Home Artikel Indikator Akhlak Mulia

Indikator Akhlak Mulia

163
0

Menjadi manusia yang baik, tidak cukup hanya fokus kepada ibadah, hubungan antara manusia dengan sang pencipta. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah hubungan baik antar manusia. Salah satu tugas penting yang diemban oleh nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbaiki akhlak manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاق

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad)

Indikator akhlak mulia berkenaan hubungan antar manusia sebagaimana dijelaskan oleh al-Hasan al-Basri, ‘Akhlak yang mulia itu; tidak mengganggu, suka menolong dan memiliki wajah yang berseri-seri.’[1]

Tidak Mengganggu

donatur-tetap

Makna tidak mengganggu berarti menahan tangan maupun lisannya untuk tidak menyakiti orang lain entah itu hartanya, raganya ataupun kehormatannya. Menggannggu harta seperti menghianati kesepakatan, curang, merampok, mencuri atau yang lainnya. Diantara bentuk menyakiti raga adalah melukai fisik, memukul dan sebagainya.

Sedangkan mengganggu kehormatan orang lain bisa dengan mencela, menghina, merendahkan, dan menggunjing. Maka orang yang belum bisa menahan dirinya dari menyakiti saudaranya belumlah termasuk memiliki akhlak mulia, bahkan dia termasuk yang berakhlak buruk.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai muslim yang ideal, muslim yang baik

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ،

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Muslim (yang baik) adalah yang tidak menyakiti orang muslim lainnya dengan lisan maupun tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)[2]

Suka Menolong

Suka menolong orang lain adalah tahap kedua seorang memiliki akhlak mulia. Termasuk kategori suka menolong adalah memiliki sikap dermawan dan senang memuliakan orang lain. Menolong dan meringankan beban orang lain tidak perlu menunggu datangnya permintaan bantuan, namun memiliki kepekaan akan kesusahan orang lain.

Menolong dan meringankan beban orang lain hendaknya disertai dengan dasar ikhlas lillahi ta’ala, tidak mengharap kecuali balasan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Diantara balasan yang Allah janjikan kepada mereka yang suka meringankan beban saudaranya adalah Allah akan ringankan bebannya di dunia maupuan akhirat.

Wajah yang Berseri

Point terakhir seorang dianggap berakhlak yang mulia menurut al-Hasan al-Basri adalah memiliki wajah yang sejuk dipandang bukan wajah yang masam. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk umatnya agar memiliki wajah yang berseri-seri melalui sabdanya;

عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، قَالَ : قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ “.

Dari Abu Dzar berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadakku, “Jangan menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walau hanya bermuka ramah kepada saudaramu ketika bertemu.” (HR. Muslim)[3]

Wajah yang berseri-seri bisa ditandai dengan murah senyum. Senyum yang tulus bukan senyum yang merendahkan. Memiliki wajah yang sejuk akan membuat hati orang yang melihatnya senang dan bahagia.

Seorang yang sudah bisa menahan dirinya untuk tidak menyakiti orang lain, sudah membiasakan membantu orang lain, namun belum memiliki wajah yang sejuk belumlah disebut orang yang berakhlak mulia. Sertai kebaikan yang dilakukan dengan wajah yang sejuk, nyaman dipandang bukan wajah yang membuat orang yang melihatnya ketakutan.

Referensi

Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhori, Sahih al-Bukhori, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1423H)

Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, (Riyadh: Bait al-Afkar, 1419H)

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Kitab al-Ilmi, (Riyadh: Muassasah al-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin al-Khairiyyah, 1435H)

[1] Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Kitab al-Ilmi, (Riyadh: Muassasah al-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin al-Khairiyyah, 1435H), hlm. 262.

[2] Bukhori no. 10, 6484 dan Muslim no. 40

[3] Muslim no. 2626

Ditulis Oleh: Muhammad Fahmi Izudin, S.Ag.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here