Allah cabut dari mereka sunnah yang semisalnya”.

Memang hati terkadang merasa bosan dan jemu sehingga terkadang kita butuh hiburan. Tentu tak mengapa asal hal-hal yang mubah. Namun jangan sampai kita mengganti sesuatu yang disyariatkan dengan hal mubah tersebut. Dengan kata lain janganlah kita lebih memilih dan memprioritaskan yang mubahl tersebut. Sehingga kita terus menerus melakukannya dan membuat kita lupa ataupun tidak bergairah terhadap hal yang disyariatkan, padahal apa yang Alloh dan Rosul Nya syariatkan adalah lebih baik bagi kita.

Jangan sampai kita seperti bani israil, ketika mereka meminta ganti makanan dengan sesuatu yang lebih rendah dari apa yang Alloh karuniakan kepada mereka, sehingga nabi Musa pun berkata yang Allah abadikan dalam Al Quran:

قَالَ أَتَسۡتَبۡدِلُونَ ٱلَّذِی هُوَ أَدۡنَىٰ بِٱلَّذِی هُوَ خَیۡرٌۚ   [سورة البقرة 61]

“Apakah kalian meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik” (QS:Al Baqarah:61).

Maka cukuplah kita jadikan Al Quran dan sunnah sebagai prioritas kita, cukuplah apa yang Allah wahyukan kepada nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai sumber penenang hati kita, sebagai obat lara kita, sebagai sumber nasehat,  yang di dalamnya ada sebaik baik kisah.

Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَاۤءَتۡكُم مَّوۡعِظَةࣱ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَاۤءࣱ لِّمَا فِی ٱلصُّدُورِ وَهُدࣰى وَرَحۡمَةࣱ لِّلۡمُؤۡمِنِینَ[سورة يونس 57]

“Wahai manusia! Sungguh pelajaran(Al Quran) telah datang kepadamu dari Rabbmu, penyembuh bagi penyakit dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang orang yang beriman”.(QS:Yunus:57)

Sebagaimana kita berusaha untuk mendapatkan makanan yang bergizi untuk tubuh kita dan mencukupkan diri denganya, begitulah kita seharusnya juga berusaha memberi nutrisi yang baik untuk jiwa jiwa kita.

Semoga Allah senantiasa memberi kita hidayah irsyad maupun hidayah taufiq sehingga kita dapat menjalankan syariatNya dengan penuh kecintaan dan gairah.

Wallahu a’lam.

 

Referensi:

-Syarh Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqiim, Syaikh Utsaimin.

_____

Penulis : Muhammad Sulhan Dhiya’ El-Baita

(Alumni PP Hamalatul Quran Yogyakarta, saat ini menempuh studi di fakultas hadis Universitas Islam Madinah)

Artikel hamalatulquran.com


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here