Alhamdulillah, washsholatu wassalam ‘ala Rosulillah, Amma ba’ du.
Tuhfatul Athfal merupakan sebuah karya fenomenal dari seorang ulama Mesir yang bernama Syaikh Sulaiman Al Jamzuri rohimahulloh. Buku kecil yang berisikan susunan bait-bait ilmu tajwid ini mendapat sambutan yang amat fantastis dari penuntut ilmu di seluruh dunia. Bahkan bisa dikatakan bahwa karya tersebut merupakan matan kedua yg paling masyhur setelah matan Al Jazariyah dalam disiplin ilmu tajwid.
Namun tahukah anda, terdapat sebuah isu yang menjadi perbincangan cukup hangat di kalangan para penggiat ilmu satu ini, yaitu seputar terputusnya rantaian sanad matan tersebut, atau dengan bahasa yang lebih sederhana: “Tidak ada sanad Tuhfatul Athfal yang bersambung hingga sang pengarang, Syaikh Sulaiman Al Jamzuri rohimahulloh.
Pada artikel kali ini, insyaAllah kami akan berusaha untuk memaparkan dengan rinci permasalahan tersebut.
Perkataan Para Ulama
– Syaikh Muhammad Al-Muthoiri
Dalam kitab yg berjudul Al-ihkam fi Dhobhti al-Muqoddimah wa at-Tuhfah, beliau menyertakan sanad yang didapatkan dari Syaikh Aiman Said hafidzohulloh. Pada awal sanad tertulis:
إسناد تحفة الأطفال منقطع، فلا يعلم من أخذها عن ناظمها الشيخ سليمان الجمزوري رحمه الله
“Sanad Tuhfatul Athfal itu terputus, tidak diketahui siapa yang mewarisinya dari sang pengarang Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri rohimahulloh”
– Syaikh Hasan Al-Warroqi
Dalam karya beliau yang berjudul I’anah al-Mustafid beliau sebutkan:
سند التحفة فيما أعلمه لا يتصل إلى الإمام / الجمزوري – رحمه الله – ؛ فأكثر الأسانيد الموجودة اليوم تلتقي عند الإمام / محمد ابن أحمد المتولي – رحمه الله – ، أما الأسانيد الموجودة عند البعض ومتصلة ، فهي لا تصح بسبب الانقطاع في السند، ومن وجد سنداً متصلاً بعد التأكد والتثبت فليخبرنا به مشكوراً ، والله أعلم
“Sanad Tuhfah -sejauh pengetahuan saya- tidak bersambung hingga Imam Al-Jamzuri rohimahulloh; dimana kebanyakan sanad yg ada bermuara pada Syaikh Muhammad bin Ahmad Al-Mutawalli rohimahulloh. Adapun berbagai sanad yg dimiliki sebagian orang saat ini yang bersambung (sampai pengarang), maka sanad tersebut tidaklah shahih karena sejatinya sanad tersebut terputus. Dan siapa saja yang mendapati sanad yang bersambung, maka kami harap untuk menginfokannya kepada kami setelah benar-benar dipastikan keshahihan sanad tersebut. Wallahu a’lam.
– Syaikh Muhammad Shobir Imron
Setelah menuliskan silsilah sanad dalam tahqiq beliau untuk matan Jazariyah dan Tuhfah yg bernama Fathu Al-Malik Al-Muta’al, beliau menyebutkan bahwa belum terdapat sanad tuhfah yg benar-benar bersambung hingga Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri rohimahulloh.
Berbagai Jalur Sanad Tuhfah yang Tersebar Saat Ini
Setidaknya terdapat lima jalur sanad Tuhfatul Athfal yg tersebar dikalangan penuntut ilmu hingga saat ini, yaitu:
Pertama: Jalur Syaikh Muhammad bin Ahmad Al-Mutawalli rohimahulloh (wafat 1313H)
Kedua: Jalur Syaikh Ali Al-Mihi rohimahulloh (wafat 1229 H)
Ketiga: Jalur Syaikh Mushthofa bin Ali Al-Mihi rohimahulloh
Keempat: Jalur Syaikh Ahmad bin Ali Al-Mihi rohimahulloh.
Kelima: Jalur Syaikh Nashr Al-Hurini rohimahulloh (wafat 1291 H)
Penjelasan
Jalur pertama (Syaikh Al-Mutawalli) merupakan jalur yang paling masyhur diantara para pemilik sanad Tuhfah. Padahal jika kita perhatikan dengan seksama, dalam penulisan sanad jalur ini jelas sekali terdapat “inqitho'” alias tidak bersambung. Sebab silsilah sanad antara Syaikh Mutawalli dan Syaikh Al-Jamzuri rohimahulloh tidak diketahui secara pasti. Oleh karenanya, seringkali saat pemulisan sanad sampai pada Imam Al-Mutawalli, akan disebutkan:
بسنده إلى الناظم سليمان الجمزوري رحمه الله
“Sesuai dengan sanad beliau (Imam Al-Mutawalli) sampai kepada Imam Al-Jamzuri”
Dari sinilah muncul pertanyaan, lantas siapa saja antara keduanya yg tidak disebutkan? Ada berapa orang dalam silsilah sanad tersebut? serta berbagai pertanyaan serupa. Sedangkan jarak antara kedua ulama tersebut terpaut kurang lebih 100 tahun.
Sebagian kalangan memang didapati berusaha menerka-nerka siapa saja yg “hilang” dari silsilah sanad tersebut dengan mengambil referensi dari berbagai sumber. Namun tetap saja jalur tersebut memiliki status “terputus” lantaran tidak memiliki sandaran yg pasti.
Adapun untuk jalur sanad kedua hingga keempat, maka sejatinya juga memiliki status”terputus”. Sebab memang tidak didapati referensi pasti untuk jalur tersebut. Alasan penyebutan jalur ini sendiri adalah kedekatan antara ketiga ulama ini dengan syaikh Sulaiman Al-Jamzuri rohimahulloh. Sebab Syaikh Ali Al-Mihi sendiri merupakan guru dari Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri yang juga beliau sebutkan dalam tuhfatul athfal, lebih tepatnya pada bait:
سميتها بتحفة الأطفال
عن شيخنا الميهي ذي الكمال
Sedangkan Syaikh Musthofa Al-Mihi dan Ahmad Al-Mihi adalah kedua putra dari Syaikh ‘Ali Al-Mihi rohimahumulloh.
Kemudian jalur kelima melalui Syaikh Nashr Al-Hurini rohimahulloh. Jalur ini sendiri mendapat perhatian cukup besar di kalangan para ulama. Alasannya ialah karena Syaikh Al-Hurini pernah menceritakan kisahnya saat menghadiri majlis Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri yg kala itu membahas Tuhfatul Athfal.
هذا، وقد رأيت سنة 1227 أيام مجاورتي بالمقام الأحمدي بطنتدا في حاشية شيخنا الجمزوري- الشهير بالأفندي- على تحفة الأطفال وشرحها له تفصيلا في (لدى) وهو أنها تكتب بالياء إن كانت بمعنى (في) وتكتب بالألف إن كانت بمعنى (عند) وقرره كذلك في درسه
“Aku telah melihat pembahasan ini dalam Hasyiyah Tuhfatul Athfal karya guru kami Al-Jamzuri yg masyhur dengan julukan Al-Afandi pada tahun 1227 H saat bermukim di dekat Masji Al-Ahmadi di Thonto. Beliau menjelaskan secara rinci makna lafadz (لدى), yaitu jika ia ditulis dengan huruf ya (لدى) maka ia bermakna (في), sedangkan jika ditulis dengan alif (لدا) maka ia bermakna (عند). *Selain itu, beliau juga menjelaskan hal serupa dalam majlisnya*”
Pernyataan beliau diatas memiliki dua kemungkinan:
Pertama: Beliau hadir majlis Tuhfatul Athfal dari awal hingga akhir.
Kedua: Beliau hanya menghadiri sebagian majlis tersebut.
Dua hal ini cukup penting, sebab jika memang beliau menghadiri majlis seluruhnya, maka hal ini akan menjadi faktor yang sangat menguatkan tersambungnya sanad Tuhfah melalui jalur beliau. Karena memang dalam hal pengambilan sanad (selai sanad Al-Quran) ada istilah As-Sama’, yaitu dimana seorang murid berhak mendapatkan dan mewariskan sanad hanya dengan mendengarkannya dari sang guru, tanpa perlu si murid membacakannya dihadapan sang guru.
Namun jika yang terjadi adalah kemungkinan yang kedua, maka tentunya berbeda. Oleh karenanya, jalur sanad ini juga dianggap terputus oleh banyak ulama lantaran tidak ada kepastian bahwa Syaikh Nashr Al-Hurini rohimahulloh mendengarkan Tuhfah dari Syaikh Jamzuri dari awal hingga akhir.
Meskipun demikian, jalur ini sejatinya bertambah kuat jika kita melihatnya dengan kaca mata sebagian ahli hadits. Sebab dalam perkataan Syaikh Nashr Al-Hurini terdapat isyarat bahwa beliau menelaah secara langsung Hasyiyah dan Syarah Tuhfatul Athfal karya Syaikh Al-Jamzuri. Dalam disiplin ilmu hadits, fakta tersebut bisa masuk kedalam bab riwayat yang bernama “Wijadah”, yaitu saat seseorang membawakan sebuah riwayat dari kitab seorang alim yang ia dapatkan.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
– Pendapat yang mengatakan bahwa tidak terdapat sanad matan Tuhfathul Athfal yang bersambung hingga sang pengarang (Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri) merupakan pendapat yang cukup kuat berdasarkan fakta yang kami paparkan diatas.
– Maksud para masyayikh saat memberikan sanad Tuhfah tersebut kemungkinan adalah sebuah bentuk *i’it’nasan* alias sebagai bumbu penyemangat tambahan meskipun tersambungnya sanad tersebut masih kontroversi. Adapun bumbu utama dalam masalah ini adalah memahami ilmu tajwid dan menerapkannya dengan baik dan benar. Hal ini sebagaimana disinggung oleh Syaikh Muhammad Shobir ‘Imron dalam Fathu Al-Malik Al-Muta’ al dan Syaikh Hasan Al-Warroqi dalam Dhobthu Mandhumah Tuhfatul Athfal.
– Sejauh ini, jalur sanad yang memiliki potensi paling dekat dengan status “bersambung” adalah jalur Syaikh Nashr Al-Hurini rohimahulloh sebagaimana penjelasan diatas. Tak heran jika jalur ini pun cukup banyak bertebaran di berbagai sanad Tuhfah yg ada sekarang ini. Akan tetapi sebagian masyayikh membubuhkan keterangan tambahan saat mewariskan sanad Tuhfah melalui jalur ini. Alasannya ialah sebagai bentuk amanah ilmiah lantaran tidak ada kepastian 100 persen bahwa Syaikh Al-Hurini menghadiri majlis Tuhfah secara utuh. Lafadz yg ditambahkan adalah:
سماعا عليه لبعضها إن لم يكن لجميعها
Lafadz diatas ini merujuk kepada dua kemungkinan yang telah kami sebutkan sebelumnya.
– Ada atau tidaknya sanad untuk matan satu ini sejatinya tidak mengurangi nilai ilmiahnya. Sebab sudah masyhur bahwa matan ini merupakan karya Syaikh Sulaiman Al-Jamzuri. Ditambah lagi para ulama sudah banyak melontarkan pujian atasnya serta diterima secara luas oleh kaum muslimin. Hal ini sejatinya memiliki kemiripan dalam satu sisi dengan mandhumah Al-Baiquniyah dalam Ilmu Hadits. Meskipun sang pengarang bahkan tidak diketahui biografi dan nama aslinya bahkan masih diperselisihkan, akan tetapi tetap fakta tersebut tidak mengurangi nilai dari karya ini. Bahkan mandhumah ini memdapatkan sambutan yang luar biasa dikalangan para penuntut ilmu.
– Diantara alasan yang disebutkan oleh para ulama seputar ketiadaan sanad matan Tuhfatul Athfal adalah bahwa matan ini mulai terkenal luas setelah wafatnya sang pengarang. Selain itu, tidak kita dapati sanad Al-Quran yang melalui jalur syaikh Al-Jamzuri rohimahulloh.
– Memiliki sebuah sanad untuk suatu kitab, matan ataupun yang lainnya bukan menjadi jaminan bahwa orang tersebut paham dengan baik isi kandungannya. Sebab ada perbedaan jelas antara ilmu “Riwayah” dan “Diroyah”.
– Faidah tambahan: Dalam banyak cetakan matan Tuhfatul Athfal, seringkali tidak disebutkan kapan sang pengarang wafat. Sebagai gantinya justru ditulis كان حيا سنة 1213 “beliau hidup di tahun 1213 H atau lafadz yg semisalnya. Alasannya ialah karena tahun wafatnya beliau tidaklah diketahui. Hingga kemudian pada sekitar tahun 2016, Syaikh Mushthofa Sya’ban hafidzohulloh mendapatkan sebuah manuskrip dari kitab Fathul Aqfal yang tertulis di dalamnya bahwa Syaikh Al-Jamzuri wafat pada tanggal 8 Dzulqo’dah tahun 1227 H).
Wallahu a’lam.
Referensi:
– Al-Matholi’ An-Nashriyyah, Nashr Al-Hurini
– Al-ihkam fi Dhobhti al-Muqoddimah wa at-Tuhfah, Muhammad bin Falah Al-Muthoiri
– I’anah al-Mustafid, Hasan Warroq
– Dhobthu Mandhumah – Tuhfatul Athfal, Hasan Al-Warroqi
– Syarah Mandhumah Baiquniyah, Abdul Karim Al-Khudhoir
***
Ditulis oleh: Afit Iqwanuddin, Lc. (Alumni PP HamaatulQuran dan mahasiswa pascasarjana Ilmu Qiroat, Fakultas Al Quran, Universitas Islam Madinah)
Artikel: www.HamalatulQuran.com