Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
عن الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، يَقُولُ : أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعِ الْجَنَازَةِ، وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ، وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ – أَوِ الْمُقْسِمِ – وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ، وَإِجَابَةِ الدَّاعِي، وَإِفْشَاءِ السَّلَامِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami tujuh perkara; menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, menjawab orang yang bersin, membantu orang yang bersumpah, menolong orang yang teraniaya, memenuhi undangan dan menebarkan salam.” (HR. Bukhari, no. 1239 dan Muslim no. 2066)
Penjelasan Hadis
Hadis ini termasuk panduan adab sosial Islam yang sangat komprehensif, mengatur hubungan antarindividu dalam masyarakat dengan berlandaskan kasih sayang, kepedulian, dan kebersamaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tujuh perintah yang mencerminkan karakter muslim sejati – yaitu muslim yang peduli pada saudaranya
Pertama, Menjenguk Orang Sakit
Kata ‘iyadah dalam redaksi hadis secara bahasa berarti menjenguk berulang kali. Berbeda dengan lafadz ziyarah yang berarti menjenguk atau berkunjung sekali waktu.
Artinya, menjenguk orang sakit bukan hanya dilakukan sekali, tetapi dianjurkan berulang kali sesuai kebutuhan dan kondisi.
Menjenguk orang sakit memiliki banyak hikmah; memperkuat hubungan, menumbuhkan empat, serta mengingatkan tentang nikmat kesehatan dan kematian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَائِدُ الْمَرِيضِ فِي مَخْرَفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ
“Barangsiapa menjenguk orang sakit, maka ia senantiasa berada di taman surga hingga ia kembali.” (HR. Muslim no. 2568)
Kedua, Mengantar Jenazah
Lafadz ittiba’ memiliki makna mengikuti, hal ini menunjukkan bahwa posisi yang tepat adalah berada di belakang jenazah, karena yang diikuti selayaknya didahului.
Para ulama menjelaskan; jika pengantar berjalan kaki, boleh berada di depan, di beakang, atau di samping. Namun, jika pengantar jenazah dalam kondisi berkendara, maka sebaiknya berada di belakang jenazah, sesuai adab yang diajarkan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hal ini menanamkan nilai tawadhu’ atau kerendahan hati dan penghormatan terhadap jenazah serta mengingatkan akan akhir kehidupan dunia.
Ketiga, Menjawab Orang Bersin
Apabila seseorang bersin lalu mengucapkan alhamdulillah, maka wajib bagi orang yang mendengar untuk menjawab dengan yarhamukallah (semonga Allah merahmatimu).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersada:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ، وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ، فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ، فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bersin dan membenci orang yang menguap. Jika salah seorang di antara kalian bersin lalu mengucap ‘alhamdulillah’, maka menjadi kewajiban bagi yang mendengar untuk menjawab ‘yarhamukallah’.” (HR. Bukhari, no. 6223)
Namun, apabila orang yang bersin tidak mengucap tahmid, maka tidak ada kewajiban menjawab sebagaimana penegasan para ulama fikih.
Keempat, Membebaskan Sumpah Orang Lain
Makna membebaskan sumpah adalah membantu seorang agar tidak melanggar sumpahnya. Contohnya, jika seorang berkata, “Demi Allah, mampirlah ke rumahku!”, maka dianjurkan untuk memenuhinya, agar orang tersebut tidak harus membayar kafarah sumpah.
Perbuatan ini termasuk bentuk kebaikan sosial, karena membantu saudara muslim menjaga lisannya dan menepati sumpahnya.
Kelima, Menolong Orang yang Teraniaya
Menolong orang yang terzalimi merupakan kewajiban moral dan agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا “. قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا، فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا ؟ قَالَ : تَأْخُذُ فَوْقَ يَدَيْهِ
“Tolonglah saudaramu, baik ia berbuat zalim atau dizalimi.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kami paham jika menolong ornag yang terzalimi, namun bagaimana menolong orang yang berbuat zalim?” Beliau menjawab, “Dengan mencegah ia berbuat kezaliman.” (HR. Bukhari, no. 2444)
Menolong dalam konteks ini mencakup bantuan fisik, moral, maupun hukum, sesuai kemampuan masing-masing.
Keenam, Memenuhi Undangan
Mendatangi undangan termasuk tanda ukhuwah dan penghormatan terhadap sesama.
Jika undangan adalah walimah pernikahan, maka hukumnya adalah wajib selama tidak ada kemungkaran didalamnya. Namun, jika undangan bukan walimah pernikahan, maka hukumnya dianjurkan tidak wajib.
Ketujuh, Menebarkan Salam
Makna “salam” menurut ulama ada dua; as-Salam berarti keselamatan, as-Salam juga berarti salah satu nama Allah.
Sehingga makna Assalamu ‘alaikum menjakup doa; ‘‘semoga keselamatan bersamamu dan semoga Allah menyertaimu.’’
Menebarkan salam menumbuhkan rasa cinta dan aman antar sesama muslim, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal jika kalian melakukannya, kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim, no. 54)
Faedah Praktis
- Islam menekankan solidaritas sosial
- Menjenguk orang sakit meningkatkan empati dan ukhuwah
- Mengiringi jenazah mengingatkan tentang kematian
- Menjawab orang bersin adalah adab kecil dengan pahala besar
- Melepas sumpah orang lain termasuk amal baik
- Menolong orang teraniaya wajib bagi yang mampu
- Menghadiri undangan mempererat hubungan sosial
- Menebarkan salam adalah pintu kasih sayang
Kesimpulan
Hadis al-Barra bin Azib radhiyallahu ‘anhu merupakan pedoman adab sosial bagi umat Islam. Tujuh perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalamnya mencerminkan prinsip Islam yang menekankan kasih sayang, solidaritas, dan kebersamaan daam masyarakat.
Dengan melaksanakan ajaran-ajaran ini, seorang muslim tidak hanya mempererat hubungan antar sesama, tetapi juga meraih kasih sayang Allah di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam
Ditulis Oleh: Fahmi Izuddin, S.Ag
Artikel: HamalatulQuran.Com