Bismillah…
Pada bulan sya’ban tahun kedua hijrah, turun syariat kewajiban berpuasa di bulan ramadhan. Sehingga ini menjadi puasa pertama bagi rasulullah shallallahu alaih wasallam dan para sahabatnya.
Akan tetapi, bersamaan dengan itu, di bulan ramadhan dan di tahun yang sama perang badar pun terjadi. Pertanyaannya, apakah beliau dan para sahabat tetap berpuasa saat itu? Ini yang akan menjadi objek pembahasan pada tulisan kali ini.
Tanggal Perang Badar
Terdapat silang pendapat di antara Ahli sejarah, kapan Perang badar terjadi? Menurut sebagian pendapat, peristiwa tersebut terjadi pada hari kesebelas atau ketiga belas. Sedangkan menurut pandangan lain, terjadi pada hari ketujuh belas atau kesembilan belas.
Pendapat manapun yang menjadi acuan, peristiwa tersebut tetap saja terjadi di bulan ramadhan.
Riwayat yang menguatkan bahwa nabi shallallahu alaih wasallam dan sahabatnya tidak dalam kondisi berpuasa
Pada dasarnya, kita meyakini bahwa nabi dan para sahabat berpuasa di bulan ramadhan. Karena hal itu merupakan suatu kewajiban.
Tetapi, terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa beliau dan sahabat tidak sedang berpuasa di bulan ramadhan tahun kedua hijrah, karena hendak menghadapi musuh di perang badar.
Di antaranya adalah riwayat At Tirmidzi (no. 714),
عن معمر بن أبي حبيبة، عَنِ ابْنِ الْمُسَيّبِ، أَنَّهُ سَأَلَهُ عَنِ الصَّوْمِ فِي السَّفَرِ، فَحَدَّثَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ قَالَ: غَزَوْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزْوَتَيْنِ فِي رَمَضَانَ يَوْمَ بَدْرٍ، وَالفَتْحِ، فَأَفْطَرْنَا فِيهِمَا.
وفي الباب عن أبي سعيد.
وحَدِيثُ عُمَرَ، لاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ هَذَا الوَجْهِ.
Dari Ma’mar bin Abu Habibah, bahwa ia pernah bertanya kepada sa’id bin Musayyib seputar hukum berpuasa di saat safar. Kata sa’id: Umar bin Khattab bercerita:
“Kami pernah berperang bersama nabi shallallahu alaih wasallam sebanyak dua kali di bulan ramadhan. Yaitu, di perang badar dan saat penaklukan kota mekkah. Saat itu Kami pun berbuka.”
Imam At Tirmidzi berkomentar: Terdapat riwayat Abi Sa’id Al khudri dalam bab ini. Dan kami tidak mengetahui hadis Umar selain dari jalur (dengan sanad) di atas.
Al hafidz ibnu katsir menilai sanad hadis tersebut jayyid (tingkatan antara hasan dan sahih). Al hafiz ibnu rajab pun menjadikannya sebagai landasan dalam persoalan ini.
Memang ada sisi kelemahan pada aspek sanad hadis. Namun, hal itu terbilang ringan. Sehingga bisa ditopang dan dikuatkan dengan beberapa hadis lain yang semakna. Dengan demikian, hadis-hadis itu mengangkat derajat hadis di atas, serta menjadikannya sebagai bukti akurat.
Di antara hadis yang menguatkan kandungan hadis di atas adalah riwayat Abu Said Al Khudri radhiyallahu anhu, kata beliau:
سَافَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَكَّةَ وَنَحْنُ صِيَامٌ، قَالَ: فَنَزَلْنَا مَنْزِلًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّكُمْ قَدْ دَنَوْتُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ، وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ» فَكَانَتْ رُخْصَةً، فَمِنَّا مَنْ صَامَ، وَمِنَّا مَنْ أَفْطَرَ، ثُمَّ نَزَلْنَا مَنْزِلًا آخَرَ، فَقَالَ: «إِنَّكُمْ مُصَبِّحُو عَدُوِّكُمْ، وَالْفِطْرُ أَقْوَى لَكُمْ، فَأَفْطِرُوا» وَكَانَتْ عَزْمَةً، فَأَفْطَرْنَا
“Kami bersafar menuju mekkah (untuk penaklukkan kota mekkah) bersama rasulullah shallallahu alaih wasallam dalam kondisi berpuasa. kami pun menginap di suatu tempat. Lalu rasulullah bersabda: Sunnguh, kalian telah dekat dari musuh. (berbukalah) karena itu bisa membuat fisik kalian lebih kuat.
Kata Abu Said: yang demikian Itu adalah rukhsah/keringanan dari beliau. Sehingga ada tetap berpuasa, dan ada pula yang berbuka. Kemudian kami menetap di persinggahan berikutnya. Beliau pun berkata: sungguh, pagi ini kalian akan menghadapi musuh (perang), maka berbukalah, kerena itu bisa membuat fisik kalian lebih kuat.
Kata Abu Said: ini adalah sebuah azimah/keharusan. Sehingga kami pun berbuka.” (Muslim, no. 1120)
Di antaranya juga hadis jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَامَ الْفَتْحِ إِلَى مَكَّةَ فِي رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ، فَصَامَ النَّاسُ، ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ، حَتَّى نَظَرَ النَّاسُ إِلَيْهِ، ثُمَّ شَرِبَ، فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ: إِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ صَامَ، فَقَالَ: «أُولَئِكَ الْعُصَاةُ، أُولَئِكَ الْعُصَاةُ»
“Rasulullah shallalahu alaih wasallam berangkat menuju mekkah saat penaklukkan kota mekkah, di bulan ramadhan. Ketika itu Beliau dan orang-orang sedang berpuasa. Tatkala sampai di daerah kura’ al ghamim, beliau minta agar diberi segelas air. Maka beliau mengangkat gelas itu, agar orang-orang melihatnya. Lalu beliau pun minum. maka dilaporkan kepada beliau, bahwa masih ada yang meneruskan puasanya. Beliau lantas berkata: mereka telah bermaksiat, mereka telah bermaksiat.” (Muslim, no. 1140)
Kesimpulannya, hadis Umar bin Khattab radhiyallahu anhu adalah hadis yang bisa dijadikan sebagi bukti kuat dalam masalah ini.
Kemudian, hal ini juga menjadi bukti akan keindahan syariat islam. Sebab, berbuka bagi orang yang sedang di medan perang dapat memberikan tenaga yang lebih besar, serta menjadikan fisik lebih kuat untuk menghadapi lawan.
Kata Asy Syaukani,
وَأَمَّا إذَا كَانَ لِقَاءُ الْعَدُوِّ مُتَحَقِّقًا فَالْإِفْطَارُ عَزِيمَةٌ؛ لِأَنَّ الصَّائِمَ يَضْعُفُ عَنْ مُنَازَلَةِ الْأَقْرَانِ وَلَا سِيَّمَا عِنْدَ غَلَيَانِ مَرَاجِلِ الضِّرَابِ وَالطِّعَان
“Apabila Peperangan sudah tak terelakkan, maka berbuka merupakan azimah. Karena, orang yang dalam kondisi puasa itu lemah dalam menghadapi lawan. terlebih lagi di saat peperangan sedang berkecamuk.”
Wallahu a’lam.
________
Referensi :
– Tarikh at Thabari, 2/49 dan 417
– Ath Thabaqat al kubra, 2/15
– Musnad Al Faruq, 1/422
– Lathaif al Ma’arif, hal. 177
– Nail Authar, 4/268
***
Ditulis oleh : Abu Hurairah, BA
(Alumni PP Hamalatulqur’an Yogyakarta, Mahasiswa Pascasarjana jurusan Ilmu Hadis, Fakultas Hadis Universitas Islam Madinah KSA)