Home Artikel Jangan Ada Dusta atas Nama Nabi Kawan

Jangan Ada Dusta atas Nama Nabi Kawan

1543
0

 

Berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dosa besar, bahkan bisa membuat pelakunya keluar dari islam.

Syeikh Sholeh Al-Munajid mengatakan,

“Sebagian ulama berpendapat bahwa barangsiapa yang sengaja berdusta atas nama nabi maka dia kafir (keluar dari islam). dan sebagian ulama lainnya menganggap itu masuk kedalam kategori dosa besar.”

Dari Al-Mughirah ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

 “Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Sahabat ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia tahu bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim).

Diatas adalah beberapa hadits yang menunjukkan betapa berbahayanya berdusta atas nama Nabi Shalallahu ‘alihi wa sallam.

Lalu kapankah seseorang itu dikatakan telah berdusta atas nama Nabi..?

Berikut ini beberapa kondisi seseorang dikatakan telah berdusta atas nama Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam :

Pertama, membuat dan menyebarkan hadits palsu.

Ketika seseorang membuat hadits palsu atau dia tahu hadits tersebut adalah sebuah hadits palsu namun dia tetap menyebar luaskannya tanpa menerangkan bahwa itu adalah hadits yang palsu, maka dia telah berdusta atas nama Nabi.

Kedua, menjelaskan hadis Nabi dengan penjelasan yang menyimpang dari maksud hadits tersebut, contoh:

Nabi  shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الْمُصَوِّرُونَ

“Sesungguhnya orang yang peling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al mushowwirun (pembuat gambar).” (HR. Bukhari).

Maka ada sebaian orang berkata: Nabi melarang kita menggambar (makhluk bernyawa) dan membuat patung karena pelakunya akan disiksa di hari kiamat, tapi itu dulu karena iman orang-orang dahulu belum kuat dan sekarang tidak mengapa.

wal ‘iyadzu billah

Padahal larangan tersebut senantiasa ada bukan hanya dizaman Nabi saja namun sampai sekarang pun larangan itu senantiasa ada.

Maka orang semisal diatas dia telah menjelaskan hadits dengan pemahaman yang menyimpang dan tidak sesuai dengan maksud asli hadits tersebut :

Ketiga, membuat dan atau berbuat bid’ah.

Karena sesungguhnya samua bid’ah adalah dusta atas Nabi karena dengan dia berbuat bid’ah otomatis ia telah beranggapan bahwa itu adalah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam padahal bukan.

Keempat, membaca hadis namun tidak tahu kaidah bahasa arab.

Dalam hal ini para ulama’ tidak langsung menvonis berdusta atas nama Nabi namun sangat dikhawatirkan dengan orang yang seperi ini karena ia dapat berkata, “Nabi besabda demikian dan demikian.” Namun karena ia tidak tahu bahasa arab yang benar maka ia dapat salah membacanya dan atau memahaminya.

Sebagai contoh adalah pembacaan teks hadits di bawah ini

لا نكاح إلا بولي

Bacaan yang benar adalah “Laa nikaaha illa biwaliy

(tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali).

Namun karena seseorang tidak tahu bahasa arab yang benar bisa saja dia salah membacanya menjadi,

لا نكاح إلا بولي

“Laa nikaaha illa bauliy”

(tidak ada nikah kecuali dengan adanya air kencingku).

Maka seyognyanya, seorang yang ingin menyampaikan hadis Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaknya dia mengetahui bahasa Arab.

Wallahua’lam Showab.

***

Sumber :

 

Ditulis oleh : Muhammad Fatwa Hamidan.

(Alumni Pondok Pesantren Hamalatul Quran Yogyakarta. Saat ini sedang menempuh study di Universitas Islam Madinah, Fakultas Syariah).

 

 

 

 

Previous articleInilah Nasehat Ustadz Susilo kepada Alumni Hamalatul Quran di Universitas Islam Madinah
Next articleInilah Batasan Boleh Mendiamkan Sesama Muslim
Pengajar di Pondok Pesantren Hamalatul Quran Yogyakarta. Alumni Universitas Islam Madinah, Fakultas Syariah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here