Bismillah…
Islam sangatlah menjaga kesucian pemeluknya, dzahir maupun batinnya. Diantara bentuk penjagaan kesucian dzahir adalah Islam menjelaskan cara mensucikan hal-hal yang najis.
Anak merupakan buah hati bagi orangtua, sehingga hal ini membuat oarangtua menjadi sering bersamanya, menggendong dan lain sebagainya adalah hal yang tidak luput dari kesehariannya terlebih seorang ibu. Maka tentu air kencing anaknya sudah menjadi hal yang lumrah dari kesehariannya.
Oleh karena itu, kami akan mengangkat pembahasan cara mensucikan najis air kencing anak. Dalam masalah ini, syariat memiliki cara khusus dalam mensucikan air kencing anak yang belum mengkonsumsi makanan kecuali ASI.
Bersuci Dari Air Kencing Anak Laki-Laki (Ghulam) yang Belum Mengkonsumsi Makanan Kecuali ASI
Hukum air kencing bayi laki-laki pada usia ini, tetaplah najis, sebagaimana umumnya air kencing lainnya. Hanya saja ada cara mensucikannya yang berbeda.
Dalam shahih Bukhori dan Muslim disebutkan, shahabiyah Ummu Qois binti Muhshan datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, serambi membawa anak laki-lakinya yang belum mengkonsumsi makanan. Lalu beliau dudukan anak tersebut di pangkuannya, sampai anak itu kencing dan mengenai pakaian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Lantas Rasul mengambil air dan memercikkan ke bajunya dan tidak mencucinya.
Berdasarkan hadits di atas, bersuci dari air kencing bayi laki-laki yang hanya mengkonsumsi ASI sebagai makanan pokoknya, cukup dengan memercikkan air pada area yang terkena air kencing tersebut, tanpa perlu mencucinya.
Dalam hadits lain, Ibunda Aisyah radiyallahu anha mengatakan:
أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أُتِيَ بِصَبِيٍّ، فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ، فَدَعَا بِمَاءٍ، فَأَتْبَعَهُ إيَّاهُ
وَلِمُسْلِمٍ: فَأَتْبَعَهُ بَوْلَهُ، وَلَمْ يَغْسِلْهُ
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah diserahi bayi yang kemudian bayi tersebut mengencingi pakaian beliau. Beliau lalu meminta sedikit air kemudian mencipratkan air pada bekas air kencing tersebut. [HR. Al Bukhari – Muslim]
Dalam riwayat Muslim diterangkan, “Kemudian mencipratkan air pada bekas air kencing tersebut tanpa mencucinya.”
Maka cukup bagi seseorang yang hendak membersihkan najis air kencing anak kecil laki-laki, yang belum makan makanan, dengan mencipratkan di bagian yang terkena air kencing tersebut. Namun, hendaknya tatkala mencipratkan air, dipastikan merata ke semua bagian yang terkena najis, serta jumlah airnya lebih dari air kencing yang kena bagian tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Kifayatul Akhyar fi Halli Ghayatil Ikhtishar (kitab fikih ringkas mazhab Syafi’i) :
لابد فى الرش من إصابة الماء جميع موضع البول وأن يغلب الماء على البول
Cipratan air harus mengenai semua bagian yang terkena air kencing serta air lebih dominan daripada air kencingnya.
Air Kencing Bayi Perempuan (Jariyah)
Adapun air kencing bayi perempuan, cara mensucikannya tidak sama dengan bayi laki-laki. Bayi perempuan walaupun belum mengkonsumsi makanan selain ASI tetap mensucikannya dengan dicuci. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, Nasai dan dishahihkan Imam Al-Hakim, bahwasannya Rasulallah shallallahu alaihi wasallam bersabda
يغسل مِن بول الجارية، ويُرَش من بول الغلام
Air kencing anak perempuan (yang belum makan kecuali ASI) disucikan dengan mencuci, dan air kencing anak laki-laki disucikan dengan diciprati.
Maka berdasarkan keterangan diatas mensucikan najis air kencing bayi laki-laki cukup diciprati, sementara bayi perempuan dengan mencucinya.
Kesimpulannya membedakan cara mensucikan kedua najis tersebut hanya terjadi pada saat bayi laki-laki dan bayi perempuan belum makan apapun kecuali ASI.
Wallahu A’lam….
Referensi:
- Syarh Umdatul ahkam Ibn Ad-Daqiq
- Kifayatul Akhyar
- Shahih Bukhori
- Shahih Muslim
***
Ditulis oleh: Jeje Rijalulhaq, Lc
(Alumni Pondok Pesantren Hamalatulquran Yogyakarta, Alumni (s1) Fakultas Syariah, Al-Azhar University Kairo Mesir).