Seorang suami yang bertanggung jawab bukan berarti menjadi suami tanpa kesalahan . Karena usaha apapun yang dilakukannya pasti ada batas kemampuannya. Sehingga kesalahan dan kekurangan bisa saja nampak sewaktu-waktu. Ketika kesalahan dan kekurangan ini terjadi, suami perlu melakukan Langkah-langkah bijak agar tidak menjadi kesalahan yang membuatnya lalai dari tanggung jawab.
Diantara langkah-langkah bijak yang perlu segera ditempuh oleh suami adalah:
- Muhasabah
Suami perlu membiasakan diri mengevaluasi apa saja yang sudah dia lakukan untuk keluarganya. Bisa jadi dia telah melakukan sesuatu yang dianggapnya baik, tapi bagi Allah itu hal buruk. Misalnya terkait proses mendapatkan harta perlu dia koreksi bagaimana cara mendapatkannya apakah sudah dipastikan halal atau belum. Setelah memastikan kehalalannya, seorang ayah juga perlu mengkoreksi apakah dia telah membagikan harta itu kepada anak-anaknya dengan adil atau justru membuat salah satu anaknya terdzolimi.
Perbuatan apapun yang diavaluasinya akan menyadarkan jiwanya untuk semakin terdorong memperbaiki diri. Apabila dia bersungguh-sungguh memperbaiki diri dalam mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka akan semakin kecil kemungkinan untuk lalai dari amanah tersebut.
Yang tidak kalah penting, bahwa dorongan untuk evalusi diri hendaknya didasarkan atas perintah dari Allah. Allah Subhanahu Wata`ala memerintahkan kepada setiap manusia agar selalu mengavaluasi diri mereka karena akan mempengaruhi bekal yang dibawa untuk kehidupan berikutnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al Hashr: 18]
- Memperbaiki Niat
Berhenti berbuat baik terkadang berawal dari rasa kecewa berat. Seringkali manusia mudah kecewa jika dia melakukan sesuatu untuk seseorang namun orang tersebut tidak menghargainya atau bahkan merendahkannya. Namun bagi orang yang melakukan suatu kebaikan murni karena Allah, dia tidak mudah kecewa atas perlakuan yang tidak baik terhadap dirinya dari orang yang dia bantu.
Hendaknya hal ini perlu menjadi bekal bagi para suami agar merubah niat yang sebelumnya memperlakukan istri dengan baik karena alasan cinta, beralih menjadi karena Allah. Karena suami tidak tahu di momen seperti apa yang membuat dia kecewa akibat perlakuan istri yang menurutnya kurang berkenan. Jika perbuatan istri tersebut membuatnya kecewa, dia tidak akan mudah mengabaikan tanggung jawabnya sebagai suami. Karena selama dia menjalani tanggung jawab bukan bergantung pada reaksi istri terhadapnya, tapi seberapa besar keridhoan Allah yang dia harapkan.
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharap wajah Allah. Kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan: 9)
- Ikut Majlis Ilmu
Diantara usaha yang bisa dilakukan oleh seorang suami agar tidak lalai dalam memimpin keluarga adalah mengikuti majlis ilmu. Di dalamnya terdapat nasehat-nasehat yang mendorong agar semangat dalam berbuat kebaikan. Di dalam majlis juga dapat mengambil berbagai pengetahuan tentang perilaku-perilaku buruk yang perlu perlu dihindari. Apabila seorang suami rutin mengikuti majlis ilmu dengan sungguh-sungguh, maka akan semakin tersingkap perbuatan apa saja yang tidak diridhoi oleh Allah. Baik perbuatan itu berkaitan dengan Allah maupun orang lain termasuk istri dan anak.
Suami yang sudah tertanam pada dirinya pengetahuan tentang perbuatan buruk dan juga ada semangat untuk menghindari keburukan tersebut, maka kelalaian dalam mengemban amanah sebagai kepala keluarga akan dia anggap sebagai kesalahan besar yang harus segera dia perbaiki.
Sahabat mulia Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu `Anhu bekata:
“Dulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sementara aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut terjerumus ke dalam keburukan itu.”
Ditulis Oleh: Malki Hakim, S.H