Manusia hidup di dunia ini dengan membawa dua unsur, yaitu: raga dan jiwa. Hidupnya raga dengan makan minum, sehingga raganya mendapatkan asupan nutrisi dari makan dan minumnya, sedangkan asupan jiwa tidak berbentuk benda yang bisa dikonsumsi, melainkan dengan hal-hal yang bersifat ketundukan dan kepatuhan kepada pencipta jiwa tersebut, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.” (QS al-Anfal: 24)
Asy-Syekh Abdurrohman as-Sa’di rahimahullah memberikan komentar dalam tafsir ayat:
إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Suatu sifat yang senantiasa melekat pada apa yang diserukan oleh Allah dan RosulNya, dan keterangan faidah dan hikmahnya dari seruan tersebut, sungguh kehidupan hati dan jiwa dengan penghambaan kepada Allah dan senantiasa taat kepadaNya juga kepada Rasul-Nya”
Dahulu para salafus sholeh sangat terdampak dari ayat-ayat al-Quran yang mereka baca, terlebih lagi Rosulullah ‘alaihis sholatu was salam. Beliau hidup dengan al-Quran di tengah-tengah para sahabat, bahkan akhlak beliau adalah al-Quran, sebagaimana yang disifafkan oleh ibunda kaum muslimin ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha : كان خلقه القرآن akhlak beliau (Rosul alaihis sholatu was salam) adalah al-Quran. HR Ahmad
Al-Quran mampu merubah peringai manusia di zaman al-Quran turun atau zaman dekat dengan Nabi ‘alaihis sholatu was salam, kemampuan untuk mengubah keadaan manusia itu tidak akan hilang sampai al-Quran itu diangkat kembali oleh Allah ta’ala, bagi mereka yang benar-benar membacanya tidak sekedar membaca dengan lisan tetapi juga dengan mentadabburinya, yang meniti petunjuk yang ada didalamnya, berjalan di atas jalannya, pasti kebaikan umat ini akan langgeng sampai akhir zaman kelak, Nabi ‘alaihis sholatu was salam bersabda:
مثل أمتي مثل المطر لا يدرى أوله خير أم آخره
“Perumpamaan umatku ibarat hujan yang tak diketahui apakah permulaannya yang baik ataukah akhirnya” (HR. Tirmidzi)
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam kitab majmu’ fatawa dalam keterangan makna hadits: bahwa pada akhir dari umat ini ada orang-orang yang mirip dengan orang-orang terdahulu (para salaf) dan mendekati mereka sampai (karena saking miripnya) dia hampir tidak bisa melihat (menentukan) apakah ini lebih baik atau yang ini ?! Padahal kedua-duanya baik. Ini suatu kabar gembira bagi orang-orang yang mutaakhir (akhir zaman) bahwa diantara mereka ada yang sangat mirip dengan para salaf dahulu.
Berikut beberapa cerita seseorang yang berubah karena terdampak dari ayat-ayat al-Quran:
Ada seorang wanita muslimah yang berubah kehidupannya dengan sebab satu ayat yang beliau baca berulang kali, beliau bercerita: suatu hari saya baca ayat, sungguh seakan-akan ayat ini baru pertama kalinya saya baca, saya sungguh berhenti di ayat ini dan memikirkannya dalam waktu yang lama sampai tak terasa air mataku mengalir dengan deras, hal itu menumbuhkan dalam diriku yang sangat dalam untuk mengubah diriku sendiri dan umat ini walupun hanya satu kangkah ke depan, ayat itu seakan-akan berkata kepadaku “berubahlah atau kamu yang akan di ganti”, ayat itu adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Maidah: 54)
Allah memberi karuniaNya kepada yang Dia kehendaki, sungguh saya memohon kepadaNya untuk dijadikan sebagai hamba yang didatangkan bukan yang di ganti, dan dijadikan sebagai hamba yang dipakai untuk taat kepadaNya dan berkhidmah dalam agamaNya bukan hamba yang Allah ganti dengan kaum yang lain.
Bersambung…
Ditulis Oleh: Muhammad Fathoni, B.A
Artikel: HamalatulQuran.Com